Rumah Bantaran Sungai Bogor-Bekasi Ditertibkan, Dapat Ganti Rugi?

Jakarta, IDN Times - Bangunan yang didirikan di badan dan sempadan sungai akan ditertibkan untuk mengurangi risiko banjir di Jawa Barat, terutama Bogor dan Bekasi.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid memastikan pemilik bangunan akan mendapatkan uang ganti rugi sesuai dengan nilai appraisal, asalkan memiliki alas hak yang sah.
"Kalau sudah ada bangunannya dan sudah ada alas haknya harus dibereskan. Definisi bereskan harus ada pengadaan tanah dan ganti rugi, sesuai dengan appraisal," kata dia dalam konferensi pers di Kantor Kementerian PU, Jakarta, Senin (17/3/2025).
1. Pemerintah sudah mendata sebanyak 124 bidang tanah

Pemerintah mencatat sementara terdapat 124 bidang tanah dan bangunan di bantaran Sungai Bekasi yang memiliki alas hak. Nusron menyampaikan jumlahnya masih bisa bertambah seiring pendataan lanjutan.
"Pendataan lebih lanjut, cocok-cocokan data antara pemerintah dengan Kementerian PU dengan ATR/BPN," tuturnya.
2. Pemilik bangunan tanpa izin akan diberikan kerahiman

Untuk bangunan yang tidak memiliki alas hak, pemerintah akan menertibkannya dengan pendekatan yang manusiawi. Dia menegaskan pemilik bangunan tanpa alas hak tidak berhak menerima ganti rugi.
Namun, Nusron memastikan proses penertiban tetap mengedepankan prinsip kemanusiaan agar masyarakat tidak dirugikan secara sewenang-wenang.
"Kalau ada bangunannya tapi tidak ada alas haknya, nanti akan kita tertibkan dengan ada pendekatan yang sangat manusiawi tentunya dengan ada kerahiman," paparnya.
3. Tanah tanpa alas hak akan disertifikasi atas nama negara

Tanah di sempadan dan badan sungai yang belum memiliki alas hak akan disertifikasi sebagai tanah negara dan diberikan kepada otoritas yang berwenang.
Nusron menjelaskan otoritas sungai, seperti Ditjen Sumber Daya Air (SDA) di Kementerian Pekerjaan Umum, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS), Perum Jasa Tirta, dan PSDA, akan menjadi pemegang hak pengelolaan (HPL) sesuai kewenangannya.
Langkah itu bertujuan untuk mencegah pendudukan ilegal di masa mendatang. Dengan adanya kepemilikan dan alas hak yang jelas, masyarakat tidak dapat lagi mengklaim atau mensertifikatkan tanah negara di wilayah tersebut.
"Kalau nanti suatu hari ada orang lagi yang menduduki tempat tersebut, tidak bisa lagi men-sertifikatkan. Dan gak boleh menduduki tanah tersebut karena sudah ada pemiliknya dan sudah ada alas haknya," tambahnya.