Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Nusron Bakal Datangi MA, Bahas Penggusuran di Tambun Tak Berulang

Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala BPN, Nusron Wahid di Istana Kepresidenan. (Dokumentasi Kementerian ATR)
Intinya sih...
  • Menteri ATR dan Kepala BPN akan temui Ketua MA untuk hindari penggusuran tak terulang di Tambun, Bekasi.
  • 14 orang digusur meski punya SHM, karena perbedaan SOP eksekusi antara MA dan PP Nomor 18 Tahun 2021.
  • Nusron bakal usulkan permohonan constatering sebelum eksekusi lahan. Warga juga laporkan developer ke Polres Metro Bekasi.

Jakarta, IDN Times - Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid mengatakan, bakal menemui Ketua Mahkamah Agung (MA) Sunarto, untuk membahas kejadian penggusuran di kluster rumah di Tambun, Bekasi tak terulang.

Total ada 14 orang yang bermukim di Cluster Setia Mekar Residence 2 dan digusur berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Cikarang Kelas II. Padahal, mereka sudah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) untuk rumah dan tanah. 

"Kami lagi mau silaturahmi dengan Ketua MA. Supaya apa? Antara SOP MA tentang eksekusi itu mengadopsi atau sinkron dengan PP Nomor 18 Tahun 2021. Jadi, ini semangatnya sama, tapi di dalam PP tersebut, SOP (prosedur standar) pengadilan ternyata berbeda," ujar Nusron di dalam keterangan tertulis, Minggu (23/2/2025). 

Berdasarkan PP Nomor 18 Tahun 2021, sebelum dilakukan eksekusi maka pengadilan wajib meminta surat permohonan pengukuran. Dalam kasus penggusuran di Cluster Setia Mekar Residence 2, aturan di dalam PP 18 tersebut dipegang teguh oleh petugas BPN. 

"Selama belum ada surat permohonan pengukuran, maka oleh orang BPN tidak dianggap. Sementara, bagi orang pengadilan, peraturan MA berbunyi pemberitahuan sekaligus constatering," kata Menteri dari Partai Golkar tersebut. 

Constatering sendiri bermakna pencocokan. Bagi pihak pengadilan, pengukuran bagian dari metode constatering

"Padahal, dibutuhkan tujuan antara obyek yang mau dieksekusi (setelah diukur), sama. Ini masalah bahasa," imbuhnya. 

1. Nusron akan usulkan dilakukan pengukuran ulang sebelum eksekusi pengadilan

Cluster Setia Mekar, Bekasi. (Dokumentasi Istimewa)

Lebih lanjut, Nusron bakal mengusulkan ada permohonan constatering atau pengukuran ulang sebelum pengadilan bisa mengeksekusi suatu lahan. Menurut Nusron, kedua institusi memiliki semangat yang sama yaitu menyamakan data sebelum terjadi penggusuran. Praktik dan penggunaan bahasanya saja yang berbeda, kata Nusron.

"Jadi, karena pihak sini (BPN) berpegang pada PP Nomor 18 Tahun 2021. Yang sana berpegang pada surat edaran atau SOP dari Mahkamah Agung," kata Nusron.

Sementara, warga Cluster Setia Mekar Residence sudah mengadukan nasibnya ke parlemen pada 11 Februari 2025 lalu. Mereka baru tahu tanah mereka bersengketa usai menerima surat pemberitahuan eksekusi dari PN Cikarang. Eksekusi disebut dilaksanakan pada Januari 2025.

"Jadi, eksekusi PN Cikarang yang kami terima surat pemberitahuannya tanggal 19 Desember 2024. Itulah asal muasal kami masyarakat Setia Mekar tahu tanah itu berperkara sejak 1996," ujar perwakilan warga Abdul Bari. 

2. Warga telah mengecek keabsahan tanah di Tambun sebelum membeli

Ilustrasi Sertifikat Hak Milik (SHM). (Dokumentasi Istimewa)

Lebih lanjut, Abdul menjelaskan, warga yang memiliki SHM berasal dari induk SHM 325 atas nama Saribanon Doli. Sertifikat itu dalam perjalanannya kemudian beralih kepemilikan ke seseorang atas nama Kayat.

Kayat memecah tanah 3,6 hektare lahan tersebut menjadi empat bidang dengan sertifikat masing-masing bernomor 704, 705, 706, dan 707.

"Cluster Setia Mekar memperoleh hak kepemilikan dari Bapak Tunggul Siagian berasal dari induk sertifikat 705. Warga lain di ruangan ini memperoleh sertifikat induk 706, 707 bahkan ada warga yang di luar objek sengketa tapi terkena dampak eksekusi," kata Abdul. 

Ia menegaskan, warga cluster bukan pihak yang berperkara, sehingga tidak pernah dilibatkan sebagai pihak terkait dalam persidangan. Saat membeli tanah dari induk sertifikat 705 pada 2019, Abdul Bari mengatakan, warga telah mengecek keabsahan SHM. Menurutnya, tak pernah ada masalah.

"Dalam proses transaksi, kami cek keabsahan SHM yang membeli sertifikat dari induk 705 pada 2019. Kami cek sertifikat itu tidak ada blokir, sita, atau menjadi hak tanggungan," ujarnya.

Atas dasar itu, Abdul Bari mengurus perizinan mendirikan perumahan ke Pemkab Bekasi hingga terbit izin mendirikan bangunan. Dalam prosesnya, terjual 12 unit bangunan.

3. Warga laporkan developer ke polisi

Ilustrasi borgol. (IDN Times/Mardya Shakti)

Sementara, sebanyak empat orang penghuni Cluster Setia Mekar Residence 2, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi melaporkan pihak developer berinisial AB ke Polres Metro Bekasi pada 17 Februari 2025 lalu. 

Kuasa hukum empat pelapor, Kurdi mengatakan, laporan itu dibuat karena warga merasa tertipu setelah membeli rumah di cluster tersebut pada 2020. Adapun laporan itu tertuang dengan nomor registrasi LP/B/664/II/2025/SPKT/POLRES METRO BEKASI/POLDA METRO JAYA. 

"Saat klien kami membeli memang tidak ada masalah. Tetapi kemarin telah terjadi eksekusi lahan," kata Kurdi 19 Februari 2025 lalu. 

Kurdi menjelaskan, para penghuni cluster dijanjikan sebuah hunian yang lokasinya strategis. Selain itu, ruko yang berada di depan cluster juga disebut cocok untuk membuat usaha oleh developer. 

Namun, saat itu penghuni cluster tidak diberitahu oleh developer jika lahan yang akan dibelinya itu bermasalah. Kecurigaan mereka terhadap developer muncul ketika tidak dilibatkannya para terlapor selama proses peralihan surat tanah.

Bahkan, mereka tidak dilibatkan ketika eksekusi dilakukan. "Klien kami tidak diikutsertakan untuk proses (peralihan surat), pihak developer yang melakukan proses untuk perubahan itu," tutur dia. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Sunariyah
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Sunariyah
EditorSunariyah
Follow Us