Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Senat AS Loloskan RUU Stablecoin, Tonggak Sejarah bagi Industri Kripto

Ilustrasi Bendera AS (freepik.com/wirestock)
Ilustrasi Bendera AS (freepik.com/wirestock)
Intinya sih...
  • GENIUS Act: kerangka regulasi baru untuk stablecoin
  • Dampak bagi industri dan perekonomian
  • Tantangan dan langkah ke depan dalam pembahasan RUU
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Senat Amerika Serikat (AS) meloloskan Guiding and Establishing National Innovation for US Stablecoins Act (GENIUS Act) dengan suara 68-30, menandai langkah bersejarah dalam pengaturan stablecoin, jenis kripto yang nilainya dipatok pada dolar AS. Ini menjadi undang-undang kripto besar pertama yang disahkan Senat, membuka jalan bagi regulasi yang jelas di sektor aset digital.

Langkah ini menunjukkan dukungan bipartisan kuat, dengan 18 senator Demokrat bergabung bersama mayoritas Republik, meski mendapat penolakan dari sebagian senator yang menyoroti potensi konflik kepentingan atas keterlibatan Presiden Donald Trump di industri kripto. RUU ini kini menuju DPR AS untuk pembahasan lanjutan sebelum disahkan menjadi undang-undang.

1. GENIUS Act: kerangka regulasi stablecoin yang baru

GENIUS Act mewajibkan penerbit stablecoin mendukung token mereka dengan aset likuid seperti dolar AS atau obligasi pemerintah jangka pendek secara 1:1. Mereka juga harus melaporkan komposisi cadangan setiap bulan guna menjamin transparansi dan melindungi konsumen.

Senator Bill Hagerty, sponsor utama RUU ini, menyatakan bahwa aturan ini akan memodernisasi sistem keuangan AS.

“Dengan RUU ini, AS selangkah lebih dekat untuk menjadi pemimpin global dalam industri kripto,” ujar Hagerty di lantai Senat, dikutip dari The Hindu.

RUU ini juga mengutamakan pemegang stablecoin dalam kasus kebangkrutan, mendahului kreditor lain. Menurut Menteri Keuangan AS Scott Bessent, pasar stablecoin global yang kini bernilai sekitar 250 miliar dolar AS (Rp4 kuadriliun) berpotensi tumbuh menjadi 3,7 triliun dolar AS (Rp60,3 kuadriliun) pada akhir dekade.

“RUU ini dapat mendorong permintaan swasta atas obligasi pemerintah dan menurunkan biaya pinjaman,” tulis Bessent di X, dilansir CryptoSlate.

2. Dampak bagi industri dan perekonomian

Disahkannya RUU ini menjadi kemenangan besar bagi industri kripto, yang menggelontorkan lebih dari 250 juta juta dolar AS (Rp4 triliun) dalam pemilu 2024 untuk mendukung kandidat pro-kripto, menciptakan Kongres yang dinilai paling ramah aset digital dalam sejarah AS. Namun, RUU ini masih perlu diselaraskan dengan STABLE Act yang tengah dibahas di DPR, yang bisa memengaruhi jadwal pengesahannya.

Circle, penerbit stablecoin USDC dengan kapitalisasi 61,5 miliar dolar AS (Rp1 kuadriliun), menyambut baik kejelasan regulasi ini.

“Kami sangat optimistis dengan RUU ini,” ujar Dante Disparte, Kepala Strategi dan Kebijakan Global Circle, dikutip Yahoo Finance. Ia menyebut regulasi ini dapat mempercepat adopsi stablecoin oleh institusi tradisional seperti bank dan ritel besar.

Namun, beberapa senator Demokrat, termasuk Elizabeth Warren, mengkritik RUU ini karena dinilai belum cukup kuat melindungi konsumen dari risiko kegagalan penerbit.

“Undang-undang ini tidak cukup mencegah potensi bailout federal,” kata Warren, dikutip Bloomberg. Kritik ini muncul di tengah sorotan terhadap keterlibatan keluarga Trump dalam World Liberty Financial, penerbit stablecoin USD1 senilai 2,2 miliar dolar AS (Rp35,3 triliun).

3. Tantangan dan langkah ke depan

Meski mendapat dukungan luas, RUU ini menghadapi tantangan di DPR yang dikuasai Partai Republik. DPR bisa mengesahkan versi mereka sendiri, STABLE Act, atau mengadopsi GENIUS Act dengan amandemen. Proses rekonsiliasi ini bisa memakan waktu jika digabungkan dengan regulasi kripto lainnya.

Ketua Komite Perbankan Senat, Tim Scott, menyebut RUU ini sebagai undang-undang aset digital paling penting yang pernah disahkan Senat.

“Ini adalah langkah untuk memenuhi misi Presiden Trump menjadikan Amerika sebagai ibu kota kripto dunia,” ujar Scott, dilansir Breitbart News.

RUU ini memberi wewenang kepada Federal Reserve dan Kantor Pengawas Mata Uang untuk mengawasi penerbit stablecoin dengan aset di atas 10 miliar dolar AS (Rp163,1 triliun), sementara penerbit kecil tetap diatur oleh regulator negara bagian.

Namun, sejumlah negara bagian mengkritik ketentuan yang memungkinkan bank tanpa asuransi federal beroperasi lintas negara tanpa izin negara bagian. “Ketentuan ini bisa melemahkan pengawasan negara bagian,” ujar seorang regulator dari Connecticut, dikutip American Banker.

Meski demikian, dorongan untuk menjadikan AS sebagai pusat inovasi kripto terus menguat, dengan harapan RUU ini dapat disahkan sebelum reses Kongres pada Juli 2025.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us