Kemenperin Siapkan Langkah Antisipasi Dampak Iran-Israel bagi Industri

Ada 4 langah, apa saja?

Intinya Sih...

  • Kemenperin memantau dampak geopolitik Timur Tengah pada Indonesia, termasuk peningkatan harga energi, biaya logistik, dan nilai tukar dolar AS.
  • Kemenperin siapkan insentif impor bahan baku industri dari Timur Tengah untuk mengamankan suplai bahan baku dalam negeri.

Jakarta, IDN Times – Kementerian Perindustrian (kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Situasi Timur Tengah yang semakin memanas dengan adanya konflik Iran dan Israel baru-baru ini diwaspadai dapat memberi pengaruh terhadap Indonesia.

Konflik yang terjadi diperkirakan berdampak pada setidaknya tiga hal, yaitu peningkatan harga energi, peningkatan biaya logistik, dan penguatan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS). Hal tersebut merupakan konsekuensi menjadi bagian dari perekonomian dan supply chain global.

“Saat ini, Kemenperin berupaya memetakan solusi-solusi untuk mengamankan sektor industri dari dampak konflik yang tengah terjadi,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan resminya, Kamis (18/4/2024).

Baca Juga: 3 Kebijakan yang Perlu Diambil Pemerintah Atasi Dampak Iran-Israel

1. Siapkan insentif impor bahan baku industri

Kemenperin Siapkan Langkah Antisipasi Dampak Iran-Israel bagi Industriilustrasi kalkulator (unsplash.com/Kelly Sikkema)

Di tengah konflik yang sedang memanas, Kemenperin menyiapkan solusi berupa insentif impor bahan baku industri yang berasal dari Timur Tengah. Itu karena adanya kemungkinan terganggunya suplai bahan baku bagi industri dalam negeri, terutama pada industri produsen kimia hulu yang mengimpor sebagian besar naphtha dan bahan baku kimia lainnya dari kawasan tersebut.

Relaksasi impor bahan baku dibutuhkan guna kemudahan memperoleh bahan baku. Ini mengingat negara-negara lain juga berlomba untuk mendapatkan supplier alternatif agar dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industrinya.

Baca Juga: Iran-Israel Memanas, Erick Minta BUMN Lakukan 5 Hal Ini

2. Akan percepat penyebaran struktur industri

Kemenperin Siapkan Langkah Antisipasi Dampak Iran-Israel bagi Industriilustrasi barang impor (freepik.com)

Langkah selanjutnya, Kemenperin akan mempercepat langkah-langkah pendalaman, penguatan, maupun penyebaran struktur industri guna untuk segera meningkatkan program substitusi impor.

Hal tersebut perlu didukung dengan memperketat ketentuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk mengantisipasi excess trade diversion dari negara lain ke Indonesia. Artinya, kementerian/lembaga harus lebih disiplin dalam pengadaan belanja barang dan jasa dengan menggunakan produk dalam negeri.

3. Usulkan peningkatan penggunaan mata uang lokal

Kemenperin Siapkan Langkah Antisipasi Dampak Iran-Israel bagi Industriberbagai macam nominal Rupiah Indonesia (pexels.com/WonderfulBali)

Solusi selanjutnya, dengan membuat peningkatan penggunaan mata uang lokal (Local Currency Transaction) untuk transaksi bilateral yang dilakukan oleh pelaku usaha di Indonesia dan negara mitra. Dengan demikian, nasabah Indonesia dan nasabah mitra dapat membayar atau menerima pembayaran dalam mata uang lokal tanpa melalui mata uang dolar AS.

“Langkah ini untuk mengurangi ketergantungan terhadap hard currencies, terutama dolar AS, mengingat skala ekonomi dan volume perdagangan antarnegara Asia terus meningkat, juga untuk meningkatkan stabilitas nilai tukar Rupiah,” ujarnya.

4. Perbaiki performa sektor logistik

Kemenperin Siapkan Langkah Antisipasi Dampak Iran-Israel bagi IndustriIlustrasi logistik (Pixabay)

Dalam upaya untuk memperbaiki performa sektor logistik demi mendukung pertumbuhan sektor industri juga perlu ditempuh. Sepanjang kuartal I-2024 terjadi peningkatan pada indeks biaya logistik dunia yang merupakan dampak dari konflik Israel-Palestina.

Kenaikan biaya logistik yang semakin tinggi akan tergantung pada ekskalasi konflik yang mungkin terjadi selanjutnya.

Sementara itu, Indonesia saat ini berada pada peringkat ke-63 dunia dan ke-6 di ASEAN untuk Logistics Performance Index (LPI), jauh di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam. Artinya, biaya dan waktu penanganan logistik di Indonesia jauh lebih mahal dan lama bila dibanding dengan negara-negara lain di dunia maupun di kawasan ASEAN.

Selain itu, rasio pinjaman produktif di Indonesia juga masih lebih rendah dibandingkan pinjaman konsumtif. Hal tersebut menunjukkan perlunya mempermudah sektor industri untuk memperoleh kredit.

Walaupun antisipasi sudah disiapkan, Agus meyakinkan bahwa kondisi saat ini masih tenang dan terkontrol.

“Pelaku usaha tidak perlu mengkhawatirkan kondisi tersebut. Indonesia memiliki fundamental ekonomi yang kuat dan pemerintah berupaya menyiapkan kebijakan-kebijakan strategis untuk menjaga sektor industri,” tutur Agus.

Topik:

  • Jujuk Ernawati

Berita Terkini Lainnya