Soal Usulan Tenor KPR Subsidi Jadi 10 Tahun, Ini Kata BTN

Jakarta, IDN Times - PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN buka suara soal usulan tenor kredit kepemilikan rumah (KPR) subsidi diturunkan dari 20 tahun menjadi 10 tahun. Subsidized Mortgage Division Head BTN, Budi Permana, mengatakan usulan itu memungkinkan saja dilaksanakan, melihat riwayat penggunaan KPR subsidi selama ini.
“Kami punya data yang menyampaikan bahwa jangka waktu 20 tahun itu memang cukup panjang untuk subsidi. Karena faktanya itu rata-rata 10 tahun sudah dilunasi KPR-nya,” kata Budi dalam diskusi Penguatan BUMN Menuju Indonesia Emas di Sarinah, Jakarta, Kamis (10/10/2024).
1. MBR sudah naik kelas dalam 10 tahun

KPR subsidi sendiri diberikan kepada masyarakat berpendapatan rendah (MBR). Budi mengatakan, dilihat secara historis, para MBR yang menerima KPR subsidi sudah naik kelas dalam 10 tahun, sehingga tak lagi dianggap sebagai MBR. Saat itu, menurutnya penyaluran KPR sudah tak memerlukan subsidi lagi dari pemerintah.
“Kita juga sudah punya fakta bahwa itu dalam 10 tahun sudah gak MBR lagi. Jadi memang secara fakta juga dia tidak perlu lagi diberikan subsidi,” ujar Budi.
2. KPR subsidi bisa diberikan kepada masyarakat yang lebih membutuhkan

Setelah 10 tahun, menurut Budi cicilan KPR tak perlu lagi dibantu subsidi. Sehingga, subsidi bisa diberikan kepada masyarakat lain yang lebih membutuhkan.
Namun, menurut Budi, pemangkasan tenor KPR subsidi merupakan kewenangan pemerintahan baru mendatang.
“Memang masih sangat banyak dibutuhkan, tapi apakah itu akan dipakai? Nanti kita tunggu di kementerian yang baru atau pemerintahan yang baru,” tutur Budi.
3. Tenor KPR subsidi 10 tahun terlalu pendek

Di sisi lain, menurut Pengamat Properti, Anton Sitorus, tenor KPR yang terlalu lama memang akan merugikan pembelinya. Namun, jika dipangkas hanya menjadi 10 tahun, akan memberatkan bagi pembeli.
“Kalau terlalu cepat juga nanti cicilannya jadi besar, jadi memberatkan,” tutur Anton.
Menurut Anton, tenor KPR yang paling ideal ialah 15-20 tahun untuk masyarakat Indonesia.
“Jadi yang tengah-tengah saja lah,” tutur Anton.