TikTok Shop Dilarang, Ekonom: Langkah Mundur Pemerintah

Jakarta, IDN Times - Ekonom menilai keputusan pemerintah untuk memisahkan TikTok Shop dari aplikasi media sosial (medsos) akan mempengaruhi proses digitalisasi yang telah berjalan di Indonesia.
"Jadi jika sosial commerce dilarang untuk berjualan, itu memutus satu step UMKM bisa go digital dan sebuah langkah mundur dari pemerintah," ucap Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda kepada IDN Times, Rabu (27/9/2023).
1. Social commerce tidak dapat dilarang sepenuhnya
.jpg)
Menurut Huda, social commerce merupakan sesuatu yang tidak dapat dilarang sepenuhnya karena interaksi di media sosial tidak dapat diatur.
"Apakah mau jual beli atau interaksi lainnya, maka seharusnya ada pengaturan untuk social commerce yang disamakan dengan e-commerce karena prinsipnya kan sama-sama jualan menggunakan internet," ujarnya.
2. Regulasi pemerintah tidak bertaji

Adapun ketentuan regulasi yang memisahkan social commerce akan tertuang dalam revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik.
"Aturan ini tidak bertaji karena pada akhirnya algoritma di TikTok Shop bisa digunakan di TikTok as social media. Praktik social commerce pun sudah jamak dilakukan dan sudah ada sejak zaman Kaskus dan sebagainya. Jadi saya pribadi melihat hal tersebut bukan solusi yang efektif," ujarnya.
3. Ada 4 platform yang sering digunakan UMKM untuk berjualan online

Berdasarkan data BPS, ada empat platform yang sering digunakan oleh UMKM untuk berjualan online.
"Instant messenger, media sosial, e-commerce/marketplace, dan website. Artinya, media sosial memegang peran penting dalam proses digitalisasi penjualan UMKM dengan urutan nomor dua terbanyak," ucapnya.