Tok! Sri Mulyani Naikkan Cukai Rokok 12 Persen Tahun Depan
Jakarta, IDN Times - Pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) mulai 1 Januari 2022. Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani menyatakan kenaikan rata-rata 12 persen untuk CHT pada 2022 nanti.
"Hari ini Bapak Presiden telah menyetujui dan sesudah dilakukan rapat koordinasi di bawah Bapak Menko Perekonomian, kenaikan cukai rata-rata rokok adalah 12 persen. Namun, untuk Sigaret Kretek Tangan (SKT), Presiden meminta kenaikan lima persen, jadi kita menetapkan 4,5 persen maksimum," ujar Sri Mulyani, dalam konferensi pers virtual, Senin (13/12/2021).
Kebijakan CHT, kata Sri Mulyani, merupakan salah satu instrumen peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang menjadi agenda krusial dalam upaya peningkatan produktivitas nasional.
1. Kenaikan CHT sebagai upaya pengendalian konsumsi tembakau

Bendahara negara itu menambahkan, kenaikan CHT dilakukan sebagai upaya pengendalian konsumsi tembakau seperti yang diamanatkan oleh Undang Undang (UU) Cukai.
Kenaikan CHT juga disebut Sri Mulyani dengan mempertimbangkan dampak terhadap petani tembakau, pekerja, dan industri hasil tembakau secara keseluruhan.
"Kenaikan itu pun bukan hanya mempertimbangkan isu kesehatan, tetapi juga memperhatikan perlindungan buruh, petani, dan industri rokok," ucap dia.
2. Rokok jadi pengeluaran terbesar kedua tertinggi

Konsumsi rokok menjadi pengeluaran kedua tertinggi masyarakat miskin di perkotaan dan pedesaan setelah konsumsi beras.
Berdasarkan total pengeluarannya, konsumsi rokok mencapai 11,9 persen di perkotaan dan 11,24 persen di pedesaan. Angka tersebut lebih rendah dari konsumsi beras, tetapi lebih tinggi bila dibandingkan pengeluaran untuk konsumsi protein seperti daging, telur, tempe, dan ikan.
"Sehingga rokok menjadikan masyarakat miskin. Harga sebungkus memang dibuat semakin tidak terjangkau bagi masyarakat miskin," kata Sri Mulyani.
Sementara dari sisi kesehatan, rokok memicu risiko stunting pada anak dan bisa memperparah dampak kesehatan akibat COVID-19 atau 14 kali berisiko terkena COVID-19 dibandingkan dengan bukan perokok.
Oleh karenanya, rokok selain menimbulkan kerugian jangka panjang terhadap perekonomian, rokok juga berdampak langsung pada kenaikan biaya kesehatan.
"Ini membebani karena sebagian pasien COVID-19 ditanggung negara," ucap Sri Mulyani.
3. Kenaikan CHT juga bertujuan mengendalikan tingkat konsumsi rokok remaja

Sri Mulyani menambahkan, kenaikan CHT juga ditujukan untuk mengendalikan tingkat konsumsi rokok di masyarakat terutama pada kalangan anak-anak dan remaja.
Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pemerintah menargetkan prevalensi merokok anak Indonesia usia 10-18 tahun turun minimal menjadi 8,7 persen pada 2024.
"Kita mencoba menurunkan kembali prevalensi berdasarkan RPJMN untuk mencapai 8,7 turun dari 9,1 persen pada 2018," ujar Sri Mulyani.
Adapun kenaikan tarif CHT turut mendukung program pembangunan nasional melalui penerimaan negara. Hal ini diundangkan dalam UU APBN 2022 sebesar Rp193 triliun. Selain itu, kebijakan CHT juga penting sebagai mitigasi atas dampak kebijakan yang berpotensi mendorong rokok ilegal.
"Semakin tinggi harga, semakin besar potensi terjadinya produksi rokok ilegal," ucap Sri Mulyani.