Harga Sawit Anjlok Gegara Larangan Ekspor CPO, Petani: Menyakitkan

Harga TBS di petani sawit berfluktuasi

Jakarta, IDN Times - Larangan ekspor minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) menyebabkan harga tandan buah segar (TBS) di petani kelapa sawit kacau-balau alias berfluktuasi.

Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung, menjelaskan harga TBS Petani sangat berfluaktif dan cenderung menurun sejak 22 April. Fluktuasi tersebut diduga disebabkan ketidakpastian mengenai kebijakan larangan ekspor yang diumumkan sejak 22 April yang diberlakukan mulai 28 April.

Baca Juga: Rincian Produk Minyak Sawit yang Dilarang Ekspor Mulai Hari Ini

1. Harga TBS turun ke harga terendah

Harga Sawit Anjlok Gegara Larangan Ekspor CPO, Petani: MenyakitkanIlustrasi kelapa sawit. (IDN Times/Sunariyah)

Gulat menjelaskan harga TBS Pekebun bergerak menurun terus hingga angka terendah pasca 27 April. Berdasarkan data yang dia paparkan pada 8 provinsi yang sudah memiliki peraturan gubernur (pergub) tata niaga TBS, harga TBS Pekebun terjun bebas 58,87 persen (swadaya) dan 25 persen untuk Pekebun Plasma pada 23-30 April.

"Dan lebih parah lagi di provinsi yang belum memiliki pergub tata niaga TBS Turunan dari Permentan 01 2018, yaitu sampai 65 persen anjloknya dibandingkan harga Penetapan Disbun," katanya melalui keterangan tertulis kepada IDN Times, Rabu (11/5/2022).

Setelah libur Lebaran harga TBS sempat naik, namun tidak signifikan. Kemudian secara umum hampir disemua provinsi terjadi penurunan per 8 Mei, namun sedikit lebih baik dibandingkan sebelum lebaran. Harga di level petani swadaya yang paling jauh penurunannya dibanding plasma pasca Lebaran, yaitu harga rata-rata di 8 provinsi yang memiliki pergub Rp1.931/kg TBS dan di provinsi yang belum memiliki pergub Rp1.775/kg.

Baca Juga: Serikat Petani Sawit Duga Penurunan Harga TBS Akibat Ulah Spekulen

2. Pabrik kelapa sawit tetapkan harga sendiri-sendiri

Harga Sawit Anjlok Gegara Larangan Ekspor CPO, Petani: MenyakitkanIlustrasi Ekspor (IDN Times/Arief Rahmat)

Gulat menerangkan turbulensi harga TBS pasca pidato Presiden Joko "Jokowi" Widodo praktis membuat semua pabrik kelapa sawit (PKS) tidak mempedulikan permentan dan pergub lagi. Semua PKS membuat harga sendiri-sendiri berdasarkan analisa sendiri.

Padahal, kata dia, menurut permentan tersebut yang berhak menetapkan harga TBS Pekebun adalah Disbun Provinsi. Faktanya, baik Plasma dan Swadaya sama-sama terkena dampak.

Ketidakpastian tersebut semakin dikuatkan dari Tender KPBN yang sejak 24 April sampai tender 9 Mei berakhir gagal tender (WD), tidak ada kesepakatan harga. Rata-Rata perusahaan yang menawar CPO jauh di bawah harga yang ditawarkan KPBN. Semua itu mengakibatkan harga TBS petani semakin tertekan hebat.

Dia mencontohkan penetapan harga TBS di Riau oleh Dinas Perkebunan Riau terkini praktis tidak ada patokan yang bisa dijadikan penetapan harga TBS Pekebun. Sebab, rata-rata PKS mengaku tidak ada yang membeli CPO mereka. Hanya beberapa saja yang mengaku menjual CPO seharga Rp 12 ribu/kg. Dan itulah yang dibuat patokan, harga TBS umur 10-20 tahun ditetapkan Rp2.947 menurun dari penetapan Disbun Riau sebelumnya Rp3.919 atau turun 25 persen dari harga pekan lalu.

Baca Juga: KSP Klaim Larangan Ekspor CPO Berhasil Turunkan Harga Migor Curah

3. Harga sawit anjlok menyakitkan petani

Harga Sawit Anjlok Gegara Larangan Ekspor CPO, Petani: MenyakitkanIlustrasi Perkebunan Kelapa Sawit (IDN Times/Sunariyah)

Jika berpatokan pada tren penurunan harga dari Penetapan Riau minggu ke-4 April dan dibandingkan harga Penetapan Disbun pada 10 Mei di Rp2.947, untuk satu minggu ke depan harga pembelian TBS Pekebun oleh PKS berkisar Rp2.200 untuk petani Plasma dan Rp1.350 untuk Petani Swadaya.

“Tentu ini akan sangat menyakitkan bagi kami petani sawit dengan harga HPP (harga pokok produksi) kami sudah diangka Rp1.800-Rp2 ribu/kg," ungkap Gulat.

“Jika memang harga CPO Dunia sedang turun, kami dapat memakluminya, namun harga CPO saat ini di pasar internasional sedang naik, berkisar Rp24 ribu/kg. Kami berharap dalam situasi turbulensi ini para perusahaan PKS, khususnya perusahaan refinery mau berbagi beban, jangan semua bebannya di timpakan ke kami petani sawit. Toh juga eksport masih berjalan (kecuali yang dilarang)," sambungnya.

Untuk mengakhir turbulensi yang terjadi, Apkasindo berharap para produsen minyak goreng sawit (MGS) segera memenuhi kebijakan Presiden Jokowi. Tujuannya supaya larangan ekspor dicabut.

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya