Ekspor CPO Bakal Dilarang, Gimana Dampaknya ke Petani Sawit? 

Petani minta harga buah kelapa sawit diawasi

Jakarta, IDN Times - Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) merespons larangan ekspor minyak sawit atau crude palm oil (CPO) dan minyak goreng, yang mulai diberlakukan pada Kamis (28/4/2022).

Sekretaris Jenderal SPKS, Mansuetus Darto, mengatakan larangan ini harus diiringi dengan pengawasan ketat dari pemerintah terhadap produsen CPO dan minyak goreng. Khususnya, terkait pembelian tandan buah segar (TBS) dari petani, agar harga TBS di tingkat petani tidak anjlok.

"Kami sudah memantau sejak kemarin di beberapa lokasi. Ada beberapa penurunan harga Rp400/kg (Sekadau - Kalimantan Barat) dan di Jambi sekitar Rp500/kg. Solusi untuk masalah ini adalah, harus ada pencatatan di pabrik soal nama-nama petani yang supply buah masuk pabrik," kata Mansuetus dalam keterangan resminya, Minggu (24/4/2022).

Baca Juga: [BREAKING] Jokowi Larang Ekspor Minyak Goreng Mulai 28 April 2022

1. Pabrik beli TBS dengan harga rendah tapi jual CPO dengan harga yang mengikuti pasar

Ekspor CPO Bakal Dilarang, Gimana Dampaknya ke Petani Sawit? Ilustrasi perkebunan kelapa sawit. (IDN Times/Sunariyah)

Lebih lanjut, Mansuetus mengatakan, pengusaha minyak sawit kerap kali membeli TBS dari petani dengan harga murah. Padahal, pada saat TBS sudah diolah menjadi CPO, maka CPO itu dijualnya dengan harga yang mengikuti pasar, di mana saat ini terjadi kenaikan signifikan akibat gejolak internasional.

"Sebab ini akan menguntungkan pabrik perusahaan karena ketika ada situasi normal, mereka akan menjual CPO dengan harga normal, tetapi mereka membeli buah sawit dari petani dengan harga murah. Karena itu, pencatatan di pabrik harus jelas, sehingga keuntungan mereka tadi saat situasi normal bisa dikembalikan kepada petani uangnya. Ini solusi alternatif," kata dia.

Jika pengawasan tidak bisa dilakukan sepenuhnya, Mansuetus meminta pemerintah memberikan bantuan pupuk kepada petani kelapa sawit melalui dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

"Kalau tidak, alokasikan dana sawit di BPDPKS dengan program yang inovatif, misalnya dengan bantuan pupuk atau berdasarkan kebutuhan petani. Sebab kalau harga turun, petani tidak bisa membeli pupuk," tutur Mansuetus.

2. Pengusaha disebut mengesampingkan tugas menjaga stabilitas pasokan minyak goreng domestik

Ekspor CPO Bakal Dilarang, Gimana Dampaknya ke Petani Sawit? Ilustrasi minyak goreng (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Mansuetus berharap, larangan ekspor CPO dan minyak goreng yang dinyatakan Presiden Joko "Jokowi" Widodo akan memberikan ketersediaan minyak goreng di dalam negeri, dengan harga yang merantau.

Menurut dia, selama ini pengusaha sebagian besar mengutamakan untuk ekspor CPO dan produk turunannya, ketimbang memasok CPO untuk kebijakan minyak goreng di dalam negeri.

"Kami percaya, bahwa langkah-langkah yang di ambil oleh Bapak Presiden untuk ketersediaan bahan minyak goreng dalam negeri. Sebab para pelaku usaha, selalu sibuk memikirkan supply produk olahannya ke luar negeri karena menguntungkan dan mereka melupakan tugasnya memenuhi kebutuhan dalam negeri," ujar Mansuetus.

Baca Juga: Pengusaha Minta Larangan Ekspor CPO Dievaluasi Jika Berdampak Negatif

3. Negara tak boleh kalah dengan pengusaha

Ekspor CPO Bakal Dilarang, Gimana Dampaknya ke Petani Sawit? Ilustrasi perkebunan kelapa sawit. (IDN Times/Sunariyah)

Di sisi lain, Mansuetus menyadari negara hanya memiliki industri CPO dan minyak goreng yang skalanya kalah jauh dengan pemain swasta. Meski begitu, sebagai regulator, pemerintah diminta tegas dan tidak boleh kalah dengan pengusaha minyak goreng.

"Agar negara selalu tidak kalah dengan segelintir orang itu. Ini juga bahaya bagi keamanan ekonomi dan politik dalam negeri. Dengan kartelisasi saja, bisa memporak-porandakan stabilitas politik dalam negeri," ucap Mansuetus.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya