Pembentukan Satgas Rokok Ilegal, INDEF: Akar Masalahnya Kenaikan Cukai

- Kenaikan cukai rokok tinggi jadi faktor tingginya rokok ilegal
- Penindakan rokok ilegal hanya menyasar di hilir
- Soroti roadmap jangka panjang dalam penentuan cukai rokok
Jakarta, IDN Times - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Heri Firdaus, menyoroti rencana Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan Rokok Ilegal.
Heri menilai, keberadaan Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan Rokok Ilegal belum mampu menyentuh akar persoalan karena hanya fokus pada penindakan di hilir, bukan pencegahan dari sisi hulu.
1. Kenaikan cukai rokok tinggi jadi faktor tingginya rokok ilegal

Menurutnya, kenaikan cukai rokok yang tinggi dalam beberapa tahun terakhir menjadi salah satu faktor utama melonjaknya peredaran rokok ilegal di Indonesia.
"Satgas ini sulit efektif kalau formulasi cukai masih pola lama. Kenaikan cukai yang eksesif tanpa ada roadmap yang jelas," ujar Heri dalam keterangannya, Sabtu (20/6/2025).
2. Penindakan rokok ilegal hanya menyasar di hilir

Heri menjelaskan selama ini penindakan rokok ilegal hanya menyasar di hilir yakni pada distribusi, tapi asal-usul rokok ilegalnya, pabriknya, proses produksinya belum tersentuh secara efektif. Sementara maraknya rokok ilegal tak lepas dari faktor harga rokok legal yang melonjak tajam akibat kenaikan tarif cukai. Kenaikan yang dinilainya terlalu masif ini membuat perokok beralih ke produk alternatif yang lebih murah, termasuk rokok ilegal, lintingan sendiri (tingwe), atau rokok dari golongan cukai lebih rendah.
“Kalau rokok legal harganya Rp40.000, rokok ilegal bisa dijual hanya Rp7.000. Ini sangat menarik bagi konsumen yang kantongnya terbatas,” jelasnya.
Data Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) menunjukkan peredaran rokok ilegal mencapai 7 persen. Heri mengatakan terjadi kenaikan signifikan dibanding tahun-tahun sebelumnya yang hanya sekitar 3 sampai 4 persen. "Ini sebagai alarm bahwa kebijakan cukai perlu evaluasi menyeluruh," sambung dia.
3. Soroti roadmap jangka panjang dalam penentuan cukai rokok

Lebih lanjut, ia menyayangkan absennya roadmap jangka panjang dalam penetapan cukai rokok. “Selama ini kenaikan tarif cukai seperti jatuh dari langit, mendadak, dan tidak ada kepastian jangka panjang bagi industri. Ini memicu ketidakstabilan, termasuk pengurangan serapan tembakau dari petani,” ungkapnya.
Kasus Gudang Garam yang menghentikan pembelian tembakau dari Temanggung sejak 2024 menjadi salah satu contoh dampak nyata dari kebijakan ini. Bupati Temanggung bahkan menyebut nilai kerugian bisa mencapai Rp1 triliun per tahun.
Heri mendorong pemerintah untuk tidak hanya mengandalkan penindakan melalui Satgas, tapi juga menyusun roadmap cukai jangka panjang yang mempertimbangkan berbagai aspek, mulai dari penerimaan negara, pertumbuhan industri, perlindungan petani dan tenaga kerja, hingga pengendalian rokok ilegal.
“Kalau mau serius memberantas rokok ilegal, jangan hanya kejar-kejaran di jalan. Harus juga diselesaikan penyebab utamanya: ketidakpastian dan eksesivitas kenaikan cukai,” pungkasnya.
Hadirnya kebijakan yang lebih berimbang dan mempertimbangkan kelanjutan industri menjadi pekerjaan rumah dari pemerintah. Diperlukan arahan strategis lintas sektor agar upaya penanggulangan rokok ilegal tidak berjalan sendiri, melainkan sejalan dengan kepastian bagi industri, perlindungan petani tembakau, serta keberlanjutan penerimaan negara.