Warga Denmark Ramai-Ramai Boikot Coca-Cola

- Volume penjualan Coca-Cola di Denmark menurun karena aksi boikot konsumen.
- Boikot dipicu oleh pernyataan Trump ingin merebut Greenland, memicu amarah publik Denmark.
Jakarta, IDN Times – Carlsberg, perusahaan bir terbesar yang berpusat di Denmark mengonfirmasi volume penjualan Coca-Cola di Denmark menurun karena aksi boikot konsumen.
CEO Jacob Aarup-Andersen menyebut penurunan ini hanya terjadi di Denmark, bukan di negara lain. Ia menjelaskan, boikot terhadap merek asal Amerika Serikat (AS) sedang marak di sana.
Aarup-Andersen bilang dampaknya belum terlalu besar, tetapi brand lokal mulai merebut pangsa pasar. Ia mengatakan, Carlsberg tidak memihak dalam aksi boikot ini dan menghormati pilihan konsumen.
“Kami sepenuhnya menghormati keputusan orang-orang,” kata Aarup-Andersen, dikutip dari Anadolu Agency, Rabu (30/4/2025).
Ia mengatakan, baik Pepsi maupun Coca-Cola diproduksi oleh pekerja Denmark di pabrik lokal. Menurutnya, dari sudut pandang Carlsberg, kedua produk itu juga merupakan bagian dari merek Denmark.
1. Seruan boikot muncul setelah Trump ancam rebut Greenland

Boikot terhadap produk AS dipicu oleh pernyataan Presiden AS Donald Trump yang ingin merebut Greenland. Sejak menjabat awal tahun ini, Trump berulang kali menyampaikan hasrat untuk mengambil wilayah otonom milik Denmark itu. Dalam pidatonya di Kongres bulan Maret, Trump mengatakan bahwa Amerika “akan mendapatkannya dengan cara apa pun.”
Pernyataan tersebut langsung memicu amarah publik Denmark yang menganggapnya sebagai bentuk agresi. Anggota grup Facebook berbahasa Denmark bernama Boykot varer fra USA meroket menjadi 95 ribu. Aksi boikot meluas dari sekadar kritik jadi pembangkangan konsumen terhadap produk-produk buatan AS.
Wakil Presiden AS JD Vance bahkan sempat menyindir Denmark sebagai sekutu yang tidak kooperatif. Komentar itu muncul sehari setelah Trump menekankan bahwa Greenland penting demi keamanan internasional.
2. Jolly Cola jadi alternatif favorit pengganti Coca-Cola
Media penyiaran Denmark, DR mengungkapkan, di tengah penurunan minat terhadap Coca-Cola, brand lokal Jolly Cola justru menikmati lonjakan penjualan. Konsumen Denmark ramai-ramai beralih ke minuman dalam negeri sebagai bentuk solidaritas nasional. Supermarket Rema 1000 melaporkan penjualan Jolly Cola pada Maret naik 13 kali lipat dibandingkan periode sama tahun lalu.
Lonjakan tersebut tak lepas dari sentimen anti-AS yang makin kuat. Bagi sebagian warga, membeli produk lokal adalah bentuk perlawanan yang damai. Mereka menghindari merek-merek seperti Coca-Cola dan Pepsi, walaupun diproduksi secara lokal.
Dilansir dari Xinhua, Carlsberg sendiri memiliki izin untuk memproduksi dan mendistribusikan Coca-Cola, Fanta, Sprite, dan Schweppes di Denmark. Namun, tren konsumen saat ini lebih berpihak pada produk asli Denmark, bukan lisensi dari luar negeri.
3. Penurunan penjualan Coca-Cola juga terjadi di negara lain karena isu geopolitik

Meski hanya Denmark yang sedang gencar memboikot Coca-Cola karena Greenland, tekanan terhadap brand ini juga terjadi di negara lain. Di sejumlah negara mayoritas Muslim, Coca-Cola telah lama diboikot akibat dugaan keterkaitan dengan agresi Israel di Gaza. Aksi tersebut berdampak nyata terhadap angka penjualan global.
Pada kuartal I 2025, pendapatan Coca-Cola turun 2 persen menjadi 11,1 miliar dolar AS. Penurunan ini tercatat dalam laporan keuangan yang dirilis Selasa kemarin. Meski demikian, boikot terkait Greenland belum menyebar ke negara-negara lain di Eropa tempat Carlsberg mendistribusikan Pepsi.
Dampak nyata dari sentimen geopolitik terhadap brand global semakin terasa di banyak pasar. Konsumen kini lebih selektif, terutama jika menyangkut posisi politik negara asal produk tersebut.