Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Apa Itu Lipstick Effect? Kaitan antara Belanja Kosmetik dan Resesi

ilustrasi lipstik (unsplash.com/@gordova_photo)
Intinya sih...
  • Lipstik meningkatkan penjualan saat ekonomi sulit, dikenal sebagai "lipstick effect" atau "lipstick index".
  • Perempuan membeli lipstik untuk meningkatkan emosi dan rasa percaya diri selama resesi ekonomi.
  • Peningkatan penjualan lipstik menimbulkan prediksi resesi, yang juga terjadi pada produk kosmetik lainnya di masa pandemi.

Bagi banyak perempuan, lipstik telah menjadi salah satu barang wajib ada di tas. Siapa sangka, penjualan produk kosmetik yang satu ini disebut-sebut mampu memprediksi resesi ekonomi sebuah negara.

Itulah lipstick effect. Bagaimana fenomena ini terjadi? Simak uraian lengkapnya berikut ini.

Teori resesi Lipstick Effect

ilustrasi lipstik (unsplash.com/@wx1993)

Disebut juga dengan lipstick index, lipstick effect merupakan fenomena ketika masa-masa ekonomi sedang lesu, pengeluaran masyarakat untuk barang-barang kecil tapi mewah – seperti lipstik premium – justru meningkat. Jadi, saat masyarakat tidak memiliki uang untuk liburan atau belanja barang-barang desainer yang mahal, mereka berinvestasi pada kemewahan kecil alias affordable luxury.

Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Juliet Schor dalam bukunya The Overspent American (1998). Kemudian, istilah lipstick effect dikenal luas setelah Leonard Lauder, pewaris Estée Lauder, mencatat peningkatan penjualan lipstik perusahaan tersebut pasca tragedi 9/11.

Tragedi 9/11 merupakan serangan teroris yang mengguncang AS hingga terjadi krisis keuangan global di akhir tahun 2000-an. Lauder juga melaporkan fenomena peningkatan penjualan lipstik setelah resesi tahun 2008.

Di antara semua jenis kosmetik, mengapa lipstik?

ilutrasi lipstik (unsplash.com/@harpersunday)

Pada masa resesi dan tekanan ekonomi lainnya, perempuan cenderung memanjakan diri dengan pembelian yang dapat memberikan peningkatan emosi tanpa harus menguras anggaran. Pilihan mereka biasanya jatuh pada lipstik.

Menurut Schor, ada sensasi menyenangkan ketika belanja di department store yang mahal, kemudian menikmati fantasi sebagai perempuan yang cantik. Ketika merasa cantik, perempuan akan lebih percaya diri untuk meningkatkan penjualan, menghadapi klien, hingga presentasi bisnis demi mempertahankan atau meningkatkan pendapatan selama resesi.

Untuk tampilan sehari-hari, perempuan bisa saja melewatkan tahapan makeup berlapis-lapis seperti primer, foundation, blush on, eyeshadow, hingga maskara yang cenderung lama pemakaiannya. Namun untuk lipstik, pantang dilewatkan begitu saja. Selain mudah dan cepat cara pakainya, lipstik memberikan efek signifikan pada penampilan. Satu pulasan lipstik pada bibir dan wajah pucat pun menjadi lebih bersinar.

Salah satu pertanda resesi

ilustrasi lipstik (unsplash.com/@hungngng)

Tren peningkatan penjualan lipstik dan barang-barang kosmetik lainnya diketahui meningkat tahun ini. Wilhendra Akmam CEO Magpie menyatakan bahwa produk bibir diprediksi akan menghasilkan pendapatan global sebesar 22,17 miliar USD pada 2024, dengan Indonesia menyumbang sekitar 359,3 juta USD.

Peningkatan tersebut tak ayal menimbulkan prediksi resesi. Ketakutan akan resesi ekonomi tampaknya juga dirasakan oleh Australia karena tingginya penjualan barang di area tersebut, sebagaimana dilansir Elle Australia.

Secara resmi, resesi dihitung ketika dua kuartal berturut-turut pertumbuhan ekonomi negatif. Meski begitu, hanya ada sedikit bukti formal yang mendukung lipstick effect, sehingga banyak ekonom enggan menerimanya sebagai indikator resesi yang dapat diandalkan.

Tapi ternyata gak cuma lipstik

Labubu (instagram.com/labubuofficial/)

Lipstik merek mewah digunakan sebagai cara untuk meningkatkan rasa percaya diri di tengah kesulitan ekonomi. Schor menyebutnya sebagai pelarian dari kehidupan sehari-hari yang menjemukan.

Namun, ternyata lipstik bukan satu-satunya. Penjualan barang tersier seperti tiket konser dan boneka Labubu juga melonjak. Sebuah data dari firma pelacak pasar global NPD Group juga menunjukkan adanya peningkatan penjualan wewangian pada masa pandemi, ketika semua orang berlindung di balik masker.

Maka jelas bahwa masyarakat mengalihkan fokus belanja mereka ke barang mewah yang "terjangkau" untuk hiburan di masa sulit. Seperti emotional support, jadilah lipstik, parfum, boneka Labubu, hingga tontonan konser memberikan kepuasan, kebahagiaan, dan rasa percaya diri pada seseorang ketika menghadapi kesulitan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Siantita Novaya
EditorSiantita Novaya
Follow Us