- Pendapatan Bersih: Rp20 juta
- Cicilan KPR: Rp4 juta
- Cicilan Mobil: Rp1,5 juta
- Cicilan Kartu Kredit: Rp500 ribu
Total Cicilan = Rp6 juta
Debt Service Ratio: Arti, Fungsi, dan Cara Menghitung Kredit Aman

- Debt service ratio (DSR) adalah indikator penting untuk menilai kemampuan membayar cicilan pinjaman, semakin kecil persentasenya, semakin besar peluang pengajuan pinjaman diterima.
- Batas aman DSR berada di kisaran 30-40 persen, jika lebih tinggi, risiko gagal bayar meningkat dan perlu menunda pengajuan pinjaman atau melunasi utang sebelumnya.
- DSR menjadi salah satu indikator terpenting yang digunakan bank atau lembaga pembiayaan sebelum menyetujui pinjaman, membantu kita merencanakan pinjaman dengan lebih cerdas dan menghindari risiko gagal bayar.
Banyak dari kita yang bermimpi memiliki rumah, mobil, atau modal usaha tanpa harus menguras tabungan. Namun, begitu mengajukan pinjaman ke bank atau lembaga pembiayaan, pengajuan bisa saja ditolak dengan alasan yang sering membuat bingung. Nah, salah faktor penentu penilaian adalah debt service ratio atau DSR.
Debt service ratio adalah perbandingan antara jumlah cicilan bulanan dengan pendapatan bersih yang kita peroleh setiap bulan. Metrik ini menjadi kunci bagi bank dalam menilai apakah kita mampu membayar pinjaman dengan lancar atau justru berisiko gagal bayar. Karena itulah, memahami DSR jadi langkah awal agar pengajuan pinjaman kita lebih mudah disetujui, lho. Yuk, simak uraian agar kamu semakin memahami DSR!
1. Apa itu debt service ratio dan mengapa penting untuk kita?

Mari kita mulai dari dasar. Debt service ratio adalah indikator yang digunakan oleh lembaga keuangan, bank, hingga perusahaan fintech untuk menilai kemampuan kita membayar cicilan pinjaman. Semakin kecil persentasenya, semakin besar peluang pengajuan pinjaman kita diterima.
Mengapa penting? Karena DSR memberi gambaran seberapa sehat kondisi finansial kita. Jika porsi penghasilan yang digunakan untuk cicilan terlalu besar, risiko gagal bayar pun meningkat. Bank tentu akan lebih berhati-hati dalam menyetujui pinjaman. Artinya, mengetahui nilai DSR membantu kita merencanakan pinjaman dengan lebih bijak.
2. Ketahui berapa persen debt service ratio yang aman

Mungkin kita bertanya-tanya, “Berapa sih DSR yang wajar?” Jawabannya, umumnya lembaga pembiayaan menetapkan batas aman di kisaran 30–40 persen.
Jika DSR kita berada di bawah angka ini, peluang mendapatkan pinjaman akan lebih besar. Namun, jika persentasenya lebih tinggi, ini sinyal bahwa beban utang kita terlalu berat. Kita mungkin perlu menunda pengajuan pinjaman baru atau melunasi sebagian utang yang ada sebelum mengajukan pinjaman berikutnya. Dengan begitu, kondisi keuangan tetap sehat dan kita gak terjebak dalam gali lubang tutup lubang, deh.
3. Fungsi debt service ratio bagi pengajuan kredit kita

DSR bukan sekadar angka di atas kertas, lho. Angka ini menjadi salah satu indikator terpenting yang digunakan bank atau lembaga pembiayaan sebelum menyetujui pinjaman kita. Dengan memahami fungsinya, kita bisa merencanakan pinjaman dengan lebih cerdas dan menghindari risiko gagal bayar. Berikut beberapa fungsi utama DSR yang perlu kita pahami:
1. Menilai kemampuan bayar kita secara objektif
Perhitungan DSR memberi gambaran seberapa besar porsi pendapatan yang digunakan untuk membayar cicilan. Dengan begitu, lembaga keuangan bisa memastikan kita masih memiliki cukup ruang untuk kebutuhan hidup setelah membayar cicilan. Hal ini penting agar kita gak terjebak dalam beban utang yang terlalu berat.
2. Menentukan kelayakan pengajuan pinjaman
Bank menggunakan DSR sebagai salah satu syarat utama untuk menyetujui atau menolak pengajuan pinjaman. Jika nilai DSR kita berada di kisaran aman, peluang persetujuan pinjaman akan jauh lebih besar. Sebaliknya, jika terlalu tinggi, pengajuan bisa ditolak atau nominal pinjaman disesuaikan agar lebih sesuai dengan kemampuan bayar kita.
3. Menjadi acuan dalam menetapkan jumlah pinjaman
DSR membantu menentukan berapa besar jumlah pinjaman yang bisa kita ambil tanpa membahayakan kesehatan finansial. Lembaga pembiayaan biasanya akan menyesuaikan plafon kredit berdasarkan nilai DSR yang kita miliki. Dengan begitu, kita hanya menerima pinjaman sesuai kemampuan bayar, bukan melebihi batas.
4. Mengurangi risiko kredit macet
Dengan memperhitungkan DSR sebelum memberikan pinjaman, bank bisa menurunkan risiko kredit macet atau gagal bayar. Hal ini menguntungkan kedua belah pihak, jadi kita gak terbebani cicilan terlalu besar, dan bank gak mengalami kerugian akibat pinjaman bermasalah. DSR yang sehat berarti hubungan kreditur dan debitur lebih terjaga.
5. Membantu kita merencanakan keuangan pribadi
Selain bermanfaat bagi bank, DSR juga berguna bagi kita untuk menilai kesehatan finansial. Dengan mengetahui DSR, kita bisa memutuskan kapan waktu yang tepat mengambil pinjaman baru, berapa nominal yang aman, dan bagaimana mengatur keuangan agar cicilan tetap terkendali. Ini membuat kita lebih bijak dalam mengambil keputusan finansial, kan?
4. Bedakan DSR dengan DSCR agar gak salah kaprah

Banyak orang mengira DSR dan DSCR adalah hal yang sama. Padahal keduanya memiliki konteks dan penggunaan yang berbeda, meski sama-sama mengukur kemampuan bayar utang, lho. Agar kita gak salah kaprah, mari kita bedah perbedaan keduanya secara rinci berikut ini:
1. Perbedaan dari sisi subjek yang dinilai
DSR (Debt Service Ratio) biasanya digunakan untuk menilai kemampuan bayar individu atau rumah tangga. Ini penting saat kita mengajukan pinjaman pribadi seperti KPR, kredit kendaraan, atau pinjaman konsumtif. Sementara DSCR (Debt Service Coverage Ratio) lebih umum digunakan oleh perusahaan atau badan usaha untuk menilai kemampuan arus kas mereka melunasi kewajiban utang.
2. Perbedaan rumus yang digunakan
Rumus DSR adalah perbandingan antara total cicilan bulanan dengan pendapatan bersih bulanan individu. Sedangkan rumus DSCR membandingkan arus kas operasi perusahaan dengan total kewajiban pembayaran utang selama periode tertentu. Perbedaan ini membuat DSCR memberi gambaran lebih luas tentang kemampuan bisnis menghasilkan uang untuk membayar cicilan.
3. Perbedaan tujuan perhitungan
Tujuan perhitungan DSR adalah melihat seberapa sehat kondisi finansial seseorang dan memastikan porsi cicilan gak membebani penghasilan. Sebaliknya, perhitungan DSCR bertujuan membantu investor, kreditur, atau manajemen perusahaan menilai kelayakan usaha dan risiko gagal bayar. Dengan DSCR, pemilik bisnis bisa menentukan strategi untuk memperbaiki arus kas agar lebih stabil.
4. Perbedaan ambang batas aman
Ambang batas DSR yang aman untuk individu umumnya berada di kisaran 30–40 persen dari pendapatan bulanan. Jika melebihi angka tersebut, bank biasanya akan menolak pengajuan pinjaman atau meminta pengurangan jumlah pinjaman. Sementara untuk DSCR, ambang batas yang dianggap sehat biasanya di atas 1,0 yang berarti arus kas cukup untuk melunasi utang.
5. Perbedaan implikasi bagi pengambilan keputusan
Jika nilai DSR terlalu tinggi, individu biasanya harus melunasi sebagian utang atau menambah pendapatan agar pinjaman bisa disetujui. Namun, jika nilai DSCR rendah, perusahaan mungkin harus meningkatkan pendapatan, mengurangi biaya, atau mencari restrukturisasi utang. Kedua metrik ini sama-sama penting tetapi digunakan pada tingkat yang berbeda , yaitu personal dan bisnis.
5. Cara menghitung debt service ratio dengan mudah

Menghitung DSR sebenarnya gak serumit yang dibayangkan, kok. Rumusnya sederhana:
DSR = (Total Cicilan Utang Bulanan ÷ Pendapatan Bersih Bulanan) x 100 persen
Pendapatan bersih berarti penghasilan yang kita terima setiap bulan setelah dipotong pajak, BPJS, dan potongan lainnya. Sedangkan cicilan mencakup semua kewajiban bulanan, termasuk KPR, kredit kendaraan, cicilan gadget, kartu kredit, hingga paylater. Menghitung DSR dengan benar membantu kita memahami batas kemampuan finansial dan menghindari risiko gagal bayar.
Mari kita lihat beberapa contoh nyata:
Contoh 1 – DSR Aman (30 persen)
Perhitungan:
DSR = (Rp6 juta ÷ Rp20 juta) x 100 = 30 persen
Hasil ini masih dalam kategori aman. Artinya, hanya 30 persen dari penghasilan yang dipakai untuk membayar utang. Peluang pengajuan pinjaman baru disetujui bank cukup besar.
Skenario 2 – DSR Mulai Mengkhawatirkan (45 persen)
- Pendapatan Bersih: Rp15 juta
- Cicilan KPR: Rp4,5 juta
- Cicilan Mobil: Rp1,5 juta
- Cicilan Renovasi Rumah: Rp750 ribu
Total Cicilan = Rp6,75 juta
Perhitungan:
DSR = (Rp6.750.000 ÷ Rp15.000.000) x 100 persen = 45 persen
Hasil ini di atas batas umum (30–40 persen). Kondisi ini membuat bank lebih berhati-hati. Jika kita tetap mengajukan pinjaman baru, kemungkinan besar akan diminta menurunkan nominal pinjaman atau melunasi sebagian cicilan yang ada terlebih dahulu.
Contoh 3 – DSR Sangat Tinggi (60 persen)
- Pendapatan Bersih: Rp10 juta
- Cicilan KPR: Rp3,5 juta
- Cicilan Mobil: Rp2 juta
- Cicilan Gadget: Rp500 ribu
Total Cicilan = Rp6 juta
Perhitungan:
DSR = (Rp6 juta ÷ Rp10 juta) x 100 persen = 60 persen
Ini sudah masuk kategori berisiko tinggi. Artinya, lebih dari setengah penghasilan habis untuk membayar cicilan. Jika terus berlanjut, keuangan rumah tangga bisa terganggu karena dana darurat dan kebutuhan sehari-hari jadi gak cukup.
Dengan melihat tiga skenario ini, kita bisa menilai posisi keuangan pribadi, kan. Idealnya, jagalah DSR tetap di bawah 40 persen agar lebih leluasa mengatur pengeluaran, memiliki tabungan, dan terhindar dari stres finansial.
Pada akhirnya, debt service ratio adalah salah satu kunci utama yang menentukan apakah pinjaman kita disetujui atau ditolak. Memahami cara menghitungnya membantu kita membuat keputusan finansial yang lebih bijak. Jadi, sebelum mengajukan pinjaman berikutnya, pastikan kita menghitung DSR terlebih dahulu agar masa depan finansial kita lebih terjamin.