Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Dogecoin vs Shiba Inu: Peluang Kaya atau Sekadar Ilusi?

Ilustrasi Dogecoin (freepik.com)
Ilustrasi Dogecoin (freepik.com)
Intinya sih...
  • Valuasi pasar Dogecoin dan Shiba Inu harus melampaui perusahaan terbesar dunia untuk mencetak keuntungan besar.
  • Dogecoin dan Shiba Inu bergantung pada hype pasar tanpa mekanisme pengembalian keuntungan, berisiko kehilangan likuiditas dalam hitungan jam.
  • Dogecoin memiliki keunggulan struktural dengan jalur institusional lebih jelas, sementara Shiba Inu menunjukkan likuiditas yang kian menyusut.

Pernahkah kamu membayangkan jadi jutawan hanya dengan memegang token bergambar anjing lucu? Di dunia kripto, mimpi itu sempat terasa nyata. Dengan harga yang bisa meroket hanya lewat satu cuitan selebriti, keduanya menjelma menjadi simbol kegilaan pasar aset digital. Tapi di tengah hype yang meredup, apakah masih masuk akal berharap kekayaan instan dari meme coin?

Dua nama paling dikenal dalam kategori ini adalah Dogecoin (DOGE) dan Shiba Inu (SHIB), dua token bertema anjing yang selalu mencuri perhatian di setiap musim pasar bullish. Meski keduanya sempat mencetak keuntungan besar dan menghasilkan segelintir investor sukses, fondasi nilai mereka tetap rapuh. Lalu, apakah masih mungkin keduanya mencetak jutawan dari harga saat ini? Simak penjelasannya sebagaimana dilansir Yahoo! Finance.

1. Fakta di balik angka

Ilustrasi investasi (freepik.com)
Ilustrasi investasi (freepik.com)

Untuk mengubah investasi Rp160 juta (setara sekitar 10 ribu dolar AS) menjadi Rp16 miliar (1 juta dolar AS), diperlukan kenaikan harga 100 kali lipat. Dengan harga Dogecoin sekitar 0,22 dolar AS, token ini perlu menyentuh 22 dolar AS untuk mencapai target tersebut.

Mengingat ada lebih dari 150 miliar DOGE beredar, itu berarti valuasi pasar harus melampaui perusahaan-perusahaan terbesar dunia. Saat ini, kapitalisasi pasar Dogecoin berada di kisaran 34 miliar dolar AS—kenaikan ke level tersebut tampaknya sangat tidak realistis.

Sementara itu, Shiba Inu menghadapi tantangan lebih besar. Dengan kapitalisasi pasar sekitar 8 miliar dolar AS, untuk mencapai valuasi Rp13.500 triliun (830 miliar dolar AS), harga per token harus naik ke 0,0014 dolar AS. Untuk proyek tanpa pendapatan nyata atau arus kas, target ini nyaris mustahil dicapai.

2. Minim utilitas, bergantung pada hype

Ilustrasi koin kripto (freepik.com)
Ilustrasi koin kripto (freepik.com)

Dogecoin maupun Shiba Inu tidak memiliki mekanisme pengembalian keuntungan ke pemegang token, seperti fee transaksi atau pendapatan protokol. Keduanya juga tidak punya ekosistem teknologi yang solid. Nilai mereka bergantung pada narasi viral, cuitan selebriti, atau janji pengembangan yang belum terealisasi.

Lonjakan harga memang bisa terjadi, tetapi itu semata didorong oleh sentimen pasar—yang sangat fluktuatif. Ketika euforia berakhir, likuiditas bisa menghilang dalam hitungan jam. Dalam banyak kasus, yang menikmati keuntungan hanyalah investor awal, bukan mereka yang datang belakangan.

Contohnya, investor yang membeli Dogecoin setelah penampilan Elon Musk di SNL pada Mei 2021 harus menunggu tiga tahun untuk kembali ke titik impas. Hal serupa terjadi pada Shiba Inu, di mana lonjakan harga pada Oktober 2021 menciptakan jutawan "sementara" yang akhirnya kehilangan sebagian besar kekayaan kertas mereka.

3. Dogecoin sedikit lebih unggul

Ilustrasi koin kripto (freepik.com)
Ilustrasi koin kripto (freepik.com)

Meski keduanya jauh dari ideal sebagai instrumen investasi, Dogecoin memiliki keunggulan struktural. Bitwise telah memperbarui pengajuan ETF spot DOGE dan kemungkinan mendapat persetujuan dari SEC semakin terbuka.

Grayscale pun telah meluncurkan trust khusus untuk Dogecoin sejak Januari lalu. Produk investasi institusional seperti ini berpotensi menyerap suplai di pasar terbuka dan memungkinkan investor konvensional membeli Dogecoin melalui akun broker, bukan dompet kripto.

Hal ini memberi DOGE peluang lebih besar untuk mencatat lonjakan harga dibanding SHIB. Selain itu, volume transaksi harian Dogecoin yang mencapai lebih dari US$300 juta memberi ruang bagi investor besar untuk masuk tanpa mengguncang harga. Sebaliknya, Shiba Inu menunjukkan likuiditas yang kian menyusut, terutama setelah aktivitas whale merosot 80 persen pada Mei lalu.

4. Apakan layah untuk investasi jangka panjang?

Ilustrasi investasi (freepik.com)
Ilustrasi investasi (freepik.com)

Baik Dogecoin maupun Shiba Inu bukanlah aset layak investasi jangka panjang. Keduanya sangat bergantung pada gelombang euforia pasar. Namun jika tetap ingin memilih salah satunya, Dogecoin punya jalur institusional lebih jelas dan risiko yang sedikit lebih kecil.

Meski demikian, perlu ditegaskan bahwa peluang kehilangan uang jauh lebih tinggi dibanding menjadi kaya mendadak melalui meme coin. Investor sebaiknya tetap melakukan riset mendalam dan mempertimbangkan profil risiko sebelum terjun ke pasar spekulatif ini.

Pada akhirnya, Dogecoin dan Shiba Inu lebih cocok disebut tiket lotre digital ketimbang aset investasi serius. Potensi keuntungan memang ada, tapi disertai risiko yang sangat besar. Jika kamu tetap ingin mencoba peruntungan, pastikan uang yang kamu gunakan adalah dana dingin—bukan harapan masa depan. Dalam dunia meme coin, kadang yang viral bisa melesat… tapi lebih sering, yang tertinggal justru yang rugi besar.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us