4 Indikator Makro yang Bisa Dorong Harga Bitcoin Naik dalam 2 Tahun

- Pertumbuhan suplai uang mendukung aset berisiko seperti Bitcoin.
- Pelemahan Dolar AS mendorong investor mencari aset lindung nilai seperti Bitcoin.
- Imbal hasil obligasi rendah membuat Bitcoin lebih menarik dibandingkan obligasi.
Investasi dalam aset digital seperti Bitcoin semakin menarik perhatian di tengah dinamika ekonomi global. Meski terkenal volatil, aset kripto ini mulai dilihat sebagai instrumen strategis yang bisa mendiversifikasi portofolio sekaligus menawarkan peluang keuntungan jangka menengah hingga panjang. Aset berisiko seperti Bitcoin (BTC) cenderung mengalami kenaikan ketika akses uang lebih mudah, biaya pinjaman rendah, dan likuiditas pasar meningkat. Sebaliknya, ketika kondisi tersebut memburuk, aset ini kerap melepas sebagian keuntungannya.
Saat ini, empat indikator makro utama menunjukkan sinyal positif, menciptakan peluang yang menjanjikan bagi prospek Bitcoin dalam 1–2 tahun ke depan. Ini memberikan momentum bagi investor untuk mempertimbangkan alokasi strategis di portofolio mereka. Berikut empat indikator tersebut sebagaimana dilansir Yahoo! Finance.
1. Pertumbuhan suplai uang

Ketika uang beredar lebih luas, biaya pinjaman rendah, dan rumah tangga memiliki lebih banyak dana, kondisi ini mendukung aset berisiko. Contohnya, suplai uang M2 AS mencapai lebih dari 22,1 triliun dolar pada Juli, naik dari 21,6 triliun dolar pada Maret, dan terus bertambah.
Likuiditas yang tinggi sering membuat aset aman seperti obligasi menjadi mahal, sehingga investor beralih ke aset lebih spekulatif seperti Bitcoin. Penelitian Lyn Alden Investment Strategy menunjukkan arah pergerakan Bitcoin sejalan dengan likuiditas global sekitar 83 persen dari waktu.
2. Dolar AS melemah

Indeks Dolar AS (DXY) saat ini berada di level 98, jauh di bawah puncak 2022 yang mencapai 114,7. Pelemahan nilai dolar ini membuat pinjaman dalam denominasi mata uang AS menjadi lebih mudah diakses dan lebih terjangkau, sekaligus mendorong investor untuk mencari aset yang dapat mempertahankan daya beli mereka.
Dalam kondisi seperti ini, aset seperti Bitcoin dan emas menjadi pilihan menarik karena tidak hanya likuid tetapi juga mampu berfungsi sebagai lindung nilai terhadap inflasi, memberikan kesempatan bagi investor untuk melindungi dan meningkatkan nilai portofolio mereka di tengah ketidakpastian ekonomi global.
3. Imbal hasil obligasi jangka panjang rendah

Imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun kini berada di kisaran 4,2 persen, menurunkan tingkat pengembalian yang diperlukan untuk berinvestasi di aset berisiko. Kondisi ini membuat keuntungan tetap dari obligasi menjadi kurang menarik dibandingkan potensi pertumbuhan yang ditawarkan oleh aset seperti Bitcoin.
Akibatnya, investor cenderung lebih tertarik mengalihkan sebagian modalnya ke instrumen yang berisiko namun menjanjikan imbal hasil lebih tinggi, sekaligus memanfaatkan momentum pasar yang mendukung aset digital ini.
4. Pendapatan disposable riil meningkat

Pendapatan disposable riil masyarakat tercatat naik 0,4 persen pada Juli, memperkuat tren positif yang telah berlangsung sepanjang 2025. Kenaikan ini memberi individu lebih banyak kapasitas untuk berinvestasi dan mendorong kesediaan mengambil risiko lebih tinggi dalam portofolio mereka, termasuk mempertimbangkan aset berisiko seperti Bitcoin.
Meski demikian, tidak semua investor merasakan dampaknya secara langsung, karena tekanan finansial, inflasi, dan biaya hidup yang meningkat masih membatasi kemampuan sebagian masyarakat untuk meningkatkan eksposur mereka terhadap investasi yang lebih agresif.
Mengubah sinyal makro menjadi strategi investasi

Meskipun begitu, kamu tidak harus menunggu keempat indikator menjadi “hijau” dulu untuk mulai membeli Bitcoin. Sejarah menunjukkan bahwa jika tiga atau lebih faktor mendukung likuiditas tinggi, peluang Bitcoin naik dalam 12–24 bulan ke depan cukup besar. Strategi paling aman adalah dollar-cost averaging (DCA), membeli secara berkala untuk mengurangi risiko timing pasar, sambil menyesuaikan alokasi sesuai toleransi volatilitas masing-masing investor.
Perlu diingat, rezim makro yang mendukung tidak akan bertahan selamanya. Ketika inflasi naik atau terjadi resesi yang menurunkan pendapatan, beberapa indikator bisa berubah menjadi bearish. Dalam kondisi tersebut, lebih bijak mengurangi eksposur daripada memaksakan investasi berisiko tinggi.
Alih-alih fokus pada fluktuasi harga harian, perhatikan kondisi likuiditas dan faktor ekonomi yang lebih luas. Ketika aliran modal lancar dan kondisi finansial menguntungkan, kelangkaan Bitcoin cenderung membuat aset ini lebih bernilai. Saat ini, indikator makro menunjukkan prospek yang lebih mendukung kenaikan harga dalam beberapa tahun mendatang.