Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Jelang Sidang KPPU, AFPI Bantah Lakukan Kartel Bunga Pinjol

Konferensi pers Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) soal dugaan kartel bunga pinjol, Rabu (14/5/2025). (IDN Times/Vadhia Lidyana)
Konferensi pers Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) soal dugaan kartel bunga pinjol, Rabu (14/5/2025). (IDN Times/Vadhia Lidyana)
Intinya sih...
  • KPPU memulai sidang dugaan pelanggaran kartel suku bunga di industri fintech P2P lending.
  • AFPI membantah tuduhan praktik kartel, menyatakan batas bunga hanya sebagai upaya mendorong penurunan bunga yang saat itu sangat tinggi.
  • Batas bunga maksimum sudah dicabut dan ditentukan secara individual oleh masing-masing platform berdasarkan risiko dan kesepakatan antara pemberi pinjaman dan peminjam.

Jakarta, IDN Times - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan memulai Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan dugaan pelanggaran kartel suku bunga di industri fintech peer to peer (P2P) lending alias pinjaman online (pinjol).

Adapun pihak yang terlapor ialah 97 perusahaan yang tergabung dalam Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). Perusahaan-perusahaan itu diduga membuat perjanjian penetapan suku bunga yang tidak independen, yakni sebesar 0,8 persen, yang kemudian turun menjadi 0,4 persen pada 2021.

Sekretaris Jenderal AFPI periode 2019-2023, Sunu Widyatmoko memberikan klarifikasi atas tuduhan praktik kartel tersebut.

1. AFPI tak pernah bermaksud seragamkan suku bunga antarplatform pinjol

ilustrasi pinjaman online (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi pinjaman online (IDN Times/Aditya Pratama)

Sunu menegaskan, batas bunga maksimum yang pertama kali diterbitkan dalam Code of Conduct  2018 dan sekarang sudah dicabut serta tidak berlaku lagi, tidak pernah dimaksudkan untuk menyeragamkan harga antar platform, melainkan sebagai upaya mendorong penurunan bunga yang saat itu sangat tinggi—sekaligus membedakan layanan pinjaman legal (Pindar) dari praktik pinjol ilegal yang tidak diawasi.

“Waktu itu, bunga pinjaman daring bisa mencapai di atas 1 persen per hari, bahkan ada yang 2-3 kali lipat. Batas bunga maksimum justru ditujukan agar platform legal tidak ikut-ikutan mengenakan bunga mencekik. Ini bagian dari perlindungan konsumen,” kata Sunu dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Rabu (14/5/2025).

2. Penetapan bunga hanya sebagai batas atas

ilustrasi pinjaman online (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi pinjaman online (IDN Times/Aditya Pratama)

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal AFPI saat ini, Ronald Andi Kasim mengatakan bunga yang ditetapkan adalah batas atas, bukan harga tetap. Pada akhirnya, masing-masing platform menetapkan sendiri bunga yang dikenakan kepada peminjam atau borrower.

Di sisi lain, data Satgas Waspada Investasi (SWI) menunjukkan bahwa antara 2018 hingga 2021, lebih dari 3.600 pinjol ilegal beroperasi tanpa izin dan kerap mengenakan bunga sangat tinggi, tanpa perlindungan bagi peminjam.

“Batas bunga maksimum yang kami buat adalah batas atas, bukan harga tetap. Kenyataannya, ada platform yang menetapkan bunga di bawah batas bunga maksimum, seperti 0,6 persen, 0,5 persen, bahkan 0,4 persen per hari,” ucap Ronald.

Ronald menekankan bahwa bunga ditentukan secara individual oleh masing-masing platform berdasarkan risiko, jenis pinjaman (Multiguna, Produktif, atau Syariah), serta kesepakatan antara pemberi pinjaman (lender) dan peminjam (borrower). Tidak ada paksaan harga seragam dalam praktik industri.

3. Batas bunga maksimum sudah dicabut setelah ada UU P2SK

ilustrasi pinjaman online (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi pinjaman online (IDN Times/Aditya Pratama)

Setelah Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK) disahkan, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan SEOJK No. 19 Tahun 2023 yang secara eksplisit mengatur bunga pinjaman fintech, AFPI segera mencabut batas bunga maksimum tersebut dan menyelaraskan sepenuhnya dengan ketentuan regulator.

Ronald mengatakan, AFPI berkomitmen untuk terus mendukung terbentuknya ekosistem pendanaan digital yang sehat, adil, dan sesuai dengan arah kebijakan OJK.

“Yang kami lakukan adalah bentuk tanggung jawab industri. Kami ingin borrower mendapatkan bunga yang lebih ringan, tanpa menurunkan minat lender yang menyalurkan dana. Karena kalau bunga ditekan terlalu rendah, risiko tidak sebanding, dan lender akan pergi. Justru borrower yang akan kesulitan akses dana,” ucap Ronald.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
Vadhia Lidyana
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us