Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
[PUISI] Bait-Bait Pecundang

ilustrasi tatap dan angan (unsplash.com/@brandsandpeople)
Ning, aku ingin mengadu ke dalam
pergumulan matamu.
Lebih lama lagi sampai kau menutup
mata selama-lamanya.
Ning, lagi dan lagi
aku ingin menyayat sepi
dalam pupilmu.
Aku ingin merengkuh
tubuhmu yang diam-diam ringkih.
Sekali lagi,
kuingin muram durjamu
kelak kau bagi.
Aku ingin hanya akulah
yang terpilih.
Tidak!
Tampaknya aku terlena.
Banyak pinta tanpa tahu diri
bahwa akulah si bahlul.
Benar, akulah pecundang
di balik tunduk.
Enggan menelanjangkan diri yang
sebenar-benarnya.
Sudah kutahu mata adalah utusan hati.
Namun, tidak seperti itu.
Rupanya, mataku sama
dungunya dengan otakku.
This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Editor’s Picks
Editorial Team
EditorSella Septia
Follow Us