[CERPEN] Kimi no Soba de: Berada di Sisimu #1

#1 Awal Mula
Pagi yang cerah dengan semerbak bunga sakura di pucuk-pucuk pohon, Kiyomi menyusuri jalan kecil dengan sepedanya. Ia mengayuh sepedanya sekuat tenaga. Sepuluh menit lagi bel sekolah berbunyi tapi ia belum sampai setengah perjalanan. Sepanjang perjalanan di kanan-kiri jalan terlihat bunga-bunga sakura bermekaran indah. Dua minggu setelah musim ajaran baru masih diiringi oleh mekarnya bunga-bunga sakura putih dan merah muda yang cantik, Kiyomi selalu menyukai momen ini.
Akhirnya ia tiba di kotogakko[1]. Ia melirik arlojinya. Beberapa menit lagi bel masuk berbunyi. Dengan sigap ia segera memarkirkan sepedanya tepat di bawah pohon sakura yang penuh dengan bunga. Saat ia ingin bergegas lari menuju kelasnya, sepersekian detik kemudian seorang anak laki-laki hampir menabrak dirinya dengan sepeda yang bermodel sama dengan milik Kiyomi. Tidak ingin memperpanjang waktu, Kiyomi segera bergegas ke kelasnya.
Tadinya anak laki-laki itu ingin menolong Kiyomi dan meminta maaf. Namun, ia mengurungkan niatnya saat Kiyomi dengan acuh bergegas pergi. Anak laki-laki itu kemudian memarkirkan sepedanya tepat di samping sepeda Kiyomi.
Sementara itu, Kiyomi dengan nafas terengah-engah sampai tepat di depan pintu kelas saat bel masuk berbunyi.
“Syukurlah,” ia menaruh tasnya di bangku sebelah jendela.
“Kiyomi-chan[2],” panggil Hana, teman sebangku Kiyomi.
“Ya?” Kiyomi menoleh dengan senyuman seperti biasanya.
“Hari ini kau datang lebih siang dari biasanya.”
“Eh, iya ya? Kau tahu, tadi pagi aku mencari sepasang kaus kakiku yang hilang secara misterius, Hana! Dan kau tahu, aku mencarinya sampai sudut-sudut rumah.”
“Lalu bagaimana kau bisa menemukannya?”
“Ternyata masih di dalam sepatuku. Kupikir kaus kaki ini sudah ikut ku laundry, ternyata belum. Hana, jangan beri tahu siapapun kalau kaus kakiku belum kucuci selama seminggu ya,” Kiyomi menajamkan tatapannya pada Hana sementara itu Hana berusaha menahan tawa.
“Dasar kau ini ceroboh sekali!” Hana akhirnya tertawa karena tak bisa menahannya lagi. Namun, tawa itu terhenti ketika sensei[3] masuk ke dalam kelas.
***
Kiyomi dan Hana menghabiskan istirahat siang di kantin. Seperti biasa Kiyomi membawa roti berlapis selai cokelat dan blueberry kesukaannya. Sedangkan Hana membawa bento[4] yang berisikan nasi serta Ebi[5] yang sepaket dengan mayoneise. Mereka saling bertukar makanan dengan tertawa riang.
“Kau... bukankah kau perempuan yang hampir kutabrak pagi tadi?” tanya seorang anak laki-laki yang membuat Kiyomi dan Hana berhenti tertawa.
Kiyomi mengangkat wajahnya. Ia menyipitkan matanya sambil berpikir apa yang terjadi tadi pagi. “Ah... rupanya kau.”
Hana hanya sibuk bergantian melihat tingkah mereka berdua. Lalu, ia memberanikan bertanya. “Ano hito wa dare desu ka, Kiyomi-chan?[6]”
“Ah, ini orang yang tadi pagi hampir menabrakku, Hana. Aku sampai lupa kejadian tadi karena terburu-buru pergi ke kelas.” Kiyomi kembali memandang anak laki-laki itu.
“Aku minta maaf. Tadi, aku tidak sengaja. Kenalkan, aku Takata Kenichi kelas I-A.” Anak laki-laki yang bernama Kenichi itu tesenyum manis sambil melakukan ojigi.
“Tidak apa-apa, Kenichi-kun[7],” ujar Kiyomi. “Aku Yutaka Kiyomi kelas I-B dan ini teman sebangku ku, Kazuki Hana. Aku jarang melihat kau di koridor kelas.”
“Yaa, aku memang jarang keluar kelas, Kiyomi.”
“Bergabunglah makan bersama kami, Kenichi-kun.” Hana menyahut.
Kenichi lalu mengangguk dan meletakkan bento nya di meja. Sejak saat itu, mereka bertiga selalu menghabiskan jam makan siang bersama.
***
Matahari terasa terik pada musim semi tahun ini. Kiyomi menutupi matanya dengan tangan kanannya dan berlari ke tempat sepedanya tadi diparkir. Tanpa ba-bi-bu Kiyomi langsung menaiki sepedanya dan mengayuhnya pelan menuju pagar sekolah. Tapi, ada yang aneh. Rasanya sepeda ini lebih tinggi dari biasanya dan bannya terasa empuk sekali seperti tak berangin. Kiyomi berhenti dan memutar otaknya.
“Ah, bukankah ini sepeda Kenichi-kun? Ah, mengapa bisa tertukar. Dou shiyou?!—Aku harus bagaimana?”
Kiyomi tambah panik ketika ternyata ban sepeda Kenichi bocor dan tak bisa digunakan. Ia tak tahu harus bagaimana lagi. Lalu, seketika itu Kiyomi melihat Kenichi yang sedang mengayuh sepeda milik Kiyomi 50 meter di hadapannya.
“KENICHI TUNGGU, HEI TUNGGU! BERHENTI KAU!” Kiyomi mengeluarkan seluruh tenaganya untuk memanggil Kenichi. Seketika itu juga Kenichi berhenti dan menatap ke arah Kiyomi dengan raut kebingungan.
“Hei kau, kemarilah! Cepat!”
Dengan keadaan yang masih bingung, Kenichi berbalik mengayuh sepedanya dan menghampiri Kiyomi yang sedang panik.
“Ada apa, Kiyomi?”
“Hei, kau. Lihatlah, sepeda kita tertukar!”
“Hontou?[8]” Kenichi segera memeriksa sepeda yang dipegang oleh Kiyomi, kemudian memeriksa ban belakangnya yang bocor.
“Bagaimana aku bisa menaikinya jika ban nya bocor seperti ini, Kenichi?”
“Gomen ne[9], Kiyomi. Baiklah, bawalah sepedamu dan aku akan membawa sepedaku ke bengkel.”
“Bukankah bengkel lumayan jauh dari sini? Biarkan aku menemanimu.”
“Tidak usah, Kiyomi. Pulanglah, aku bisa sendiri.”
“Aku akan menemanimu. Bukankah hal yang dilakukan sendirian akan terasa membosankan?”
Kenichi hanya tersenyum sambil menuntun sepedanya. Kiyomi merasa tidak enak jika harus mengayuh sepedanya, jadi ia menuntun sepedanya di samping Kenichi. Mereka saling membicarakan banyak hal. Ternyata mereka memiliki beberapa kesamaan hobi yaitu berkunjung ke toko buku. Hanya, di sisi lain Kiyomi suka menulis sebuah cerita dan Kenichi hanya menyukai mengoleksi dan membaca karangan-karangan buku.
Ternyata benar, perjalanan akan terasa menyenangkan jika dilakukan bersama-sama. Mereka akhirnya sampai di depan bengkel itu. Namun sayangnya, bengkel itu hampir tutup.
“Sayang sekali nak, kami hampir tutup. Kalian bisa menitipkan sepeda kalian disini dan mengambilnya esok.” Seorang paman yang mengenakan kaos putih kumal itu muncul dari balik etalase bengkel.
“Tapi... bagaimana saya bisa pulang?” Kenichi menghembuskan napasnya. Kecewa.
“Kenichi, kan ada sepedaku. Kita pulang bersama-sama saja, bagaimana?” Kiyomi menyahut dari belakang.
“Itu ide bagus. Pulanglah dengan temanmu ini, dan besok pagi kau bisa mengambilnya disini. Oke?” Paman itu tertawa.
“Baiklah paman, kami pulang dulu.” Kenichi kemudian memarkirkan sepedanya dan membungkukan badannya kepada paman pemilik bengkel tersebut seraya melangkah pulang.
“Kenichi, kau duduk di depan dan aku duduk di belakang.” Kiyomi memberikan sepedanya pada Kenichi.
Kenichi mengangguk dan mulai mengayuh sepedanya. Ternyata rumah mereka searah. Sambil memandangi senja di ufuk barat dan kelopak-kelopak sakura yang bermekaran, Kiyomi memejamkan matanya lalu mengulurkan tangan kananya, membiarkan angin sore berhembus melewati sela-sela jarinya. Ingatlah perasaan ini.
Kiyomi baru mengenal Kenichi pada hari ini. Namun, rasanya mereka telah saling mengenal sejak dahulu. Ada banyak kesamaan yang mereka miliki. Layaknya Hana yang selalu mengerti isi hati Kiyomi, Kenichi pun mengerti apa yang Kiyomi rasakan.
“Apakah ini kali pertamamu menaiki sepeda di bagian belakang, Kiyomi?”
Kiyomi membuka matanya. “Ah, kau benar Kenichi. Sebelumnya aku selalu bersepeda sendirian. Walau terkadang aku dengan Hana tapi Hana selalu duduk di bagian belakang.”
“Tapi omong-omong, kau cukup berat, ya?” Kenichi tertawa.
“Hei kau bilang apa?” Kiyomi memukul pundak Kenichi dengan sedikit kesal.
Kenichi mengayuh sepedanya dengan semangat. Mereka berceloteh panjang lebar sepanjang perjalanan seperti di lorong waktu, segalanya terasa lebih cepat. Apapun yang Kiyomi bicarakan, Kenichi selalu punya tanggapan sendiri untuk pembicaraan Kiyomi, juga sebaliknya.
Langit mulai gelap tapi masih ada secarik senja yang menghiasi kota ini. Jalan bebatuan ini, bunga sakura, senja dan Kenichi. Segalanya terasa lebih baik. Dan begitulah hari ini berakhir.
***
Hari demi hari berlalu, bulan demi bulan berlalu. Hari ini tepat sudah 2 hari Kiyomi dan Hana tidak makan siang bersama dengan Kenichi. Bukan karena tidak ingin, tetapi mereka sudah 2 hari ini tidak bertemu dengan Kenichi. Teman-teman sekelasnya Kenichi bilang, Kenichi tidak masuk sekolah dengan izin ada acara keluarga. Ah, benarkah? Tapi jika benar, hati Kiyomi merasa tenang—juga rindu.
Hari berikutnya pun sama, Kenichi belum juga muncul. Kiyomi makin khawatir dengan apa yang sebenarnya terjadi. Tiga hari acara keluarga? Apa itu benar?
Saat pulang sekolah ia memutuskan mengunjungi rumah keluarga Takata, tempat Kenichi tinggal. Rumahnya terlihat sepi. Berulang kali Kiyomi menekan bel, tapi tidak ada tanggapan. Lalu, Kiyomi memutuskan pulang.
Semalaman, Kiyomi merasa gusar. Hatinya bertanya-tanya kemanakah Kenichi? Mengapa ia menghilang disaat rindu-rindunya?
Kiyomi kemudian memeriksa ponselnya, ternyata ada 2 pesan masuk—dari Kenichi.
Kenichi : Kiyo. Jangan mencari-cari aku. Aku baik-baik saja.
Kenichi : Besok kita pasti bisa bertemu.
Kiyomi bernapas lega. Ia menghapus segala pikiran buruknya. Senyumnya pun mulai mengembang.
Kenichi, kau tahu? Kau membuatku rindu siang malam! Walaupun sebenarnya aku tahu ini urusanku dan kau tidak salah apa-apa. Kau tidak melakukan apa-apa saja aku rindu, apalagi kau melakukan sesuatu yang sepesial. Kenichi, Aitakatta![10]
***
[1] Sekolah Menengah Atas
[2] Panggilan akrab
[3] Guru
[4] Kotak makan
[5] Udang goreng
[6] Orang itu siapa?
[7] Sebutan untuk anak laki-laki yang sebaya
[8] Sungguh?
[9] Maaf ya
[10] Ingin Bertemu Denganmu