[CERPEN] Satu Panggilan Telepon

Raya terbangun mendengar suara telepon genggamnya berbunyi. Jam sudah menunjukan pukul 2 pagi.
Wanita manis berkulit sawo matang itu mengerutkan keningnya karena suara panggilan di tengah tidur nyenyaknya.
Satu nama yang dia kenal ada di layar telepon genggamnya.
"Raya." Dia jawab telepon itu, karena sudah terlanjur terbangun.
"Kok belum tidur?" Suara seorang pria di seberang sana bertanya.
Raya menarik nafasnya. "Aku tidur dan kebangun gara-gara teleponmu." Raya bilang, masih dengan nada mengantuk. "Kamu ngapain jam segini sih?" Raya tanya.
Raya mendengar tawa kecil dari pria itu, "Ga tau." Rawa bilang. "Aku cuma pengen denger suara kamu." Lanjutnya.
Raya tersenyum mendengar jawaban itu, dia selalu senang ketika Rawa sedang bersikap manis seperti ini, jarang terjadi tapi ketika dia melakukannya, Raya merasa ada kupu-kupu di perutnya.
"Kamu mabuk ya Rawa?" Raya bertanya, karena mungkin cuma itu alasan yang membuat Rawa mengatakan isi hatinya dengan lantang tanpa ragu-ragu.
"Hm, dikit." Rawa bilang, tapi Raya tau kalo Rawa jelas sudah mabuk berat sekarang.
"Dimana?" Raya tanya. "Bisa pulang?"
"Aku nunggu taksi." Dia bilang. "Aku bisa pulang, ga usah khawatir." Rawa meyakinkan Raya.
Raya senyum, dia pindah posisi tidurnya. Menghadap ke jendela dan gordennya yang sedikit terbuka memperlihatkan cahaya bulan yang bersinar cukup terang malam itu.
"Aya." Rawa memanggil dengan nama kecilnya, panggilan yang selalu dia sukai ketika keluar dari bibir Rawa, begitu lembut dan hangat.
"Kenapa?"
"Kangen." Rawa bilang.
Raya mau tidak mau tersenyum mendengarnya. "Kamu beneran mabuk ya Rawa?" Raya kembali memastikan. Karena pria itu kembali mengungkapkan perasaannya tanpa berbelit-belit. Hal yang tidak akan dia lakukan ketika sedang dalam keadaan sadar.
"Mungkin. Boleh ke rumah kamu bentar ga? Ketemu sebentar aja deh, aku bawain kue kesukaan kamu juga." Rawa bilang, tapi terdengar lebih ke memohon.
"Ga perlu, pulang aja ya." Raya menghela nafasnya, kantuknya mulai kembali datang.
"Pacar aku baik banget deh. Aku ga apa-apa kok, ga usah khawatir. Ini aku udah di taksi, mau ke tempat kamu. Tunggu ya sayang." Rawa bilang, ada nada ceria disana.
"Rawa." Raya manggil dia pelan dan lembut.
"Ya sayang?" Rawa jawab.
"Pulang aja ya. Bawa pulang kuenya ke rumah buat sarapan besok, kamu pasti mabuk berat kan?" Raya kasih saran.
"Aku cuma mau kasih kue aja deh, sama liat pacar aku terus pulang. Boleh ya?" Rawa memohon.
Raya menghela nafasnya berat. Dia tau Rawa lagi mabuk tapi dia harus meluruskan ini. "Rawa, kita udah putus." Raya bilang dan menutup teleponnya.
Di lain sisi Rawa dengan kesadaran penuh berdiri di bawah lampu penerang jalan melihat layar telepon genggamnya.
"Iya Raya, aku tau kita udah putus tapi aku kangen banget sama kamu." Rawa bergumam sendiri sembari memandang jendela kamar Raya di lantai dua, berharap bisa menemukan sosoknya walaupun hanya bayangan dari balik jendela, tapi kamar itu gelap, segelap harapannya untuk kembali bersama dengan wanita itu.