Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Apa Itu Salami yang Sering Jadi Topping Pizza?

apa itu salami (unsplash.com/Jez Timms)
apa itu salami (unsplash.com/Jez Timms)

Salami bukan sekadar irisan daging di atas pizza atau isian dalam sandwich. Kehadiran salam dalam dunia kuliner punya cerita panjang, teknik pengolahan unik, hingga rasa khas yang tak bisa disamakan dengan olahan daging lainnya.

Dari tampilannya saja, salami sudah mampu membangkitkan rasa penasaran apa sebenarnya yang membuatnya begitu digemari di berbagai belahan dunia? Berikut lima fakta tentang salami.

1. Salami terbuat dari daging fermentasi

ilustrasi salami (unsplash.com/Wesual Click)
ilustrasi salami (unsplash.com/Wesual Click)

Salami merupakan salah satu jenis olahan daging yang dibuat dengan melalui proses fermentasi dan pengeringan. Proses ini bukan sekadar teknik pengawetan tradisional, melainkan juga cara untuk membangun cita rasa khas yang tidak ditemukan pada produk daging segar. Biasanya, salami dibuat dari daging babi, namun di beberapa negara juga tersedia versi sapi, ayam, hingga kalkun semuanya tergantung pada budaya dan kebutuhan konsumen. Daging ini dicampur dengan lemak, garam, rempah, dan starter bakteri sebelum difermentasi dalam kondisi terkontrol.

Setelah melalui fermentasi, salami dikeringkan selama beberapa minggu hingga bulan, tergantung jenis dan ketebalannya. Pengeringan tersebut membantu mengurangi kadar air dan meningkatkan masa simpan salami secara natural atau alami. Karena proses pengeringan ini pula, salami tidak harus dimasak sebelum dikonsumsi atau bisa langsung diolah. Namun, rasa dan teksturnya sangat bergantung pada teknik dan bahan yang digunakan selama pengolahan.

2. Salami dikonsumsi sejak zaman kuno

ilustrasi salami (commons.wikimedia.org/Zacharie Grossen)
ilustrasi salami (commons.wikimedia.org/Zacharie Grossen)

Salami bukanlah produk makanan modern. Asal-usulnya bisa ditelusuri jauh ke masa Romawi Kuno dan bahkan sebelumnya. Di masa itu, masyarakat Eropa khususnya di Italia mengembangkan metode mengawetkan daging agar bisa bertahan lama tanpa pendingin. Fermentasi dan pengeringan dipilih sebagai solusi untuk menjaga ketersediaan pangan di musim dingin atau masa kelangkaan makanan.

Setiap daerah punya resep dan versi salaminya sendiri, mencerminkan tradisi serta bahan lokal yang tersedia. Hal ini menjadikan salami tidak hanya sekadar makanan, tapi juga bagian dari warisan budaya kuliner. Bahkan hingga hari ini, salami tetap menjadi simbol dari teknik pengolahan daging yang cerdas dan berkarakter.

3. Salami diproses dengan teknik yang teliti

ilustrasi salami (commons.wikimedia.org/Zacharie Grossen)
ilustrasi salami (commons.wikimedia.org/Zacharie Grossen)

Proses pembuatan salami bukan sesuatu yang bisa dilakukan sembarangan. Ada tahapan teknis yang harus dipatuhi agar hasil akhirnya aman dikonsumsi sekaligus lezat. Mulai dari pemilihan bahan baku, perbandingan lemak dan daging, hingga kontrol suhu dan kelembapan selama fermentasi yang semuanya punya pengaruh besar terhadap kualitas akhir produk. Bahkan kesalahan kecil dalam satu tahap saja bisa membuat salami gagal atau membahayakan kesehatan.

Bakteri baik seperti Lactobacillus atau Pediococcus juga memainkan peran penting dalam fermentasi. Proses ini membutuhkan keahlian dan pengalaman, terutama jika dilakukan secara tradisional tanpa bantuan teknologi modern. Karena itulah, banyak salami artisan dihargai tinggi karena kompleksitas rasa yang dihasilkan.

4. Salami dikonsumsi dalam berbagai cara

ilustrasi charcuterie (unsplash.com/Daniel)
ilustrasi charcuterie (unsplash.com/Daniel)

Salami sangat fleksibel dalam penggunaannya. Salami bisa dinikmati langsung sebagai camilan, menjadi pelengkap antipasto, atau dipakai sebagai topping di berbagai hidangan seperti pizza, pasta, hingga salad. Karakternya yang kuat dan sedikit asin membuatnya cocok menjadi penyeimbang rasa dalam komposisi makanan.

Di beberapa budaya, salami bahkan disandingkan dengan anggur atau keju sebagai bagian dari sajian papan charcuterie.

Selain itu, salami juga sering dijadikan bekal karena ketahanannya yang tinggi. Tanpa perlu dimasak ulang, salami menjadi favorit di kalangan pendaki gunung, pelaut, hingga pelancong. Variasinya yang banyak dari yang pedas, manis, hingga yang berasap membuat salami tidak membosankan dan punya banyak penggemar lintas generasi.

5. Salami menjadi simbol kuliner Eropa

ilustrasi salami (commons.wikimedia.org/Peachyeung316)
ilustrasi salami (commons.wikimedia.org/Peachyeung316)

Tak bisa dipungkiri, salami adalah ikon kuliner Eropa, terutama Italia, Jerman, dan Prancis. Setiap wilayah punya jenis salami khas seperti Genoa, Milano, atau Soppressata yang masing-masing punya cita rasa dan teknik pengolahan tersendiri. Keunikan ini menjadikan salami bukan cuma produk makanan, tetapi juga identitas lokal yang diwariskan turun-temurun.

Di dunia modern, salami tetap mempertahankan eksistensinya. Salami hadir di supermarket global, restoran fine dining, hingga makanan cepat saji. Bahkan kini banyak versi halal dan vegetarian yang dikembangkan untuk menjangkau lebih banyak konsumen. Tapi satu hal yang tetap sama yaitu salami bukan sekadar daging, melainkan hasil perpaduan seni, sains, dan sejarah yang kaya.

Salami mungkin terlihat sederhana di mata awam, tapi di balik irisan daging yang tampak biasa itu, tersembunyi proses panjang dan warisan budaya yang kuat. Dari teknik fermentasi tradisional hingga kehadirannya di meja makan modern, salami adalah contoh sempurna bagaimana makanan bisa menjadi jembatan antara masa lalu dan sekarang. 

Referensi:

"Salami". Britannica. Diakses pada Mei 2025.

"What Is Salami?". World Charcuterie Awards. Diakses pada Mei 2025.

"Salami 101". Olli Salumeria. Diakses pada Mei 2025.

 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febrianti Diah Kusumaningrum
EditorFebrianti Diah Kusumaningrum
Follow Us