6 Tips Lari agar Tidak Cepat Capek, Cocok untuk Pemula!

- Gunakan skala RPE untuk mengatur kecepatan. Skala 1–4: pemanasan dan pendinginan. Skala 4–5: bernapas kuat tetapi nyaman. Skala 5–7: lari menantang. Skala 7–9: napas pendek dan terengah-engah. Skala 10: sprint.
- Lakukan pemanasan sebelum berlari, mulailah dengan jalan santai atau joging ringan selama 10–15 menit agar tubuh terbiasa dengan pergerakan.
- Pastikan tubuh mendapatkan asupan energi yang cukup, konsumsi karbohidrat ringan seperti pisang, roti gandum, atau granola sekitar 30–60 menit sebelum berlari.
Banyak pelari pemula merasa cepat lelah dan kehabisan napas hanya beberapa menit setelah mulai berlari. Kalau kamu mengalami hal yang sama, ini tidak hanya berkaitan dengan tingkat kebugaran.
Cara berlari, termasuk kecepatan, teknik pernapasan, dan postur tubuh bisa menjadi penyebab utama kamu cepat lelah. Dengan memperbaiki teknik lari, kamu bisa meningkatkan daya tahan tanpa merasa terlalu cepat kehabisan energi.
1. Gunakan skala RPE untuk mengatur kecepatan
Salah satu alasan utama pelari cepat merasa lelah adalah karena mereka berlari terlalu cepat di awal. Untuk menghindari hal ini, gunakan skala rate of perceived exertion (RPE) sebagai panduan dalam mengatur intensitas lari.
Skala RPE berkisar dari 1 hingga 10, yang mana 1 berarti aktivitas sangat ringan (seperti berjalan santai), sementara 10 mencerminkan usaha maksimal, seperti sprint.
Berikut skala "feels like" (terasa seperti) dan perkiraan denyut jantung:
- Skala 1–4: Sesuai untuk pemanasan dan pendinginan. Kamu akan merasakan sekitar 50–60 persen dari denyut jantung maksimal.
- Skala 4–5: Kamu mulai bernapas kuat tetapi masih nyaman. Kamu akan merasakan sekitar 60–70 persen dari denyut jantung maksimal.
- Skala 5–7: Ini digunakan untuk lari yang menantang dan kamu akan merasakan sekitar 80–90 persen dari denyut jantung maksimal.
- Skala 7–9: Kamu mulai mengambil napas pendek dan terengah-engah. Denyut jantung ada di kisaran 80–90 persen dari denyut maksimal.
- Skala 10: Digunakan untuk sprint dengan denyut jantung bekerja 100 persen dari angka maksimal.
2. Lakukan pemanasan sebelum berlari
Pemanasan sangat penting untuk mempersiapkan otot sebelum aktivitas yang lebih berat, terutama jika kamu berlari saat cuaca dingin. Tanpa pemanasan yang cukup, otot lebih kaku dan berisiko mengalami cedera atau kelelahan lebih cepat.
Mulailah dengan jalan santai atau joging ringan selama 10–15 menit agar tubuh terbiasa dengan pergerakan. Setelah itu, kamu bisa menambahkan drill lari seperti high knee atau butt kick, serta peregangan dinamis seperti lunge dan leg swing.
Pemanasan yang baik tidak hanya mengurangi risiko cedera, tetapi juga membantu kamu berlari lebih efisien tanpa cepat merasa lelah.
3. Pastikan tubuh mendapatkan asupan energi yang cukup

Berlari membutuhkan energi yang berasal dari glikogen, yaitu cadangan karbohidrat di dalam otot. Jika tubuh kekurangan bahan bakar, kamu akan cepat merasa lelah, meskipun dalam kondisi fisik yang baik.
Untuk lari singkat, pola makan harian yang seimbang umumnya sudah cukup. Namun, jika kamu merasa cepat lelah saat berlari, coba konsumsi karbohidrat ringan seperti pisang, roti gandum, atau granola sekitar 30–60 menit sebelum berlari.
Hindari berlari dengan perut kosong, karena kadar gula darah yang rendah bisa membuat tubuh lebih cepat kehabisan tenaga.
4. Monitor intensitas
Saat berlari, penting untuk memantau intensitas kamu. Skala RPE bisa membantu memantau seberapa keras kamu berlari dan menentukan detak jantung.
Selain menggunakan skala RPE, kamu juga bisa memantau intensitas lari dengan detak jantung maksimal (max heart rate/MHR). MHR adalah jumlah detak jantung tertinggi yang dapat dicapai tubuh saat berolahraga.
Cara mudah menghitungnya adalah dengan rumus: MHR = 220 - usia.
Bagi pelari pemula, disarankan untuk menjaga detak jantung sekitar 65 persen dari MHR agar tidak cepat lelah. Seiring dengan meningkatnya daya tahan, kamu bisa secara bertahap meningkatkan intensitas hingga mencapai 85 persen dari MHR. Menggunakan heart rate monitor saat berlari bisa membantu mengetahui kapan harus menyesuaikan kecepatan.
5. Cek postur tubuh dan gunakan napas perut

Tegakkan badan dan hindari membungkuk di bagian pinggang saat berlari agar bisa bernapas lebih efisien dan mencegah kompresi diafragma. Membungkuk akan menurunkan kapasitas paru-paru sekaligus meningkatkan laju pernapasan.
Saat berlari, bernapaslah dari perut, bukan dari dada. Gunakan diafragma untuk mengisi dan mengosongkan paru-paru. Bernapas dari perut memberi paru-paru lebih banyak ruang untuk mengembang dan membantu mencegah nyeri di bagian samping tubuh.
6. Atur pernapasan untuk rileks
Pernapasan yang rileks dan teratur bisa membantu kamu berlari lebih lama tanpa cepat merasa lelah. Saat berlari, tubuh secara alami menyesuaikan pola pernapasan dengan langkah kaki, yang disebut locomotor-respiratory coupling (LRC).
Pola ini terjadi secara alami pada semua mamalia, tetapi manusia memiliki fleksibilitas lebih dalam mengaturnya.
Banyak pelari secara alami mengikuti pola 2:1, yaitu mengambil satu napas setiap dua langkah. Namun, kamu tidak perlu memaksakan pola tertentu. Coba temukan ritme yang paling nyaman bagi tubuh.
Berlari tanpa cepat merasa lelah bukan hanya soal kebugaran, tetapi juga tentang teknik yang tepat. Dengan mengatur kecepatan serta mengatur pernapasan dengan rileks, kamu bisa menikmati lari dengan lebih nyaman dan efisien. Jangan terburu-buru meningkatkan kecepatan atau jarak, biarkan tubuh beradaptasi secara bertahap.
Referensi
Scherr, Johannes, Bernd Wolfarth, et al. “Associations between Borg’s Rating of Perceived Exertion and Physiological Measures of Exercise Intensity.” European Journal of Applied Physiology 113, no. 1 (May 21, 2012).
"How to Run Without Getting Tired". VeryWellFit. Diakses pada Januari 2025.
Helms, Eric R., John Cronin, Adam Storey, and Michael C. Zourdos. “Application of the Repetitions in Reserve-Based Rating of Perceived Exertion Scale for Resistance Training.” Strength and Conditioning Journal 38, no. 4 (May 28, 2016): 42–49.