Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

COVID-19 Bukan Lagi Darurat Kesehatan Global, Apa Artinya?

ilustrasi pandemi COVID-19 (pexels.com/Anna Shvets)

Pandemi COVID-19, yang telah membuat sakit atau membunuh hampir 800 juta orang selama tiga tahun, tidak lagi menjadi darurat kesehatan global atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) untuk COVID-19. Hal ini dinyatakan oleh direktur jenderal Badan Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus pada hari Jumat (5/5/2023).

Meski demikian, ia juga menyampaikan peringatan bahwa COVID-19 masih menjadi ancaman karena masih membunuh seseorang setiap 3 menit.

Mengapa WHO mengakhiri status darurat kesehatan global untuk COVID-19?

ilustrasi pandemi COVID-19 (ANTARA FOTO/M. Risyal Hidayat)

Tedros mengatakan bahwa pandemi telah "dalam tren menurun selama lebih dari setahun, dengan kekebalan populasi meningkat dari vaksinasi dan infeksi." Itu, katanya, telah memungkinkan sebagian besar negara “untuk hidup kembali seperti yang kita kenal sebelum COVID-19,” yang berarti bahwa bagian terburuk dari pandemi telah berakhir, seperti dijelaskan dalam laman WHYY.org.

Tedros mengatakan, selama setahun terakhir, WHO dan para ahli komite daruratnya telah menganalisis data COVID-19 untuk memutuskan kapan waktu yang tepat untuk menurunkan tingkat kewaspadaannya. Pada Kamis (4/5/2023), para ahli merekomendasikan kepada Tedros bahwa COVID-19 tidak lagi memenuhi syarat sebagai keadaan darurat global dan ia menerima saran tersebut.

Apa efeknya?

ilustrasi pasien COVID-19 (ANTARA FOTO/Adeng Bustomi)

Perubahan status ini tidak berdampak apa-apa bagi kebanyakan orang. Klasifikasi ancaman kesehatan sebagai darurat global dimaksudkan untuk memperingatkan otoritas politik bahwa ada peristiwa “luar biasa” yang dapat menjadi ancaman kesehatan bagi negara lain dan memerlukan tanggapan terkoordinasi untuk mengatasinya.

Deklarasi darurat WHO biasanya digunakan sebagai "SOS internasional" untuk negara-negara yang membutuhkan bantuan. Mereka juga dapat mendorong negara untuk memperkenalkan tindakan khusus untuk memerangi penyakit atau mengeluarkan dana tambahan.

Banyak negara telah lama mencabut banyak pembatasan era pandemi.

Apakah COVID-19 masih pandemi?

Seorang warga yang tidak mengenakan masker melintas, di depan mural yang berisi pesan waspada penyebaran virus corona. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Meskipun Tedros mengatakan keadaan darurat virus corona telah berakhir, tetapi ia memperingatkan bahwa virus tersebut akan tetap ada dan ribuan orang terus meninggal setiap minggu.

“Risiko muncul varian baru tetap ada yang menyebabkan lonjakan baru dalam kasus dan kematian,” kata Tedros.

“Maksud dari berita ini adalah saatnya bagi negara-negara untuk beralih dari mode darurat ke penanganan COVID-19 bersama dengan penyakit menular lainnya,” lanjutnya.

Pada April 2023, ada hampir 3 juta kasus dan lebih dari 17.000 kematian dilaporkan, termasuk lonjakan di Asia Tenggara dan Timur Tengah.

Jadi, kapan pandemi COVID-19 akan berakhir?

ilustrasi situasi di toko peralatan saat pandemi COVID-19 (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Kepala kedaruratan WHO Dr. Michael Ryan mengatakan bahwa virus corona masih menjadi ancaman kesehatan masyarakat dan evolusi lanjutannya masih dapat menyebabkan masalah di masa depan.

Ia mengatakan bahwa butuh waktu puluhan tahun untuk virus pandemi tahun 1918 menghilang. Ia merujuk pada flu Spanyol yang diperkirakan telah menewaskan sedikitnya 40 juta orang.

“Pandemi baru benar-benar berakhir ketika pandemi berikutnya dimulai,” katanya.

Ryan mengatakan bahwa sementara COVID-19 akan terus menyebar di antara orang-orang untuk waktu yang sangat lama, hal itu terjadi pada tingkat ancaman yang lebih rendah sehingga tidak memerlukan tindakan luar biasa untuk mengekang penyebaran virus.

Indonesia sendiri sebelumnya sudah bersiap bertransisi dari pandemi ke endemi dengan berkonsultasi dengan WHO. WHO menyampaikan bahwa persiapan Indonesia dipandang baik dalam menghadapi transisi pandemi ke endemi, menurut rilis Kemenkes pada 6 Mei 2023.

“Kami telah berkonsultasi dengan Dirjen WHO dan tim WHO baik di Jenewa dan Jakarta untuk Indonesia mempersiapkan transisi pandemi beberapa waktu lalu sebelum pencabutan status PHIEC diumumkan WHO,” kata Juru Bicara Kemenkes dr. Mohammad Syahril.

Kendati status kegawatdaruratan pandemi sudah dicabut, pemerintah tetap mengedepankan kesiapsiagaan dan kewaspadaan. WHO juga menegaskan perlunya masa transisi untuk penanganan COVID-19 jangka panjang.

Di antaranya dengan surveilans kesehatan di masyarakat dan kesiapsiagaan fasilitas kesehatan dan obat-obatan, serta mempersiapkan kebijakan kesehatan lainnya, sebagai upaya ketahanan kesehatan nasional dan kesiapsiagaan atas kemungkinan adanya pandemi di masa mendatang.

Apakah kita masih perlu melakukan pencegahan COVID-19?

ilustrasi vaksin (IDN Times/Aditya Pratama)

Jawabannya, ya. Virus akan tetap ada dan kita tetap dianjurkan untuk mendapatkan vaksinasi, termasuk dosis penguat jika telah tersedia dan memenuhi syarat.

Kemenkes mengimbau agar masyarakat tetap memperhatikan dan menjalankan protokol kesehatan. Upaya vaksinasi juga terus dijalankan terutama untuk meningkatkan perlindungan bagi kelompok masyarakat yang paling berisiko.

Pemerintah terus mempersiapkan langkah langkah pencabutan status pandemi sesuai dengan Strategi Kesiapsiagaan dan Respons COVID-19 2023-2025 yang telah disiapkan oleh WHO sebagai pedoman negara-negara. Dirjen WHO menyampaikan persiapan Indonesia dipandang baik dalam menghadapi transisi dari pandemi ke endemi.

“Virus COVID-19 masih ada di sekitar kita, sehingga masyarakat harus tetap waspada. Kelompok lansia dan pasien dengan penyakit penyerta masih memiliki risiko paling tinggi, sehingga vaksinasi harus tetap dilakukan,” jelas dr. Syahril

Pemerintah juga mengapresiasi seluruh elemen masyarakat, termasuk para tenaga kesehatan, yang telah bekerja keras dan berkorban tanpa kenal lelah menghadapi pandemi COVID-19.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nurulia R F
EditorNurulia R F
Follow Us