Benarkah Ikan Asin Dapat Menyebabkan Kanker Nasofaring?

- Penyebab pasti kanker nasofaring masih belum diketahui, tetapi para peneliti menyebut beberapa faktor risiko yang meningkatkan risiko seseorang terkena kanker nasofaring, salah satunya konsumsi ikan yang diasinkan.
- Mekanisme yang mungkin mengenai kaitan antara konsumsi ikan yang diasinkan dengan risiko kanker nasofaring adalah pembentukan senyawa N-nitroso dalam tubuh dan/atau pembentukan senyawa tersebut karena proses yang dilakukan pada ikan, yang menyebabkan adanya reaksi antara amine dalam ikan dan nitrate/nitrite dalam garam yang digunakan, serta aktivasi virus Epstein-Barr onkogenik.
Di media sosial ramai membahas isu bahwa makan ikan asin bisa menyebabkan kanker nasofaring.
Kanker nasofaring merupakan keganasan yang berasal dari jaringan nasofaring. Nasofaring adalah bagian atas dari faring (kerongkongan) yang berada di belakang hidung.
Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2022, kanker nasofaring di Indonesia menempati peringkat keempat pada laki-laki, dengan 14.497 kasus baru, yang mewakili 7,7 persen dari total kasus kanker pada laki-laki.
Menurut World Cancer Research Fund, China, Indonesia, dan India memiliki jumlah kasus kanker nasofaring tertinggi pada tahun 2022.
Sebuah studi retrospektif melaporkan prevalensi (jumlah keseluruhan kasus penyakit yang terjadi pada suatu waktu tertentu di suatu wilayah) kanker nasofaring di Indonesia adalah 6,2 per 100.000 penduduk, dengan hampir 13.000 kasus baru setiap tahunnya.
Lantas, apa benar makan ikan asin dapat menyebabkan kanker nasofaring?
Kaitan antara konsumsi ikan yang diasinkan dan kanker nasofaring

Penyebab pasti kanker nasofaring masih belum diketahui, tetapi para peneliti menyebut beberapa faktor risiko yang meningkatkan risiko seseorang terkena kanker nasofaring, salah satunya adalah faktor diet atau makanan. Orang-orang yang tinggal di Asia, Afrika Utara, dan Arktik sering mengonsumsi ikan dan daging yang diasinkan.
Ikan yang diasinkan adalah ikan yang dilakukan pengasinan, dikeringkan, dan diasinkan (dry-salting), diawetkan, atau gabungan dari semuanya sehingga meningkatkan jumlah garam dalam ikan segar. Ikan segar mengandung sekitar 75–80 persen air dan air ini sebagian dapat digantikan dengan garam.
Ikan yang diasinkan termasuk makanan yang sering dikonsumsi orang China Selatan dan di negara Asia Tenggara. Di beberapa negara Asia, misalnya China dan Hong Kong, ikan yang diasinkan termasuk dalam makanan sehari-hari yang dikombinasikan dengan nasi.
Mekanisme yang mungkin mengenai kaitan antara konsumsi ikan yang diasinkan dengan risiko kanker nasofaring adalah pembentukan senyawa N-nitroso dalam tubuh dan/atau pembentukan senyawa tersebut karena proses yang dilakukan pada ikan, yang menyebabkan adanya reaksi antara amine dalam ikan dan nitrate/nitrite dalam garam yang digunakan, serta aktivasi virus Epstein-Barr onkogenik.
Penelitian-penelitian yang sudah ada menunjukkan bahwa risiko kanker nasofaring meningkat pada mereka yang mengonsumsi ikan yang diasinkan.
Selain itu, ada kaitan antara frekuensi dan durasi konsumsi ikan yang diasinkan dengan risiko kanker nasofaring. Kaitan ini menjadi lebih kuat jika telah mengonsumsi ikan yang diasinkan selama masa kanak-kanak sampai usia 10 tahun dibandingkan dengan mengonsumsinya pada usia lebih tua.
Sebuah studi kasus-kontrol berbasis populasi skala besar yang lebih baru dilakukan di dua provinsi China selatan tempat karsinoma nasofaring/nasopharyngeal carcinoma (NPC), jenis kanker nasofaring, lazim ditemukan. Penelitian ini melibatkan 2.244 kasus NPC yang dikonfirmasi dan 2.309 kontrol, yang menilai asupan subtipe "keras" dan "lunak" ikan asin ala China selama berbagai tahap kehidupan. Subtipe "keras" disiapkan dengan penggaraman dan pengeringan langsung, sedangkan subtipe "lunak" mengalami fase dekomposisi sebelum penggaraman dan pengeringan.
Para peneliti tidak menemukan hubungan antara NPC dan asupan ikan asin ala China yang keras selama masa dewasa, dan peningkatan risiko pada tingkat asupan tertinggi selama masa remaja. Penurunan risiko tingkat asupan ikan asin lunak sedang selama masa dewasa dan remaja juga ditemukan. Makanan yang diawetkan menunjukkan profil risiko yang kontras sehingga tingkat asupan telur asin dewasa tertinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko NPC tetapi kacang hitam yang difermentasi dikaitkan dengan penurunan risiko. Hubungan dengan NPC lebih lemah daripada yang dilaporkan sebelumnya untuk asupan ikan asin mingguan di masa kanak-kanak.
Hasil ini menunjukkan bahwa ikan asin keras dan lunak memiliki profil risiko kanker yang berbeda. Ikan asin dan makanan yang diawetkan lainnya menunjukkan faktor risiko terlemah yang terkait dengan NPC di semua tahap kehidupan, dan karena itu mungkin memainkan peran yang lebih kecil dalam kejadian karsinoma nasofaring daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Temuan dari penelitian ini mengungkapkan tidak ada hubungan signifikan antara risiko NPC dan asupan ikan asin ala China yang keras selama masa dewasa. Akan tetapi, asupan yang lebih tinggi selama masa remaja dikaitkan dengan peningkatan risiko. Sayangnya, konsumsi ikan asin lunak dalam jumlah sedang selama masa dewasa dan remaja dikaitkan dengan penurunan risiko NPC. Hasil ini menunjukkan bahwa jenis ikan asin, jumlah yang dikonsumsi, dan waktu konsumsi merupakan faktor penting yang memengaruhi risiko NPC.
Selain itu, sebuah tinjauan sistematik dan metaanalisis tahun 2023 terhadap enam artikel tentang konsumsi ikan asin menyimpulkan bahwa mengonsumsi ikan asin lebih dari tiga kali dalam satu bulan dapat meningkatkan risiko kanker nasofaring sebesar 1,65 kali. Makin sering dan bertambah lamanya mengonsumsi ikan asin dapat meningkatkan risiko kanker nasofaring, terutama dikonsumsi pada masa anak-anak.
Meskipun jenis dan pola konsumsi ikan asin tertentu dapat memengaruhi risiko karsinoma nasofaring, tetapi penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami sepenuhnya akan hubungan ini.
Faktor risiko kaker nasofaring

Kanker nasofaring bermula ketika ada sesuatu yang memicu sel-sel yang melapisi permukaan nasofaring untuk mengembangkan mutasi (perubahan) dalam DNA mereka, yang menyebabkan sel-sel tersebut tumbuh secara tidak normal dan berkembang menjadi tumor yang dapat tumbuh dan menyerang struktur di dekatnya serta menyebar ke bagian tubuh lainnya.
Pemicu pasti untuk mutasi tersebut belum sepenuhnya dipahami. Namun, ada beberapa faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan kerusakan DNA pada sel yang dapat menyebabkan kanker nasofaring. Faktor risiko tersebut meliputi:
- Jenis kelamin: Kanker nasofaring dua hingga tiga kali lebih umum terjadi pada laki-laki daripada pada perempuan.
- Ras: Kanker nasofaring lebih umum terjadi di beberapa wilayah di China, Asia Tenggara, dan Afrika Utara.
- Usia: Di daerah-daerah yang jarang terkena kanker nasofaring, kanker ini lebih mungkin terdiagnosis pada orang-orang yang berusia di atas 50 tahun. Namun, di daerah-daerah berisiko tinggi, orang-orang yang lebih muda lebih mungkin terkena kanker ini.
- Makanan yang diawetkan dengan garam: Bahan kimia (seperti nitrosamin, yang merupakan zat karsinogenik/penyebab kanker) yang dilepaskan saat memasak dan mengonsumsi makanan yang diawetkan dengan garam, seperti ikan dan daging asin serta sayuran yang diawetkan, dapat masuk ke saluran hidung, sehingga meningkatkan risiko kanker nasofaring. Seseorang yang mengonsumsi ikan asin ala China setiap hari memiliki peluang hingga dua puluh kali lebih tinggi untuk terkena kanker nasofaring dibandingkan dengan seseorang yang jarang memakannya. Terpapar bahan kimia ini pada usia dini dapat meningkatkan risiko lebih tinggi lagi. Sebaliknya, pola makan yang tinggi kacang-kacangan, polong-polongan, buah-buahan, dan sayuran serta rendah produk susu dan daging dapat membantu menurunkan risiko kanker nasofaring.
- Virus Epstein-Barr (EBV): Virus umum ini biasanya menyebabkan penyakit seperti flu ringan dan mononukleosis infeksiosa atau demam kelenjar. EBV dapat tetap dalam keadaan dorman (tidak aktif) dalam sel darah setelah infeksi awal. Pada beberapa orang, infeksi EBV kemudian memicu perkembangan kanker nasofaring, meskipun belum sepenuhnya dipahami bagaimana dan mengapa. Ada kemungkinan bahwa gen seseorang atau kebiasaan merokok dapat memengaruhi cara tubuh merespons virus. EBV ditemukan pada hingga 85 persen kanker nasofaring.
- Human papillomavirus (HPV): Infeksi dengan jenis HPV tertentu dapat meningkatkan risiko kanker nasofaring.
- Alkohol dan tembakau: Konsumsi alkohol dan tembakau dalam jumlah besar dapat meningkatkan risiko terkena kanker nasofaring, terutama untuk karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (keratinising squamous cell carcinoma).
- Riwayat keluarga: Memiliki satu atau lebih anggota keluarga dengan kanker nasofaring meningkatkan risiko penyakit ini. Tidak jelas apakah ini disebabkan oleh gen yang diwariskan, faktor lingkungan yang sama (seperti pola makan atau tempat tinggal yang sama), atau mungkin kombinasi dari semua ini.
Memiliki satu atau lebih faktor risiko ini tidak berarti kamu akan terkena kanker nasofaring. Banyak orang dengan faktor risiko tidak pernah terkena kanker nasofaring, sementara beberapa orang yang tidak memiliki faktor risiko yang diketahui terkena kanker nasofaring.
Tanda dan gejala kanker nasofaring
Tanda dan gejala kanker nasofaring dapat berbeda pada setiap orang. Tanda dan gejala awal kanker nasofaring dapat meliputi:
- Benjolan di leher.
- Nyeri, mendengar denyutan, atau dengingan di telinga.
- Kesulitan mendengar
- Sakit tenggorokan.
- Hidung tersumbat.
- Mimisan.
Tanda dan gejala kanker nasofaring stadium lanjut (kanker nasofaring yang telah menyebar ke bagian tubuh lain) dapat meliputi gejala kanker nasofaring stadium awal dan:
- Ketidaksejajaran mata (strabismus).
- Penglihatan ganda.
- Sakit kepala.
- Mati rasa pada wajah.
- Kelemahan wajah.
Masalah-masalah ini dapat disebabkan oleh kondisi selain kanker nasofaring. Jadi, berkonsultasilah dengan dokter jika kamu memiliki salah satu dari gejala-gejala di atas untuk mengetahui penyebabnya dan memulai pengobatan, jika diperlukan.
Referensi
"Is salted fish carcinogenic?" American Society for Nutrition. Diakses Februari 2025.
"Indonesia." GLOBOCAN 2022. IARC. WHO. Diakses Februari 2025.
"Studi Retrospektif pada Kanker Nasofaring (RENOCS): Manajemen Hasil Pasien di Rumah Sakit." Universitas Airlangga. Diakses Februari 2025.
Achmad Chusnu Romdhoni et al., “Retrospective Study on Nasopharyngeal Cancer (RENOCS): Outcome Management of In-hospital Patients,” Bali Medical Journal 12, no. 2 (May 25, 2023): 1665–71, https://doi.org/10.15562/bmj.v12i2.4512.
Mimi C. Yu, John H. C. Ho, Shiu-Hung Lai, Brian E. Henderson. "Cantonese-style Salted Fish as a Cause of Nasopharyngeal Carcinoma: Report of a Case-Control Study in Hong Kong1". Cancer Res 1 February 1986; 46 (2): 956–961.
"Ikan Asin dan Kanker Nasofaring." Indonesia Cancer Care Community." Diakses Februari 2025.
IARC Working Group on the Evaluation of Carcinogenic Risks to Humans. Personal Habits and Indoor Combustions. Lyon (FR): International Agency for Research on Cancer; 2012. (IARC Monographs on the Evaluation of Carcinogenic Risks to Humans, No. 100E.) CHINESE-STYLE SALTED FISH. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK304384/
Lei Wu, Churong Li, and Li Pan, “Nasopharyngeal Carcinoma: A Review of Current Updates,” Experimental and Therapeutic Medicine, February 20, 2018, https://doi.org/10.3892/etm.2018.5878.
Her C. "Nasopharyngeal cancer and the Southeast Asian patient." Am Fam Physician 2001;63:1776-82.
Nasopharyngeal cancer treatment (Adult) (PDQ®)-Patient version. National Cancer Institute. Diakses Februari 2025.
Donal Barrett et al., “Past and Recent Salted Fish and Preserved Food Intakes Are Weakly Associated With Nasopharyngeal Carcinoma Risk in Adults in Southern China,” Journal of Nutrition 149, no. 9 (April 15, 2019): 1596–1605, https://doi.org/10.1093/jn/nxz095.
"Nasopharyngeal Cancer." Parkway Cancer Centre. Diakses Februari 2025.
Yanting Zhang et al., “Nasopharyngeal Cancer Incidence and Mortality in 185 Countries in 2020 and the Projected Burden in 2040: Population-Based Global Epidemiological Profiling,” JMIR Public Health and Surveillance 9 (September 20, 2023): e49968, https://doi.org/10.2196/49968.
"Risk Factors for Nasopharyngeal Cancer." American Cancer Society. Diakses Februari 2025.
Al Munawir, Yusufa Dika Pangestu, and Laksmi Indreswari, “Konsumsi Ikan Asin Meningkatkan Risiko Kanker Nasofaring: Tinjauan Sistematik Dan Meta-analisis,” Jurnal Otorinolaringologi Kepala Dan Leher Indonesia 2, no. 1 (December 26, 2023), https://doi.org/10.25077/jokli.v2i1.46.
"Nasopharyngeal cancer statistics." World Cancer Research Fund. Diakses Februari 2025.