Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Fakta dan Sejarah Rabies di Indonesia, Terus Waspada!

Anjing penular rabies di dalam kandang.
ilustrasi anjing rabies (pexels.com/Lucas Pezeta)
Intinya sih...
  • Rabies sudah terdeteksi sejak zaman Sebelum Masehi, disebut sebagai "kegilaan" dan disebabkan oleh Lyssavirus.
  • Rabies pertama kali terdeteksi di Indonesia pada zaman pemerintahan kolonial Belanda, dengan kasus pertama pada seekor kerbau pada 1884.
  • Saat ini ada 26 provinsi yang menjadi endemis rabies dan 11 provinsi yang bebas rabies.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Pada 28 September setiap tahunnya, dunia memperingati Hari Rabies Sedunia atau World Rabies Day. Tanggal tersebut diambil dari tanggal wafatnya Louis Pasteur, ilmuwan Prancis yang menemukan vaksin rabies pada 1885.

Diperingati pertama kali pada tahun 2007, Hari Rabies Sedunia adalah usaha dari Global Alliance for Rabies Control sebagai kampanye bahaya rabies untuk manusia dan hewan. Memperingati Hari Rabies Sedunia, bagaimana kondisi dan perkembangan rabies di Indonesia? Yuk, simak fakta dan sejarahnya!

1. Terekam sejak zaman Sebelum Masehi, rabies dikatakan sebagai "kegilaan"

Lewat Hukum Eshnunna di Mesopotamia pada 1930 SM, dunia mengetahui bahwa rabies telah terlihat sejak 2300 SM. Konon, menurut hukum tersebut, jika seekor anjing peliharaan menggigit seseorang dan mati, maka majikan "anjing gila" tersebut didenda 40 shekel.

Rabies disebabkan oleh R. lyssavirus. Kira-kira mengapa disebut lyssavirus? Nama tersebut berasal dari Yunani Kuno. Bagi tabib Yunani Kuno, rabies disebabkan oleh Lyssa (Λύσσα), roh kegilaan yang sering menghinggapi hewan. Dalam kepercayaan Romawi Kuno, Lyssa dikenal dengan beberapa nama, termasuk Rabies!

2. Kapan rabies pertama terdeteksi di Indonesia?

Di Tanah Air, penyakit yang juga dijuluki sebagai penyakit anjing gila ini masuk untuk pertama kalinya pada zaman pemerintahan kolonial Belanda, menjelang akhir abad ke-19. Bagaimana kronologinya?

Pada 1884, W. J. Esser menemukan kasus rabies pertama pada seekor kerbau. Lima tahun kemudian, Penning menemukan kasus rabies pada anjing. Pada 1894, kasus rabies baru mencapai manusia setelah ditemukan oleh E. V. de Haan. Semua kasus terjadi di Provinsi Jawa Barat dan setelah itu rabies terus menyebar ke daerah Indonesia lainnya.

3. Salah satu alasan berdirinya Bio Farma

Seekor anjing menggigit tangan orang.
ilustrasi digigit anjing (freepik.com/aleksandarlittlewolf)

Untuk mencegah penyebaran rabies, pemerintah Belanda telah melakukan berbagai penelitian tentang vaksin rabies. Pada 1890, pemerintah Belanda mendirikan Parc-vaccinogène (Lembaga Pengembangan Vaksin Negara) di Bandung.

Enam tahun kemudian, lembaga ini bekerja sama dengan Instituut Pasteur, dan berubah nama menjadi Parc-vaccinogène et Instituut Pasteur. Pada tahun 1930, seorang peneliti Belanda, Maria van Stockum, berhasil meramu vaksin rabies yang "mati" (inactivated) pertama di Indonesia dari sel saraf otak kera.

Sebelum Indonesia merdeka, lembaga tersebut hanya memproduksi vaksin cacar. Untungnya, setelah kemerdekaan pada 1945, vaksin rabies juga ikut diproduksi. Setelah mengalami pergantian nama beberapa kali, lembaga ini dikenal saat ini dengan nama PT Bio Farma.

4. Provinsi yang statusnya bebas rabies

Sebelum mulainya Perang Dunia II (PD2) pada tahun 1939, kasus rabies di Indonesia berkisar di Jawa Barat, Sumatra Utara, dan Sulawesi Selatan. Untuk mencegah penyebaran rabies, pemerintahan Hindia Belanda merilis peraturan Ordonansi Hondsdolheid terkait rabies sejak tahun 1926 yang juga diperkuat oleh Staatsblad 1926 Nomor 451 dan 452.

Selanjutnya, selama Indonesia dikuasai oleh Jepang, situasi daerah tertular rabies tidak diketahui secara pasti. Baik upaya pencegahan dan penanggulangan rabies tidak jalan saat pendudukan Jepang, karena upaya lebih ditekankan pada peperangan.

Setelah merdeka dari Jepang pada 1945, kasus rabies terus dicari dan ditemukan menyebar ke pelosok negeri. Sayangnya, hingga saat ini, kasus rabies masih bisa ditemukan di Indonesia.

Salah satu alasan utama mengapa rabies dapat menyebar dengan pesat dalam beberapa dekade terakhir adalah karena masa inkubasi rabies yang cukup lama, dari sekitar dua bulan hingga dua tahun. Di Indonesia, penyebaran rabies didominasi oleh anjing (98 persen).

Saat ini ada 26 provinsi yang menjadi endemis rabies dan 11 provinsi yang bebas rabies. Sebelas provinsi tersebut adalah: Kepulauan Riau, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Papua Barat, Papua, Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan.

Kalimantan Barat sebenarnya telah berhasil mencapai bebas Rabies berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 885/Kpts/PD.620/8/2014 tentang Pembebasan Rabies Provinsi Kalimantan Barat tanggal 14 Agustus 2014, tetapi pada 19 Oktober 2014 dilaporkan terjadi kasus kematian akibat rabies pada manusia di kecamatan Jelai Hulu Kabupaten Ketapang.

5. Jumlah korban rabies di Indonesia

Di Indonesia, dari 38 provinsi, 26 provinsi teridentifikasi sebagai daerah endemis rabies.

Data terbaru menunjukkan 185.359 kasus gigitan hewan penular rabies (GHPR) dan 122 kematian akibat rabies pada manusia dilaporkan pada tahun 2024. Hingga 7 Maret 2025, terdapat 13.453 kasus GHPR dan 25 kematian, menurut Kementerian Kesehatan RI.

6. Upaya Indonesia Bebas Rabies

Vaksinasi hewan penular rabies di Bandar Lampung. (IDN Times/Rohmah Mustaurida)
Vaksinasi hewan penular rabies di Bandar Lampung. (IDN Times/Rohmah Mustaurida)

Mengingat dampak rabies terhadap kesehatan dan kondisi psikologis masyarakat cukup besar serta memiliki dampak terhadap perekonomian, khususnya bagi daerah-daerah pariwisata di Indonesia yang tertular rabies, maka upaya pengendalian penyakit perlu dilaksanakan seintensif mungkin untuk mewujudkan Indonesia Bebas Rabies.

Program bebas rabies merupakan kesepakatan global, regional dan nasional. Upaya Indonesia bebas rabies dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian (Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan), Kementerian Kesehatan (Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit) dan Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Otonomi Daerah).

Kemenkes menekankan pentingnya surveilans dan koordinasi lintas sektor untuk mengendalikan populasi hewan penular rabies. Dinas Kesehatan di seluruh Indonesia diinstruksikan untuk:

  • Meningkatkan promosi kesehatan dan edukasi terkait rabies.

  • Memperkuat surveilans rabies dan pengendalian faktor risiko.

  • Memastikan kesiapan fasilitas kesehatan dalam menangani kasus gigitan hewan penular rabies.

  • Melakukan pencatatan dan pelaporan kasus rabies secara berkala.

Fasilitas kesehatan juga diminta untuk memastikan ketersediaan stok vaksin dan serum antirabies, agar masyarakat yang membutuhkan dapat segera menerima pengobatan tanpa kendala.

Selain itu, pemilik hewan peliharaan wajib memberikan vaksinasi rabies secara rutin untuk mencegah penyebaran penyakit ini.

Referensi

"Hingga April 2023 ada 11 Kasus Kematian Karena Rabies, Segera ke Faskes jika Digigit Anjing!" Kementerian Kesehatan RI. Diakses September 2025.

"Buku Saku Rabies Petunjuk Teknis Penatalaksaan Kasus Gigitan Hewan Penular Rabies di Indonesia (2018)." Kementerian Kesehatan RI. Diakses September 2025.

Tingkatkan Kewaspadaan! Kemenkes Imbau Penguatan Pencegahan Rabies di Masyarakat dan Fasilitas Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI. Diakses September 2025.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
Bayu Aditya Suryanto
3+
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us

Latest in Health

See More

[QUIZ] Cek Kepribadianmu Berdasarkan Sumber Protein yang Kamu Pilih

08 Nov 2025, 23:05 WIBHealth