Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Disautonomia: Penyebab, Gejala, hingga Cara Menanganinya

ilustrasi wanita menglami kelelahan ekstrem (freepik.com/stockking)

Disautonomia adalah istilah medis yang digunakan untuk menggambarkan kondisi tidak berfungsinya saraf autonom, yaitu saraf yang mengatur gerakan tidak sadar pada tubuh. Misalnya detak jantung, pernapasan, pencernaan, tekanan darah, suhu tubuh, fungsi seksual, dan banyak lagi.

Tidak berfungsinya saraf autonom dapat membuat orang yang awalnya sehat, tiba-tiba sering mengalami kelelahan, kelemahan, pingsan, masalah pencernaan, atau berbagai gejala lain yang tidak bisa dijelaskan. Kondisi ini bisa hadir sejak lahir atau muncul tiba-tiba pada usia berapa pun.

Disautonomia sangat umum terjadi. Diperkirakan, lebih dari 70 juta orang di dunia mengalami kondisi ini. Karena kemunculannya yang terkadang sulit didiagnosis, inilah beberapa fakta medis disautonomia yang harus kamu ketahui.

1. Gejala disautonomia

ilustrasi laki-laki pingsan (Pexels.com/senivpetro)

Disautonomia atau juga sering disebut disfungsi otonom atau neuropati otonom memiliki gejala yang bervariasi dari orang ke orang, mulai dari ringan hingga serius. Efek ini biasanya muncul dalam beberapa waktu, hilang, dan kembali kapan saja.

Secara umum, gejala disautonomia dapat berupa:

  • Masalah keseimbangan
  • Kebisingan atau sensitivitas cahaya
  • Sesak napas
  • Ketidaknyamanan pada dada
  • Pusing, vertigo, migrain, sakit kepala
  • Kehilangan kesadaran
  • Kelelahan berkelanjutan, kelemahan
  • Perubahan suhu tubuh dan kulit
  • Gangguan penglihatan (kabur)
  • Tekanan darah rendah
  • Mati rasa dan kesemutan
  • Disfungsi ereksi
  • Perubahan suasana hati
  • Dehidrasi
  • Sering buang air kecil
  • Masalah jantung, seperti detak jantung cepat atau lambat, berdebar-debar, atau denyut jantung tidak menyesuaikan dengan perubahan tingkat aktivitas fisik

Orang yang mengalami disautonomia dapat mengalami semua gejala tersebut atau hanya beberapa di antaranya. Anehnya, orang dengan kondisi ini biasanya memiliki hasil pemeriksaan medis yang sehat atau normal. Hal inilah yang membuat proses diagnosis menjadi sulit. 

2. Penyebab disautonomia

ilustrasi nyeri dada akibat penyakit jantung (freepik.com/jcomp)

Disautonomia terjadi karena banyak hal atau tidak memiliki penyebab yang universal. Kondisi ini terdiri dari dua bentuk, yaitu disautonomia primer dan sekunder.

Disautonomia primer terjadi karena kelainan tersendiri yang diturunkan atau karena penyakit degeneratif. Sementara disautonomia sekunder umumnya terjadi sebagai akibat dari penyakit lain. 

Beberapa penyakit yang menyebabkan disautonomia primer, meliputi:

  • Sinkop neurokardiogenik: bentuk disautonomia paling umum yang dapat menyebabkan seseorang mengalami sinkop (pingsan) sekali, dua kali, atau setiap hari yang dapat mengganggu kehidupan sehari-hari
  • Sindrom postural ortostatik takikardia: kondisi yang dapat menyebabkan masalah pada sirkulasi darah. Ini dapat membuat jantung berdetak terlalu cepat saat berdiri yang memicu pingsan, nyeri dada, dan sesak napas
  • Disautonomia familial: kondisi yang diturunkan secara genetik yang dapat menyebabkan penurunan sensitivitas rasa sakit, kurangnya air mata, dan kesulitasn mengatur suhu tubuh
  • Multiple system atrophy (MSA): bentuk disautonomia yang mengancam jiwa yang menyebabkan masalah detak jantung, tekanan darah rendah, disfungsi ereksi, dan hilangnya kontrol kandung kemih
  • Kegagalan otonom murni: disautonomia jenis ini menyebabkan seseorang mengalami penurunan tekanan darah saat berdiri dan memiliki gejala pusing, pingsan, masalah penglihatan, nyeri dada, dan kelelahan

Sementara itu, disautonomia sekunder terjadi karena beberapa penyakit, seperti:

  • Diabetes
  • Parkinson
  • Sklerosis otot
  • Arthritis rheumatoid
  • Lupus
  • Sarkoidosis
  • Penyakit Crohn
  • Penyakit celiac
  • Amyloidosis
  • Defisiensi vitamin B dan E
  • Human Immunodeficiency Virus (HIV)
  • Penyakit Lyme
  • Sindrom Lambert-Eaton
  • Sindrom Sjogren
  • Sindrom Guillain-Barre
  • Sindrom Ehlers-Danlos

Selain hal di atas, terdapat beberapa faktor yang juga dapat memicu timbulnya gejala-gejala disautonomia. Contohnya konsumsi alkohol, dehidrasi, menggunakan pakaian ketat, dan lingkungan panas.

3. Diagnosis disautonomia

ilustrasi perawatan pasien (pexels.com/RODNAE Productions)

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, disautonomia adalah kondisi yang sulit didiagnosis, bahkan sering kali menimbulkan kesalahan. Ini terjadi karena ia memiliki gejala yang mirip dengan kondisi medis lain.

Untuk menegakkan diagnosis, dokter biasanya melihat gejala spesifik yang dialami pasien. Misalnya, seseorang yang mengeluhkan gejala utamanya pusing saat berdiri akan diberi label sindrom takikardia ortostatik postural. Mereka yang mengeluhkan mudah lelah, cenderung didiagnosis dengan sindrom kelelahan kronis, dan sebagainya.  

Beberapa tes mungkin juga diperlukan, salah satu tes yang mungkin digunakan dokter untuk mendiagnosis disautonomia adalah tes meja miring (tilt table test). Selama tes ini pasien akan diarahkan untuk melakukan beberapa hal berikut:

  1. Berbaring di atas meja yang dapat diangkat atau diturunkan pada sudut yang berbeda;
  2. Pasien terhubung dengan peralatan medis yang mengukur tekanan darah, kadar oksigen, dan aktivitas listrik jantung;
  3. Saat meja dimiringkan ke atas, peralatan medis yang terpasang akan mengukur bagaimana tubuh mengatur fungsi saraf autonom, seperti tekanan darah dan detak jantung.

4. Pengobatan disautonomia

ilustrasi pria minum air mineral (pexels.com/Mauricio Mascaro)

Tidak ada obat yang dapat digunakan untuk menyembuhkan disautonomia. Perawatan biasanya berfokus pada pengelolaan gejala. Beberapa pilihan perawatan yang direkomendasikan, meliputi:

  • Minum lebih banyak air setiap hari, karena cairan tambahan dapat menjaga volume darah yang membantu meringankan gejala
  • Menambahkan garam ke dalam diet, yaitu sekitar 3-5 gram/hari. Ini ditujukan untuk menjaga volume cairan normal di pembuluh darah sehingga dapat mempertahankan tekanan darah normal
  • Tidur dengan kepala terangkat sekitar 6-10 inci lebih tinggi dari tubuh
  • Mengambil obat-obatan seperti fludocortison dan midodrine untuk meningkatkan tekanan darah. Namun ini dapat berubah dari waktu ke waktu untuk mengakomodasi setiap perubahan yang dialami pasien
  • Menghindari kafein dan minuman tinggi gula, terutama bagi penderita yang berusia lebih muda.

5. Prognosis disautonomia

ilustrasi pemeriksaan kondisi pasien (pexels.com/Gustavo Fring)

Disautonomia adalah kondisi yang sulit diprediksi. Bahkan, penderita yang telah menggunakan semua perawatan yang tersedia untuk meningkatkan kualitas hidup, masih bisa mengalami gejala-gejala yang melumpuhkan secara signifikan.

Namun, penelitian tentang seberapa besar kemungkinan seseorang akan pulih dari disautonomia sedang dikembangkan oleh para ahli. Biasanya, prognosis atau kemungkinan hasil akhir pengobatan tergantung pada jenis disautonomia yang dialami oleh penderita.

Disautonomia merupakan kondisi kesehatan yang mengkhawatirkan dan sering kali sulit dideteksi. Segera kunjungi penyedia layanan kesehatan jika kamu mengalami beberapa gejala yang mengarahkan pada kondisi tersebut.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Izza Namira
EditorIzza Namira
Follow Us