Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Fakta Gray Baby Syndrome, Apakah Berbahaya bagi Bayi?

ilustrasi bayi mata abu-abu (pexels.com/Eky Rima Nurya Ganda)

Antibiotik adalah salah satu obat yang kerap diresepkan untuk melawan penyakit akibat infeksi bakteri, baik pada anak maupun orang dewasa. Penggunaan antibiotik pada umumnya aman. Namun, ada beberapa jenis antibiotik yang ternyata bisa menyebabkan kondisi berbahaya pada bayi, yaitu kloramfenikol.

Kloramfenikol adalah antibiotik pertama yang diproduksi skala besar untuk mengobati banyak penyakit akibat bakteri. Sayangnya, setelah bertahun-tahun penggunaannya, antibiotik tersebut dapat menyebabkan kondisi medis serius pada bayi dan anak-anak— yang disebut dengan gray baby syndrome atau sindrom bayi abu-abu. Meski termasuk kondisi yang langka dan bisa dicegah, sindrom ini dilaporkan lebih umum pada bayi prematur dan dapat menyerang anak-anak hingga usia 2 tahun.

Lalu, bagaimana sindrom bayi abu-abu bisa terjadi? Simak selengkapnya dalam ulasan berikut.

1. Sindrom bayi abu-abu disebabkan oleh penumpukan kloramfenikol dalam tubuh

ilustrasi bayi dan antibiotik (pexels.com/Polina Tankilevitch)

Sindrom bayi abu-abu disebabkan oleh akumulasi atau penumpukan antibiotik kloramfenikol dalam serum darah bayi. Hal ini dikaitkan dengan perkembangan hati dan ginjal bayi yang belum matang setelah lahir.

Hati yang belum matang tidak dapat memproses zat kloramfenikol. Begitu pula dengan ginjal, ginjal yang belum matang tidak cukup efisien mengeluarkan kloramfenikol dan produk metabolitnya dari tubuh sehingga menyebabkan penumpukan. Sementara itu, kadar kloramfenikol yang dikaitkan dengan sindrom bayi abu-abu adalah lebih tinggi dari 50mcg/mL.

Inilah alasan mengapa bayi prematur lebih rentan mengalami sindrom bayi abu-abu daripada bayi yang sehat dan cukup bulan. Namun, kondisi ini juga bisa terjadi pada anak-anak. Beberapa hal berikut bisa menjadi faktor risikonya:

  • Berkurangnya fungsi hati (hepatik).
  • Berkurangnya fungsi ginjal.
  • Kloramfenikol dosis tinggi.
  • Durasi pengobatan kloramfenikol yang lebih lama.
  • Penggunaan pada ibu yang dapat mencapai ASI. Kloramfenikol dapat masuk ke ASI sehingga obat ini dikontraindikasi pada ibu menyusui karena bisa menyebabkan toksisitas pada bayi.
  • Anak-anak yang kekurangan berat badan dan gizi buruk.

2. Gejalanya dapat dilihat dari penampilan bayi yang lebih pucat atau bibir dan kuku membiru

ilustrasi gejala gray baby syndrome (pexels.com/Vidal Balielo Jr.)

Penumpukan kloramfenikol dalam darah dapat menyebabkan penurunan tekanan darah secara tiba-tiba. Ini bisa menyebabkan kulit dan kuku menjadi abu-abu dan bibir membiru karena kekurangan oksigen. Selain itu, beberapa gejala berikut juga sering teramati pada riwayat penyakit ini, termasuk:

  • Muntah atau diare
  • Tekanan atau distensi perut
  • Sikap mudah tersinggung dan rewel
  • Kehilangan selera makan
  • Menjadi lesu dan kurang waspada
  • Penampilan pucat
  • Gangguan pernapasan
  • Suhu tubuh rendah (hipotermia)
  • Tinja berwarna hijau.
  • Detak jantung tidak teratur.

Gejala sindrom bayi abu-abu biasanya muncul setelah 2–9 hari penggunaan antibiotik kloramfenikol. Pada dasarnya, antibiotik ini tidak berbahaya pada bayi yang sehat dan diberikan dengan dosis yang tepat. Akan tetapi, peningkatan dosis dapat menyebabkan toksisitas pada bayi, terutama mereka yang terlahir belum cukup bulan atau prematur.

3. Sindrom bayi abu-abu dapat didiagnosis dari tampilan fisik dan riwayat penggunaan kloramfenikol

ilustrasi pemeriksaan fisik bayi baru lahir (unsplash.com/engin akyurt)

Gray baby syndrome dapat didiagnosis melalui pemeriksaan gejala fisik dan riwayat penggunaan kloramfenikol pada bayi. Sementara itu, untuk memastikan diagnosis dan menyingkirkan kemungkinan kondisi medis lain, beberapa pemeriksaan berikut terkadang juga dilakukan:

  • Tes darah: untuk mengetahui kadar kloramfenikol dalam darah. Tes ini bisa mencakup hitung darah lengkap, analisis gas darah, amonia serum, dan lain-lain.
  • CT scan, rontgen perut, atau USG perut: untuk memeriksa kelainan di perut.
  • Elektrokardiogram: untuk memastikan penyebab jantung dari gangguan sirkulasi dan perubahan warna kulit.

4. Pengobatan dilakukan dengan penyerapan kadar kloramfenikol

ilustrasi bayi di ruang hangat (pexels.com/Bayu Prakosa)

Pengobatan sindrom bayi abu-abu sering kali melibatkan penyerapan kadar kloramfenikol dari sistem tubuh bayi. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kadarnya karena tubuh tidak bisa memprosesnya secara alami. Hemoperfusi arang aktif dan transfusi tukar adalah prosedur yang kerap digunakan.

Hemoperfusi arang aktif adalah pengobatan dari luar tubuh untuk menyaring dan mengeluarkan racun dari dalam tubuh. Sedangkan transfusi tukar, merupakan prosedur penggantian darah pasien dengan plasma atau darah donor segar.  Bayi dengan masalah darah dan sistem peredaran darah dapat menerima resusitasi agresif, seperti terapi oksigen, ventilasi, atau intubasi dini, tergantung kebutuhan. Hal ini dapat mencegah kerusakan tambahan yang mungkin terjadi.

Selain itu, beberapa perawatan dukungan tambahan juga diperlukan. Ini termasuk penggunaan selimut atau lampu hangat untuk menghangatkan badan jika terjadi penurunan suhu atau penggunaan oksigen untuk membantu memenuhi kebutuhan oksigen si kecil sehingga mereka tidak susah payah menghirup oksigen melalui pernapasannya. Tak kalah penting, penghentian penggunaan kloramfenikol juga harus dilakukan untuk mencegah kondisi ini.

Sindrom bayi abu-abu merupakan kondisi langka akibat penumpukan antibiotik kloramfenikol pada bayi. Kondisi ini lebih rentan terjadi pada bayi prematur karena kemungkinan belum memiliki perkembangan organ tubuh yang matang. Kabar baiknya, gray baby syndrome memiliki prognosis yang baik jika didiagnosis sejak awal. Jadi, selalu waspadai kondisi si kecil dan segera hubungi layanan medis jika menjumpai tanda-tanda gejala sindrom ini.

Referensi

WebMD. Diakses pada April 2024. What is Chloramphenicol Gray Baby Syndrome?.
Mom Junction. Diakses pada April 2024. What Is Gray Baby Syndrome? Causes, Symptoms, And Treatment.
Cummings, Earl D. (2023). Gray Baby Syndrome. Statpearls. Diakses April 2024.
Healthline. Diakses pada April 2024. The Dangers of Gray Baby Syndrome in Infants.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwi wahyu intani
EditorDwi wahyu intani
Follow Us