Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Hati-hati! Ini Gejala Chikungunya yang Sering Diabaikan

ilustrasi nyeri sendi (freepik.com/user1452)
ilustrasi nyeri sendi (freepik.com/user1452)
Intinya sih...
  • Chikungunya adalah penyakit virus yang ditularkan oleh nyamuk dan disebabkan oleh virus chikungunya (CHIKV).
  • Gejala chikungunya termasuk demam mendadak, nyeri sendi, dan gejala mirip flu. Diagnosis dilakukan melalui tes darah.
  • Belum ada pengobatan antivirus untuk infeksi chikungunya. Penanganannya adalah untuk meredakan gejala dengan beristirahat, rehidrasi, dan obat untuk meredakan nyeri sendi.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Chikungunya adalah penyakit virus yang ditularkan ke manusia oleh nyamuk yang terinfeksi. Penyakit ini disebabkan oleh virus chikungunya (CHIKV) dan ditandai dengan demam mendadak dan nyeri sendi yang dapat terasa parah dan melemahkan.

Sedikit sejarah, nama “chikungunya” berasal dari bahasa Kimakonde, yang berarti “yang membuat membungkuk.” Istilah ini menggambarkan bagaimana orang dengan infeksi chikungunya sering terlihat membungkuk atau meringis kesakitan karena nyeri sendi yang hebat.

Penyakit ini pertama kali dikenali saat terjadi wabah di Tanzania bagian selatan pada tahun 1952. Sejak saat itu, chikungunya terus menyebar ke berbagai belahan dunia. Indonesia merupakan negara kepulauan dan menjadi salah satu negara di dunia yang beriklim tropis sehingga merupakan tempat ideal untuk berbagai penyakit infeksi tropis seperti chikungunya.

CHIKV di Indonesia utamanya disebarkan oleh vector spesies Aedes aegypti dan Ae. Albopictus.

Chikungunya jarang menyebabkan kematian, tetapi bukan berarti penyakit ini bisa dianggap sepele. Pada sebagian besar orang, gejalanya membaik dalam waktu sekitar seminggu. Namun, pada bayi, lansia, dan orang dengan penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung, atau gangguan kekebalan tubuh, chikungunya bisa memicu komplikasi serius—seperti dehidrasi berat, gangguan pernapasan, atau bahkan kerusakan organ. Dalam kasus yang sangat jarang, komplikasi ini bisa berujung fatal.

Mengetahui gejala chikungunya penting agar kamu bisa mendeteksi penyakit ini lebih cepat dan mencegah komplikasi.

Gejala chikungunya, diagnosis, dan pengobatannya

Pada pasien yang mengalami gejala, infeksi virus chikungunya biasanya mulai muncul 4–8 hari setelah digigit nyamuk yang terinfeksi (bisa juga dalam rentang 2–12 hari). Penyakit ini dimulai secara tiba-tiba dengan demam, yang sering disertai nyeri sendi hebat.

Nyeri sendi ini bisa sangat menyiksa dan biasanya berlangsung beberapa hari, tetapi pada beberapa orang bisa bertahan berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.

Gejala umum lainnya meliputi:

  • Sendi bengkak.

  • Nyeri otot.

  • Sakit kepala.

  • Mual.

  • Kelelahan.

  • Ruam kulit.

Gejala klinis infeksi chikungunya biasanya mirip flu, tetapi dengan ciri khas yang membedakannya yaitu demam tinggi (sering lebih dari 38,9 derajat Celcius) yang muncul bersamaan dengan nyeri sendi (artralgia) dan nyeri otot (mialgia). Rasa nyerinya bisa sangat parah, sampai-sampai orang yang terinfeksi kesulitan untuk bergerak atau beraktivitas seperti biasa.

Pada sebuah kumpulan kasus di Indonesia, ditemukan 99,5 persen kasus mengalami demam dan 95,7 persen mengalami nyeri sendi.

Keluhan lainnya berupa konjungtivitis (mata merah).

Karena gejala chikungunya mirip dengan infeksi lain seperti demam berdarah dan Zika, maka chikungunya sering kali salah didiagnosis. Di Tanah Air pun infeksi chikungunya masih merupakan penyakit yang kurang terdiagnosis.

Pada orang yang tidak mengalami nyeri sendi yang berat, gejala biasanya ringan dan bisa tidak terdeteksi.

Sebagian besar pasien akan sembuh total. Namun, dalam beberapa kasus yang jarang terjadi, infeksi chikungunya bisa menyebabkan komplikasi pada mata, jantung, atau sistem saraf. Bayi yang tertular saat proses persalinan atau setelahnya, serta lansia yang memiliki penyakit penyerta, lebih berisiko mengalami penyakit berat.

Pasien dengan gejala berat perlu dirawat di rumah sakit, karena ada risiko kerusakan organ dan bahkan kematian.

Kabar baiknya, orang yang sudah sembuh dari chikungunya kemungkinan besar akan kebal terhadap infeksi di masa mendatang.

Diagnosis dan pengobatan

CHIKV dapat dideteksi langsung melalui sampel darah yang diambil pada minggu pertama setelah gejala muncul. Tes yang digunakan biasanya adalah RT-PCR, yang mampu mengidentifikasi keberadaan virus secara langsung.

Setelah minggu pertama, dokter biasanya menggunakan tes lain untuk melihat respons imun tubuh terhadap infeksi chikungunya. Tes ini mencari antibodi terhadap CHIKV. Kadar antibodi biasanya mulai terdeteksi sejak minggu pertama sakit, dan bisa tetap terlihat dalam tubuh hingga sekitar dua bulan setelah infeksi.

Tidak ada obat antivirus khusus untuk chikungunya, tidak ada pengobatan yang bisa membunuh virusnya secara langsung. Vaksin untuk mencegah chikungunya juga belum tersedia. Dokter hanya menangani gejalanya.

Untuk meredakan demam dan nyeri, parasetamol bisa digunakan. Namun, hindari dulu obat-obatan berikut sampai infeksi lain seperti demam berdarah (dengue) bisa dipastikan tidak ada: aspirin, ibuprofen, dan natrium naproksen.

Minum banyak cairan dan istirahat yang cukup sangat dianjurkan.

Jika mengalami nyeri sendi dan otot yang menetap, dokter mungkin akan meresepkan steroid atau obat seperti methotrexate, yang biasanya digunakan untuk menangani penyakit seperti artrtitis reumatoid.

Klasifikasi stadium chikungunya

ilustrasi ruam pada penyakit chikungunya (commons.wikimedia.org/Nsaa)
ilustrasi ruam pada penyakit chikungunya (commons.wikimedia.org/Nsaa)

Chikungunya biasanya berkembang dalam tiga tahap: akut, pasca akut, dan kronis.

Fase akut

Fase akut dimulai setelah masa inkubasi selama 3–7 hari (setelah digigit nyamuk yang terinfeksi). Pada fase ini, gejala muncul secara tiba-tiba seperti demam tinggi, nyeri sendi, sakit kepala, nyeri otot, dan ruam kulit. Fase ini biasanya berlangsung selama 7–14 hari. Setelah demam reda, fase akut berakhir. Namun, perlu diketahui bahwa tidak semua orang yang terinfeksi chikungunya akan mengalami gejala. Beberapa orang bisa tidak mengalami gejala sama sekali.

Fase pasca akut

Fase pasca akut dimulai ketika fase demam sudah membaik. Fase ini lebih mudah ditandai dengan mulainya fase inflamasi atau peradangan dari sendi-sendi yang meningkatkan dominasi gejala berikut ini:

  • Artritis (radang sendi).

  • Nyeri sendi.

  • Tenosinovitis (radang selubung tendon, yaitu lapisan pelindung yang mengelilingi tendon)

  • Bursitis (radang pada bursa, yaitu kantong berisi cairan yang berfungsi mengurangi gesekan antar jaringan tubuh seperti tulang, otot, tendon, dan ligamen di sekitar sendi).

  • Entesitis (radang pada tempat melekatnya otot dan tulang).

  • Periostitis (radang pada lapisan luar tulang).

  • Tendinitis (radang pada tendon, yaitu jaringan ikat yang menghubungkan otot ke tulang) dengan risiko ruptur tendon.

Pada fase ini, gerakan anggota tubuh, terutama kaki, menjadi terbatas dan menyakitkan. Nyeri sendi pada fase ini bisa terjadi terus-menerus (persisten) atau hilang timbul.

Fase kronis

Fase ini dimulai bila gejala bertahan lebih dari tiga bulan setelah fase awal muncul. Sekitar 40–80 persen pasien chikungunya masih mengalami nyeri sendi hingga fase ini.
Beberapa kondisi seperti sinovitis (radang selaput sendi) dan tenosinovitis juga lebih sering muncul pada tahap kronis.

Selain itu, dampaknya terhadap kualitas hidup makin terasa, seperti sulit bergerak, rasa sakit yang berkepanjangan, hingga risiko depresi. Maka dari itu, konseling dan dukungan psikologis sangat dianjurkan.

Penyebab kenapa gejala bisa bertahan hingga fase kronis kemungkinan berkaitan dengan:

  • Sisa infeksi virus yang belum sepenuhnya hilang.

  • Tingkat keparahan cedera atau peradangan pada fase sebelumnya.

  • Kekambuhan gejala (flare-up).

  • Faktor genetik yang membuat seseorang lebih rentan.

Komplikasi yang dapat terjadi

Sebenarnya, chikungunya jarang menyebabkan kematian. Namun, dalam beberapa kasus, bisa muncul gejala yang tidak biasa (atipikal) dan justru meningkatkan risiko komplikasi serius, bahkan kematian.

Beberapa komplikasi berat yang bisa terjadi meliputi:

  • Peradangan otak (ensefalitis).

  • Gangguan pada sumsum tulang belakang (mielopati dan mielitis).

  • Kerusakan saraf tepi (neuropati perifer).

  • Radang selaput otak (meningitis).

  • Gabungan radang otak dan selaput otak (meningoensefalitis).

  • Gagal ginjal.

  • Peradangan pada jantung (miokarditis).

  • Penyakit mata (uveitis, retinitis).

  • Hepatitis.

  • Ruam melepuh yang parah.

  • Sindrom Guillain-Barré.

  • Kelumpuhan saraf kranial.

Kematian paling sering terjadi pada kelompok yang lebih rentan, seperti bayi, lansia, atau orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah (immunocompromised).

Pada anak-anak, komplikasi seperti mual, muntah, sakit kepala, hingga kejang juga lebih sering ditemukan.

Chikungunya dapat dicegah dengan menerapkan menjaga lingkungan tetap bersih untuk mengurangi tempat nyamuk berkembang biak. Lakukan "3M Plus":

  • Menguras penampungan air secara rutin.

  • Menutup rapat tempat penyimpanan air.

  • Mendaur ulang atau membuang barang bekas.

  • Plus: Menggunakan obat nyamuk dan memasang kawat anti-nyamuk di ventilasi rumah), memastikan saluran air tidak tersumbat, dan dapat menaburkan bubuk abate pada penampungan air.

Referensi

Ramzi, Ali. 2023. “Chikungunya: Diagnostic, Treatment and Challenge in Indonesia.” Jurnal Biologi Tropis 23 (1, Special Issue): Published November 17. https://doi.org/10.29303/jbt.v23i1.5743.

Putranto, Rudi Hendro, and Sefrina Werni. 2018. “Management of Chikungunya Outbreaks in Central Java Province 2012.” Annals of International Medical and Dental Research 4 (6). ISSN (Online): 2395-2822; ISSN (Print): 2395-2814.

"Chikungunya." World Health Organization. Diakses Agustus 2025.

"What Is Chikungunya? Symptoms, Causes, Diagnosis, Treatment, and Prevention." Everyday Health. Diakses Agustus 2025.

"Gejala Dan Pencegahan Chikungunya." Kemenkes RI. Diakses Agustus 2025.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bayu D. Wicaksono
Nuruliar F
3+
Bayu D. Wicaksono
EditorBayu D. Wicaksono
Follow Us