Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mitos atau Fakta, Pembalut Sekali Pakai Harus Dicuci?

Seorang perempuan membuang pembalut sekali pakai ke tempat sampah.
ilustrasi membuang pembalut sekali pakai (pexels.com/Karolina Grabowska)
Intinya sih...
  • Pembalut sekali pakai tidak perlu dicuci sebelum dibuang karena memang dirancang untuk pemakaian tunggal.
  • Mencuci pembalut sekali pakai dapat mencemari lingkungan dan berpotensi menyebarkan patogen.
  • Praktik mencuci pembalut sekali pakai justru menambah beban limbah cair dan padat di lingkungan.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Artikel ini telah ditinjau secara medis oleh dr. Rahmaniar Desianti Kuraga, SpKK

Di banyak sudut Indonesia, ada keyakinan bahwa pembalut sekali pakai harus dicuci sebelum dibuang. Alasannya banyak, salah satunya berbau mistis, bahwa jika tidak dicuci pembalut bisa "diambil" makhluk halus, dipakai untuk tujuan gaib, atau bahkan bisa bikin "pemilik" pembalut tersebut jatuh sakit. Ada juga yang alasannya karena etika.

Nyatanya, di balik kebiasaan mencuci pembalut ini, mungkin ada cerita yang lebih kompleks. Bisa jadi terkait rasa takut, budaya malu, atau minimnya edukasi tentang menstruasi yang membuat beberapa perempuan akhirnya melakukan kebiasaan mencuci pembalut sekali pakai yang sebenarnya tidak perlu, yang bahkan dapat berisiko bagi kesehatan dan lingkungan.

Material pembalut sekali pakai

Pembalut sekali pakai memiliki lapisan daya serap ekstra tinggi (superabsorbent) atau superabsorbent polymer (SAP), yaitu butiran polimer tiga dimensi—seperti sodium polyacrylate—yang mampu menyerap cairan hingga ratusan kali beratnya sendiri. 

Komponen ini bekerja dengan mengubah darah haid menjadi gel dan menguncinya rapat di dalam inti pembalut, dibantu serat selulosa yang berfungsi menahan dan mendistribusikan cairan. Karena desainnya memang untuk pemakaian tunggal, pembalut sekali pakai tidak dibuat untuk dicuci atau digunakan kembali.

Ketika pembalut sekali pakai dicuci, struktur inti penyerapnya akan rusak. SAP kehilangan kemampuannya mengunci cairan, sementara residu darah dan kotoran tetap menempel dan sulit dibersihkan tuntas.

Dampak terhadap lingkungan

Pembalut kain reusable dan menstrual cup.
ilustrasi pembalut kain reusable dan menstrual cup (freepik.com/freepik)

Air bekas cucian pembalut sekali pakai mengandung campuran darah, bakteri, serta bahan kimia dari lapisan penyerap yang dapat mencemari lingkungan jika langsung dibuang ke saluran air tanpa pengolahan. Kandungan ini berpotensi masuk ke badan air seperti sungai atau selokan, menurunkan kualitas air, dan memicu pertumbuhan mikroorganisme berbahaya. 

Darah dan residu kimia pada pembalut juga tergolong limbah yang sulit terurai secara alami. Ketika pembalut sekali pakai yang telah dicuci dibuang ke lingkungan, serpihan plastik, gel SAP, dan sisa cairan biologis tetap menjadi ancaman bagi tanah dan air, sehingga justru memperburuk pencemaran dibanding jika pembalut dibuang tanpa dicuci.

Selain mencemari lingkungan, praktik mencuci pembalut sekali pakai juga boros air dan berpotensi menyebarkan patogen. Darah menstruasi mengandung bakteri yang secara alami ada di tubuh, tetapi ketika terpapar udara dan bercampur dengan air, bakteri ini dapat berkembang biak. 

Jika air cucian pembalut sekali pakai ini mengalir ke area publik atau digunakan kembali tanpa sengaja, risiko penyebaran patogen meningkat. Bahkan, proses mencuci itu sendiri bisa membuat kamu terpapar infeksi jika tangan atau alat bersentuhan dengan darah yang tidak sepenuhnya hilang.

Dari segi kesehatan, pembalut sekali pakai memang tidak dirancang untuk dicuci. Struktur penyerapnya sulit dibersihkan secara menyeluruh, sehingga bakteri tetap menempel meski sudah dibilas berulang.

Berdasarkan penjelasan di atas, itulah alasan kenapa para ahli menyarankan agar pembalut langsung dibuang tanpa dicuci, dengan cara yang benar dan higienis—misalnya membungkus pembalut dengan kertas atau plastik, kemudian membuangnya ke tempat sampah tertutup. Pendekatan ini tidak hanya lebih aman bagi kesehatan, tetapi juga lebih ramah lingkungan dibanding praktik mencuci yang justru menambah beban limbah cair.

Menambah beban lingkungan

Pembalut sekali pakai dirancang untuk menyerap cairan dengan cepat. Semua bahan pembuatnya bersifat sulit terurai secara alami, sehingga membutuhkan waktu puluhan hingga ratusan tahun untuk benar-benar hancur di lingkungan. Ketika pembalut yang sudah digunakan dicuci sebelum dibuang, proses pencucian justru menambah beban lingkungan. 

Air dan detergen yang digunakan dalam jumlah besar menghasilkan limbah cair yang mengandung campuran darah, bakteri serta residu bahan kimia dari pembalut. Jika air limbah ini langsung dibuang ke saluran air tanpa pengolahan, risiko pencemaran meningkat, terutama di daerah-daerah yang belum memiliki sistem sanitasi yang memadai.

Selain berdampak pada air limbah, mencuci pembalut sekali pakai juga tidak mengurangi masalah sampah padat. Residu darah dan bahan kimia yang tetap menempel pada pembalut membuat limbah ini makin sulit terurai. Bahkan, proses pencucian dapat melepaskan serpihan mikroplastik atau partikel SAP yang kemudian ikut terbawa aliran air dan masuk ke ekosistem.

Studi yang meneliti dampak lingkungan dari produk menstruasi menegaskan bahwa praktik mencuci pembalut sekali pakai justru memperparah dua beban lingkungan sekaligus: limbah cair dan limbah padat.

Rekomendasi utama dari para peneliti adalah menggunakan pembalut sekali pakai sesuai fungsinya, yaitu untuk pemakaian tunggal, tanpa dicuci sebelum dibuang. Di sisi lain, perkembangan produk menstruasi ramah lingkungan menjadi salah satu solusi penting.

Pembalut berbahan bamboo pulp, misalnya, dinilai lebih mudah terurai dan memiliki jejak ekologis lebih rendah. Alternatif lainnya adalah pembalut kain reusable, menstrual cup, atau menstrual disc karena dapat digunakan berulang kali dan menghasilkan lebih sedikit sampah jangka panjang.

Pengelolaan limbah menstruasi yang bijak bukan hanya tentang cara membuang, tetapi juga tentang penggunaan air, pemilihan produk, serta edukasi yang tepat. Dengan memahami dampak lingkungan dari kebiasaan mencuci pembalut sekali pakai, perempuan dapat membuat pilihan yang lebih sehat dan berkelanjutan.

Referensi

Scott, Linda, Paul Montgomery, Laurel Steinfield, Catherine Dolan, Sue Dopson, and Jim Hecimovich. “Sanitary Pad: Acceptability and Sustainability Study.” Center for International and Regional Studies (Georgetown University), October 1, 2013.

Mirzaie, Azita, Miguel Brandão, and Hamid Zarrabi. “Toward Eco-Friendly Menstrual Products: A Comparative Life Cycle Assessment of Sanitary Pads Made from Bamboo Pulp vs. a Conventional One.” Environmental Science and Pollution Research 32, no. 14 (March 18, 2025): 9050–67.

Van Eijk, Anna Maria, Naduni Jayasinghe, Garazi Zulaika, Linda Mason, Muthusamy Sivakami, Holger W. Unger, and Penelope A. Phillips-Howard. “Exploring Menstrual Products: A Systematic Review and Meta-Analysis of Reusable Menstrual Pads for Public Health Internationally.” PLoS ONE 16, no. 9 (September 24, 2021): e0257610.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
Delvia Y Oktaviani
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us

Latest in Health

See More

Fakta Hamil Usia 11 Minggu: Janin Seukuran Tomat

25 Des 2025, 18:06 WIBHealth