Molnupiravir Disebut sebagai Kandidat Obat COVID-19, Ini Kata Ahli

Diklaim bisa menghambat sintesis RNA virus

Setelah adanya berbagai vaksin COVID-19, sekarang pun sudah ada kandidat baru obat untuk COVID-19, yaitu molnupiravir (MK-4482/EIDD-2801), yang dikembangkan oleh Ridgeback Biotherapeutics LP dan Merck & Co.

Molnupiravir diklaim sebagai obat yang ampuh untuk pasien COVID-19. Benarkah hasil uji klinik molnupiravir cukup menjanjikan? Bagaimana perbandingannya dengan obat antiviral seperti remdesivir atau favipiravir? Check this out!

1. Apa itu molnupiravir?

Molnupiravir Disebut sebagai Kandidat Obat COVID-19, Ini Kata Ahliilustrasi obat molnupiravir (racgp.org.au)

Dilansir Bloomberg, molnupiravir adalah obat yang awalnya dikembangkan untuk mengobati influenza yang diberikan secara oral dalam bentuk kapsul. Cara kerjanya adalah menghambat replikasi SARS-CoV-2 dengan mekanisme lethal mutagenesis. Ini menyebabkan mesin yang memproduksi materi genetik virus membuat kesalahan, sehingga salinannya menjadi cacat.

Lewat pernyataan tertulis, Prof. Dr. Apt. Zullies Ikawati mengatakan molnupiravir awalnya dikembangkan oleh Emory (University) Institute for Drug Discovery (EIDD) dalam rangka penemuan obat untuk virus Venezuelan equine encephalitis (VEE).

"Senyawa obat ini merupakan analog nucleoside cytidine, yang dapat menyusup (ke) rantai RNA dan menghambat sintesis RNA virus melalui penghambatan enzim RdRp (RNA-dependent RNA polymerase) yang pada gilirannya menghambat replikasi virus," jelasnya.

Di tahun 2019, uji klinik fase 1 telah dilaksanakan untuk mengetahui aspek keamanannya. Ketika molnupiravir diujikan untuk virus corona SARS-CoV-2, hasilnya menunjukkan potensi antiviral in-vitro dan in-vivo.

Lalu, EIDD bekerja sama dengan dua perusahaan farmasi besar, yakni Ridgeback Biotherapeutics (Jerman) dan Merck (Amerika Serikat) untuk melakukan uji klinik fase 2 atau 3 pada pasien rawat jalan maupun rawat inap di rumah sakit.

2. Seperti apa detail uji klinik tersebut?

Molnupiravir Disebut sebagai Kandidat Obat COVID-19, Ini Kata Ahliilustrasi obat molnupiravir (openaccessgovernment.org)

Awalnya, molnupiravir diuji klinis pada pasien rawat inap (MOVe-IN) dan rawat jalan (MOVe-OUT). Akan tetapi, uji MOVe-IN dihentikan karena hasilnya kurang memenuhi ekspektasi. Sementara itu, uji MOVe-OUT tetap diteruskan dengan subjek yang dikonfirmasi COVID-19 bergejala ringan sampai sedang yang tidak dirawat di rumah sakit dan berusia 18 tahun ke atas.

Uji MOVe-OUT dimulai pada 19 Oktober 2020 dan ditargetkan selesai pada 8 November 2021. Sekitar 1.850 orang direkrut sebagai subjek yang digelar pada 170 tempat penelitian di beberapa negara.

Dosis yang digunakan dalam uji klinik dibagi menjadi tiga, yaitu 200 mg, 400 mg, dan 800 mg. Masing-masing diberikan dua kali sehari dengan interval 12 jam selama 5 hari. Di sisi lain, kriteria efikasinya adalah kemampuannya untuk menurunkan risiko perburukan COVID-19 dan kematian, dibandingkan dengan plasebo.

3. Lantas, bagaimana hasilnya?

Molnupiravir Disebut sebagai Kandidat Obat COVID-19, Ini Kata Ahliilustrasi sembuh dari covid (news.cgtn.com)

Ternyata, hasil analisis interim menunjukkan bahwa molnupiravir bisa mengurangi risiko perburukan COVID-19 yang memerlukan perawatan di rumah sakit dan kematian, dalam pengamatan selama 29 hari, hingga 50 persen.

Kesimpulan ini diambil dari membandingkan persentase subjek yang mengalami perburukan pada kelompok molnupiravir (7,3 persen atau 28 dari 385 orang) dengan kelompok plasebo (14,1 persen atau 53 dari 337 orang). Selain itu, tidak ada kematian dalam kelompok molnupiravir. Sementara pada kelompok plasebo, terdapat 8 kasus kematian akibat COVID-19.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa molnupiravir bisa mengurangi risiko rawat inap dan/atau kematian di semua subkelompok utama. Menurut Prof. Zullies, kemanjurannya tidak dipengaruhi oleh waktu timbulnya gejala atau faktor risiko yang mendasari.

Berdasarkan identifikasi terhadap varian virus yang menginfeksi subjek, 40 persen adalah virus varian baru, seperti Gamma, Delta, dan Mu. Dengan demikian, Merck mengklaim molnupiravir menunjukkan kemanjuran yang konsisten pada seluruh varian virus.

Baca Juga: Uji Coba Remdesivir sebagai Obat COVID-19 Tidak Menunjukkan Efek

4. Apakah ada efek sampingnya?

Molnupiravir Disebut sebagai Kandidat Obat COVID-19, Ini Kata Ahliilustrasi efek samping obat (todayclinic.com)

Dilaporkan bahwa adverse event (insiden kejadian tak diinginkan) pada kelompok molnupiravir dan plasebo sebanding, yaitu 35 persen dan 40 persen, meski laporan rinci terkait jenis adverse event-nya belum tersedia.

Sementara itu, kejadian efek samping terkait obat jumlahnya sebanding, yakni 12 persen dan 11 persen. Bahkan, lebih sedikit subjek yang berhenti atau drop out dari uji klinik akibat adverse event pada kelompok molnupiravir (1,3 persen) daripada kelompok plasebo (3,4 persen), ungkap Merck pada situs resminya.

5. Bagaimana perbandingannya dengan antiviral yang dipakai selama ini?

Molnupiravir Disebut sebagai Kandidat Obat COVID-19, Ini Kata Ahliilustrasi obat favipiravir (dailysabah.com)

Sejak Juli 2021, obat antiviral yang digunakan sebagai terapi COVID-19 adalah remdesivir atau favipiravir. Mekanisme keduanya dengan molnupiravir sangat mirip, yaitu bekerja menghambat enzim RNA-dependent RNA polymerase, sehingga diharapkan menuai hasil yang sama.

Perbedaannya, remdesivir hanya bisa diberikan melalui intravena (dengan infus) oleh petugas kesehatan yang kompeten di rumah sakit, jelas Prof. Zullies. Oleh karena itu, remdesivir lebih sesuai untuk pasien bergejala berat yang tidak bisa diberi obat oral.

Sementara itu, molnupiravir dan favipiravir bisa dikonsumsi secara oral dengan sasaran pasien COVID-19 bergejala ringan hingga sedang yang tidak dirawat di rumah sakit. Durasi pemberiannya ialah 2 kali sehari selama 5 hari.

Berdasarkan protokol uji klinik fase 3, dosis pemberian molnupiravir adalah 800 mg per 12 jam, sedangkan favipiravir diberikan sebanyak 1.600 mg setiap 12 jam untuk hari pertama, lalu 600 mg setiap 12 jam untuk hari ke-2 hingga ke-5.

"Namun, karena tidak ada uji klinik yang membandingkan langsung head to head antara molnupiravir dengan favipiravir, tidak bisa dinyatakan mana yang lebih poten dari kedua obat tersebut," ungkap Prof. Zullies.

6. Apakah molnupiravir akan digunakan di Indonesia?

Molnupiravir Disebut sebagai Kandidat Obat COVID-19, Ini Kata Ahliilustrasi obat molnupiravir (floridaphoenix.com)

Melihat potensi molnupiravir, tampaknya obat ini akan segera digunakan di Indonesia. Namun, molnupiravir harus memperoleh Emergency Use Authorization (EUA) dari BPOM yang diajukan oleh industri farmasi pengusungnya.

"Sebelum dapat digunakan di Indonesia, tentu saja obat molnupiravir terlebih dahulu harus menjalani tahapan yang dipersyaratkan oleh BPOM. Mulai dari proses tahapan penemuan dan pengembangan hingga pengawasan keamanan konsumsi obat di masyarakat," tegas Prof. Wiku Adisasmito, Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 dalam keterangan pers pada Kamis (7/10/2021) yang juga disiarkan di kanal YouTube Sekretariat Presiden dan situs website covid19.go.id.

Apakah molnupiravir harus diuji klinik juga di Indonesia? Menurut Prof. Zullies, ini tergantung dari kebijakan BPOM. Apabila data-data dari negara lain sudah bisa diterima, maka tidak harus mengadakan uji klinik ulang di Indonesia. Akan lebih baik jika industri farmasi memperoleh lisensi untuk memproduksi sendiri di Indonesia.

Baca Juga: Daftar Obat untuk Terapi COVID-19 yang Diproduksi BUMN dan Kegunaannya

Topik:

  • Nurulia
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya