Kejang: Penyebab, Jenis, Gejala, dan Penanganan

Kejang dapat berlangsung selama beberapa menit

Kejang adalah perubahan fisik dalam perilaku yang terjadi selama episode aktivitas listrik abnormal di otak.

Istilah "kejang" (seizure) sering digunakan secara bergantian dengan "konvulsi" (convulsion). Selama konvulsi, seseorang mengalami goncangan tak terkendali yang cepat dan berirama, dengan otot-otot berkontraksi dan rileks berulang kali.

Ada banyak jenis kejang dan beberapa memiliki gejala ringan tanpa gemetar.

1. Jenis

Dirangkum Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), kejang diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu kejang umum dan kejang fokal.

Kejang umum (generalized seizure)

Kejang umum memengaruhi kedua sisi otak. 

  • Kejang absans, atau kadang disebut kejang petit mal, dapat menyebabkan kedipan cepat atau beberapa detik untuk melihat lurus ke depan tanpa melihat sesuatu yang spesifik.
  • Kejang tonik-klonik, atau dikenal sebagai kejang grand mal, dapat membuat penderitanya menjerit, kehilangan kesadaran, jatuh, atau mengalami kejang otot atau spasme. Orang tersebut mungkin merasa lelah setelah kejang tonik-klonik.

Istilah di bawah ini kerap digunakan untuk menggambarkan kejang umum:

  • Tonik: Otot-otot di tubuh menjadi kaku.
  • Atonik: Otot-otot dalam tubuh rileks.
  • Mioklonik: Sentakan pendek di beberapa bagian tubuh.
  • Klonik: Periode gemetar atau menyentak bagian tubuh.

Kejang fokal (focal seizure)

Kejang fokal terjadi pada satu area otak. Jenis kejang ini juga disebut sebagai kejang parsial.

  • Kejang fokal sederhana memengaruhi bagian kecil dalam otak. Jenis kejang ini dapat menyebabkan kedutan atau perubahan pada sensasi, seperti rasa atau bau yang aneh.
  • Kejang fokal kompleks bisa membuat seseorang dengan epilepsi bingung atau linglung. Orang tersebut tidak akan mampu menanggapi pertanyaan atau arahan hingga beberapa menit.
  • Kejang umum sekunder dimulai di satu area di otak, tetapi kemudian menyebar ke kedua sisi otak. Dengan kata lain, seseorang pertama-tama mengalami kejang fokal, diikuti kejang umum.

Kejang dapat berlangsung selama beberapa menit.

2. Penyebab

Kejang: Penyebab, Jenis, Gejala, dan Penangananilustrasi seseorang mengalami kejang (pexels.com/Sonam Prajapati)

Semua jenis kejang disebabkan oleh aktivitas abnormal listrik di dalam otak. Mengutip MedlinePlus, penyebab kejang dapat meliputi:

  • Kadar abnormal natrium atau glukosa di dalam darah.
  • Infeksi otak, termasuk ensefalitis dan meningitis.
  • Cedera otak yang terjadi pada bayi selama persalinan atau kelahiran.
  • Masalah otak yang muncul sebelum lahir (defek otak kongenital).
  • Tumor otak (jarang).
  • Penyalahgunaan obat.
  • Syok elektrik.
  • Epilepsi.
  • Demam (khususnya pada anak kecil).
  • Penyakit jantung.
  • Cedera kepala.
  • Penyakit akibat panas (intoleransi panas).
  • Demam tinggi.
  • Fenilketonuria, yang mana ini dapat menyebabkan kejang pada bayi.
  • Keracunan.
  • Narkotika, seperti angel dust atau phencyclidine (PCP), kokain, dan amfetamin.
  • Stroke.
  • Toksemia kehamilan.
  • Penumpukan toksin di dalam tubuh karena gagal hati atau gagal ginjal.
  • Tekanan darah sangat tinggi (hipertensi maligna).
  • Gigitan dan sengatan berbisa (seperti gigitan ular).
  • Putus alkohol atau putus obat (withdrawal) setelah menggunakannya dalam jangka waktu lama.

Terkadang, tidak ada penyebab yang ditemukan. Ini dikenal sebagai kejang idiopatik. Ini biasanya terlihat pada anak-anak dan dewasa muda, tetapi bisa dialami usia berapa pun. Mungkin terdapat riwayat kejang atau epilepsi dalam keluarga.

Apabila kejang berlangsung berulang setelah kondisi yang mendasarinya diobati, dalam kasus ini disebut epilepsi.

3. Gejala

Seseorang bisa mengalami kejang fokal dan kejang umum secara bersamaan, atau bisa terjadi sebelum yang lainnya. Gejalanya dapat berlangsung beberapa detik hingga beberapa menit setiap episode.

Terkadang, gejala muncul sebelum kejang terjadi. Ini dapat mencakup:

  • Perasaan takut atau cemas yang tiba-tiba.
  • Perasaan seperti ingin muntah.
  • Pusing.
  • Perubahan pada penglihatan.
  • Gerakan tersentak-sentak pada lengan dan kaki yang dapat menyebabkan seseorang sampai menjatuhkan barang.
  • Sensasi out of body.
  • Sakit kepala.
  • Dejavu.

Tanda-tanda yang menunjukkan kejang sedang berlangsung meliputi:

  • Kehilangan kesadaran, diikuti oleh kebingungan.
  • Mengalami spasme otot yang tidak terkendali.
  • Meneteskan air liur atau mulut berbusa.
  • Jatuh.
  • Rasa aneh di mulut.
  • Mengatupkan gigi.
  • Menggigit lidah.
  • Memiliki gerakan mata yang tiba-tiba dan cepat.
  • Membuat suara yang tidak biasa, seperti mendengus.
  • Kehilangan kendali atas fungsi kandung kemih atau usus.
  • Mengalami perubahan suasana hati yang tiba-tiba.

Baca Juga: Kejang Parsial Kompleks: Gejala, Diagnosis, Penyebab, Pengobatan

4. Diagnosis

Kejang: Penyebab, Jenis, Gejala, dan Penangananilustrasi seseorang pulih dari kejang (pexels.com/RODNAE Productions)

Setelah mengalami kejang, dokter akan meninjau gejala dan riwayat medis secara menyeluruh. Dokter mungkin memesan beberapa tes untuk menentukan penyebab kejang dan mengevaluasi seberapa besar kemungkinan kamu akan mengalami kejang lagi.

Dilansir Mayo Clinic, tes-tes yang dibutuhkan mungkin termasuk: 

  • Pemeriksaan neurologis: Dokter akan mengevaluasi perilaku, kemampuan motorik, dan fungsi mental untuk menentukan apakah kamu memiliki masalah dengan otak dan sistem saraf.
  • Tes darah: Dokter mungkin mengambil sampel darah untuk memeriksa kadar gula darah dan mencari tanda-tanda infeksi, kondisi genetik, atau ketidakseimbangan elektrolit.
  • Pungsi lumbal: Jika dokter mencurigai infeksi sebagai penyebab kejang, sampel cairan serebrospinal mungkin perlu diambil untuk pengujian.
  • Elektroensefalogram (EEG): Dokter menempelkan elektroda di kulit kepala dengan zat seperti pasta. Elektroda merekam aktivitas listrik otak, yang muncul sebagai garis bergelombang pada rekaman EEG. EEG dapat mengungkap pola yang memberi tahu dokter apakah kejang kemungkinan akan terjadi lagi. Tes EEG juga dapat membantu dokter mengecualikan kondisi lain yang meniru epilepsi sebagai alasan kejang. Tergantung rincian kejang, tes ini dapat dilakukan pada kunjungan rawat jalan di klinik, bermalam di rumah dengan perangkat rawat jalan, atau selama beberapa malam di rumah sakit.

Tes pencitraan yang diperlukan dapat meliputi:

  • MRI: Pemindaian MRI menggunakan magnet dan gelombang radio yang kuat untuk membuat tampilan otak secara mendetail. Dokter dapat mendeteksi lesi atau kelainan di otak yang dapat menyebabkan kejang.
  • Computerized tomography (CT): CT menggunakan sinar-X untuk mendapatkan gambar penampang otak. CT scan dapat mengungkapkan kelainan di otak yang dapat menyebabkan kejang, seperti tumor, pendarahan, dan kista.
  • Tomografi emisi positron (PET): Pemindaian PET menggunakan sejumlah kecil bahan radioaktif dosis rendah yang disuntikkan ke pembuluh darah untuk membantu memvisualisasikan area aktif otak dan mendeteksi kelainan.
  • Single-photon emission computerized tomography (SPECT): Tes SPECT menggunakan sejumlah kecil bahan radioaktif dosis rendah yang disuntikkan ke pembuluh darah untuk membuat peta 3D terperinci dari aktivitas aliran darah di otak yang terjadi selama kejang. Dokter juga dapat melakukan jenis tes SPECT yang disebut subtraction ictal SPECT yang terdaftar dengan MRI (SISCOM), yang dapat memberikan hasil yang lebih detail. Tes ini biasanya dilakukan di rumah sakit dengan rekaman EEG semalaman.

5. Penanganan

Perawatan untuk kejang bervariasi. Pengobatan kejang hampir seluruhnya bergantung pada penyebabnya. Perawatan untuk kejang terkait epilepsi juga tergantung jenis kejang yang dialami, mengapa hal itu terjadi, dan perawatan mana yang paling berhasil.

Perawatan yang mungkin untuk kejang karena epilepsi termasuk satu atau lebih dari berikut ini:

  • Obat-obatan: Ini adalah pengobatan lini pertama untuk orang dengan epilepsi. Berbagai jenis obat dapat menghentikan kejang saat terjadi, dan jenis lain dapat mencegah kejang atau membuatnya lebih jarang terjadi. Obat intravena (IV) dapat mengobati kejang saat kejang terjadi. Kamu juga dapat minum obat setiap hari untuk membantu mencegah kejang atau mengurangi frekuensinya.
  • Operasi: Ketika obat tidak bekerja, operasi terkadang dapat menghentikan kejang dengan menghilangkan atau memutuskan area masalah dari bagian otak lainnya. Dokter biasanya akan merekomendasikan evaluasi untuk operasi epilepsi jika kejang berlanjut meskipun sudah mencoba dua obat antikejang dengan dosis yang dianjurkan.
  • Perubahan pola makan: Diet rendah atau tanpa karbohidrat (ketogenik) terkadang dapat menghentikan serangan epilepsi sepenuhnya atau mengurangi seberapa sering hal itu terjadi. Pola makan ini dapat membantu ketika obat tidak bekerja. Jika operasi tidak memungkinkan, pola makan seperti ini bisa menjadi alternatif bagi sebagian orang.
  • Stimulasi otak: Perawatan ini menggunakan perangkat yang ditanamkan ke otak yang memberikan arus listrik ringan. Arus tersebut mengganggu dan mencoba menghentikan aktivitas listrik kejang. Dua bentuk stimulasi otak, stimulasi otak dalam dan neurostimulasi responsif, saat ini tersedia.
  • Stimulasi saraf vagus: Saraf kranial ke-10, saraf vagus, terhubung langsung ke otak. Stimulasi listrik di sisi kiri saraf ini dapat membantu mengurangi seberapa sering kejang terjadi.

Komplikasi dari perawatan kejang sangat bervariasi, tergantung pada penyebabnya, jenis kejang, jenis pengobatan dan banyak lagi. Dokter adalah orang terbaik untuk memberi tahu apa efek samping atau komplikasi yang paling mungkin terjadi dalam kasus. Ini karena dokter dapat memberi informasi spesifik tentang kasus spesifik kamu.

6. Komplikasi yang dapat terjadi

Kejang: Penyebab, Jenis, Gejala, dan Penangananilustrasi membantu seseorang yang mengalami kejang (pexels.com/Allan Mas)

Mengalami kejang terkadang dapat menyebabkan keadaan yang berbahaya bagi penderitanya atau orang lain. Risikonya dapat meliputi:

  • Jatuh: Jika jatuh saat kejang, kamu dapat mencederai kepala atau mematahkan tulang.
  • Tenggelam: Jika mengalami kejang atau berenang atau berendam, kamu berisiko tenggelam secara tidak sengaja.
  • Kecelakaan mobil: Kejang yang menyebabkan hilangnya kesadaran atau kendali bisa berbahaya jika kamu sedang mengendarai mobil atau mengoperasikan peralatan lain.
  • Komplikasi kehamilan: Kejang selama kehamilan menimbulkan bahaya bagi ibu dan bayi, dan obat anti epilepsi tertentu meningkatkan risiko cacat lahir. Jika kamu menderita epilepsi dan berencana untuk hamil, konsultasikan dengan dokter sehingga ia dapat menyesuaikan obat-obatan dan memantau kehamilan, sesuai kebutuhan.
  • Masalah kesehatan emosional: Orang dengan kejang lebih cenderung memiliki masalah psikologis, seperti depresi dan kecemasan. Masalah mungkin akibat dari kesulitan menangani kondisi itu sendiri serta efek samping pengobatan.

7. Penanganan jika ada orang yang mengalami kejang

Jika kamu bersama seseorang yang sedang mengalami kejang, ada beberapa hal yang bisa dilakukan sebagai bagian dari pertolongan pertama. Ini dapat meliputi:

Yang perlu dilakukan

  • Pastikan orang tersebut bisa bernapas. Kendurkan pakaian apa pun di sekitar leher untuk memastikannya bernapas.
  • Jauhkan benda-benda berbahaya. Ini termasuk barang pecah belah yang mungkin jatuh dan melukai orang tersebut. Jika memakai kacamata, lepaskan kacamata orang tersebut dengan hati-hati dan jauhkan dari jangkauan.
  • Tempatkan orang tersebut dalam posisi penyelamatan. Balikkan tubuhnya ke posisi menyamping. Posisi ini membantu melindungi kemampuan bernapas dan mencegahnya menghirup cairan apa pun seperti air liur atau muntah.
  • Hitung durasi kejang sebaik mungkin. Memberi tahu penyedia layanan kesehatan berapa lama kejang berlangsung bisa menjadi informasi penting. Ini juga dapat membantu kamu mengetahui apakah kamu perlu mencari bantuan medis darurat.
  • Tetap bersama orang tersebut saat ia selesai dari kejang dan pulih. Orang yang mengalami kejang sering merasa bingung atau takut saat bangun dan kembali normal. Bantu yakinkan dan hibur mereka.
  • Pastikan orang tersebut baik-baik saja setelah ia bangun. Jika mengalami cedera setelah kejang, periksa apakah ia memerlukan perawatan medis. Jika kepala terbentur atau ada risiko cedera pada kepala, leher, atau punggungnya, hal teraman yang harus dilakukan adalah mendapatkan perawatan medis dan memastikan tidak ada cedera serius yang tidak terlihat.
  • Cari bantuan medis jika orang tersebut memiliki status epileptikus. Hubungi ambulans (atau nomor layanan darurat lokal) jika kejang berlangsung lebih dari 5 menit atau orang tersebut mengalami kejang lagi sebelum pulih dari yang pertama. Status epileptikus adalah keadaan darurat medis yang mengancam jiwa. Kamu juga harus mencari bantuan darurat jika orang tersebut tidak mulai pulih atau tidak responsif selama lebih dari 10 hingga 15 menit setelah kejang berhenti. Itu mungkin tanda kejang berlanjut di otak orang tersebut meskipun tubuhnya tidak kejang lagi.

Jangan lakukan ini

  • Jangan menahan tubuh orang tersebut, karena kamu bisa melukai orang itu atau melukai diri sendiri.
  • Jangan memasukkan apa pun ke dalam mulut orang tersebut. Ada banyak mitos tentang kejang dan epilepsi. Salah satunya adalah bahwa memasukkan sesuatu ke dalam mulut, seperti ikat pinggang atau sendok, dapat mencegah orang tersebut menelan atau menggigit lidahnya. Jangan lakukan ini. Kamu tidak boleh memasukkan apa pun ke dalam mulut seseorang yang sedang kejang. Kamu bisa menyakiti mereka atau melukai diri sendiri.
  • Jangan panik, tetap tenang. Jika orang lain di sekitar kamu panik, yakinkan mereka sebaik mungkin. Hampir 98 persen kejang tidak berlangsung lebih dari 5 menit.

Kejang bukanlah kondisi neurologis yang tidak biasa. Sekitar 11 persen orang akan mengalami kejang pada beberapa titik dalam hidup mereka, tetapi kebanyakan hanya akan mengalaminya satu kali, dan sering kali karena alasan tertentu.

Orang yang mengalami lebih dari satu kejang tanpa alasan spesifik yang mendasari memiliki epilepsi. Sementara epilepsi sering merupakan kondisi yang menakutkan, ada cara untuk mengobatinya. Dengan pengobatan, banyak orang dengan epilepsi dapat memiliki hidup yang berkualitas.

Baca Juga: Anak sering Kejang saat Tidur? Waspadai Gejala Sindrom Landau-Kleffner

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya