16 Penyebab Rasa Terbakar di Vagina, dari Ringan Hingga Serius

- Iritan kimia dari produk wangi atau detergen dapat menyebabkan rasa terbakar di vagina.
- Infeksi ragi, infeksi saluran kemih, trikomoniasis, dan gonore adalah beberapa penyebab lainnya.
- Pemakaian tisu pembersih vagina juga bisa berdampak buruk bagi kesehatan organ intim perempuan.
Sensasi terbakar di vagina merupakan keluhan yang cukup umum. Keluhan ini bisa dirasakan di lubang vagina, labia, dan klitoris. Apakah ini perlu dikhawatirkan?
Tak perlu buru-buru panik. Rasa terbakar di sekitar area vagina adalah keluhan yang cukup umum. Penyebabnya beragam, dari hal ringan hingga kondisi serius yang butuh penanganan dokter. Inilah beberapa kemungkinan penyebab sensasi terbakar pada vagina.
1. Iritan kimia
Beberapa produk rutin kamu pakai mungkin diam-diam menyerang dengan bahan kimia yang dapat mengiritasi vagina. Ini dapat menyebabkan rasa terbakar, gatal, perih, luka, hingga nyeri. Kamu mungkin akan langsung merasakan gejalanya setelah beralih ke produk baru, atau mungkin setelah beberapa kali penggunaan.
Produk yang dapat menyebabkan iritasi antara lain:
Sabun wangi.
Detergen.
Sabun untuk mandi busa (bubble bath).
Pembalut.
Tisu toilet yang mengandung pewangi.
Cara terbaik untuk mengatasinya adalah dengan berhenti menggunakan produk tersebut dan hindari penggunaan produk beraroma atau wangi lainnya di area kewanitaa.
2. Iritasi dari hal-hal yang memengaruhi vagina secara langsung

Kondom, tampon, douche, krim, spray, dan produk lainnya yang dipakai di atau sekitar vagina bisa menyebabkan sensasi terbakar. Produk-produk tersebut dapat mengiritasi vagina dan menyebabkan gejala.
Cara penanganan yang paling mudah adalah dengan menghentikan produk yang kamu curigai menyebabkan iritasi. Jika ini adalah produk baru, mengidentifikasinya mungkin mudah. Jika gejala hilang setelah produk tersebut berhenti digunakan, itulah penyebab iritasi vagina.
Jika kontrasepsi atau kondom adalah sumber iritasi, bicarakan dengan dokter mengenai kontrasepsi alternatif. Ada beberapa kondom yang dibuat untuk pemilik kulit sensitif. Pelumas seks yang larut air mungkin diperlukan.
3. Celana terlalu ketat
Celana dalam ketat, leging, atau celana ketat lainnya bisa memicu rasa terbakar di vagina.
Kemungkinan besar penyebabnya adalah gesekan atau kelembapan ekstra yang mengiritasi kulit area vagina. Kamu mungkin tidak langsung merasakan keluhan ini saat pertama kali mengenakan celana ketat baru, tetapi gejala perlahan dapat muncul saat makin sering dikenakan.
4. Vaginosis bakterialis
Vaginosis bakterialis adalah infeksi vagina paling umum pada wanita usia 15–44 tahun. Kondisi ini bisa terjadi saat terlalu banyak bakteri tumbuh di vagina.
Selain sensasi terbakar, gejala vaginosis bakterialis lainnya dapat meliputi:
Keputihan berwarna putih yang tipis atau abu-abu.
Bau amis, khususnya setelah berhubungan intim.
Gatal di area luar vagina.
Dalam beberapa kasus, vaginosis bakterialis akan hilang tanpa pengobatan. Namun, sering kali antibiotik dibutuhkan.
5. Infeksi ragi

Infeksi pada vagina yang disebabkan oleh ragi (jenis jamur) dapat menyebabkan rasa terbakar. Ini disebut sebagai adalah kandidiasis. Gejalanya dapat meliputi:
Gatal.
Rasa sakit.
Sakit saat berhubungan seks.
Rasa sakit atau ketidaknyamanan saat berkemih.
Keluarnya cairan dari vagina.
Beberapa perempuan lebih mungkin mengalami kandidiasis saat hamil, menggunakan kontrasepsi hormonal, memiliki diabetes, memiliki gangguan sistem kekebalan tubuh, serta baru atau sedang mengonsumsi antibiotik.
Pengobatan kandidiasis biasanya dengan antijamur oles atau oral.
6. Infeksi saluran kemih
Berbagai bagian saluran kemih dapat terinfeksi, termasuk kandung kemih, uretra, dan ginjal. Perempuan dengan infeksi saluran kemih (ISK) kemungkinan akan mengalami rasa terbakar di vagina saat buang kecil. Gejala lainnya termasuk:
Merasa ingin buang air kecil secara tiba-tiba atau lebih sering.
Sakit saat buang air kecil.
Urine berbau atau berwarna keruh.
Terdapat darah dalam urine.
Sakit perut bagian bawah.
Merasa lelah atau tidak enak badan.
Dokter biasanya akan meresepkan antibiotik. Secara umum, infeksi akan hilang dalam waktu sekitar lima hari setelah memulai pengobatan antibiotik.
7. Trikomoniasis
Trikomoniasis adalah jenis penyakit menular seksual yang muncul lebih sering pada perempuan. Banyak kasus yang tidak menunjukkan gejala, tetapi jika ada itu bisa meliputi:
Rasa terbakar, iritasi, dan/atau gatal di vagina.
Keputihan berwarna bening, putih, kuning, atau hijau.
Bau tidak sedap dari vagina.
Ketidaknyamanan saat buang air kecil atau saat berhubungan seks.
Kondisi ini perlu penanganan dokter. Nantinya, dokter akan meresepkan antibiotik untuk membersihkan infeksi. Jika tidak diobati, trikomoniasis bisa menyebabkan komplikasi jangka panjang serta meningkatkan risiko terkena penyakit menular seksual lainnya.
8. Gonore

Gonore adalah kondisi saat bakteri Neisseria gonorrheae menginfeksi selaput lendir, seperti leher rahim, rahim, dan saluran tuba. Ini biasanya ditularkan melalui kontak seksual dengan seseorang yang memiliki infeksi. Kondisi ini umum dialami orang-orang yang berusia 15–24 tahun.
Perempuan bisa mengalami rasa terbakar di vagina saat buang air kecil, yang dapat disertai gejala di bawah ini:
Nyeri saat berkemih.
Keputihan.
Pendarahan vagina di antara periode menstruasi.
Gonore bisa disembuhkan, yang sering kali membutuhkan terapi ganda (menggunakan dua jenis obat yang berbeda pada waktu yang sama).
9. Herpes genital
Herpes genital adalah infeksi virus yang tidak dapat disembuhkan yang disebabkan oleh kontak kulit ke kulit dengan seseorang yang memiliki virus herpes simpleks (HSV).
Gejala mungkin tidak langsung berkembang, bahkan bisa bertahun-tahun sebelum virus menjadi aktif dan gejala muncul. Saat gejala muncul, ini bisa berupa:
Sensasi terbakar, gatal, atau kesemutan di vagina.
Luka, lecet, atau lepuh yang menyakitkan.
Pembengkakan kelenjar.
Nyeri vagina, terutama saat buang air kecil.
Gejala mirip flu.
Keputihan yang tidak normal.
Sekalinya terkena, virus herpes akan tinggal di tubuh selamanya dan tidak ada obatnya. Namun, perawatan dari dokter tetap dibutuhkan untuk meredakan gejala, mengurangi risiko outbreak, dan mempersingkat durasi serangan. Dokter juga dapat meresepkan obat untuk membantu mengurangi risiko penularan herpes genital ke orang lain.
10. Klamidia

Disebabkan oleh bakteri Chlamydia trachomatis, klamidia biasanya ditularkan lewat kontak seksual dengan seseorang yang terinfeksi.
Dalam banyak kasus, klamidia tidak memicu gejala. Saat gejala berkembang, ini bisa termasuk sensasi terbakar di vagina serta:
Peningkatan jumlah keputihan.
Sakit saat buang air kecil dan saat berhubungan seks.
Pendarahan saat berhubungan seks dan di antara periode menstruasi.
Klamidia diobati dengan antibiotik.
11. Kutil kelamin yang disebabkan oleh HPV
Human papillomavirus (HPV) dapat menyebabkan kutil. HPV dapat menyebabkan kulit kelamin yang dapat muncul:
Di vulva, vagina, leher rahim, atau anus.
Dalam kelompok atau sebagai satu atau dua gundukan.
Sebagai benjolan putih atau berwarna daging.
Walaupun kutil kelamin bisa hilang dengan sendirinya, tetapi tidak ada obat untuk menyembuhkannya. Kamu bisa menghilangkannya secara medis, yang mana ini dapat menurunkan risiko penularan infeksi kepada orang lain. HPV juga terkait dengan kanker yang berbeda, termasuk kanker dubur dan kanker serviks.
12. Lichen sclerosus
Licen sclerosus adalah kondisi kulit yang langka yang menyebabkan bercak putih tipis berkembang di kulit vagina. Bercak ini sangat umum muncul di sekitar vulva. Mereka dapat menyebabkan jaringan parut permanen.
Perempuan pascamenopause lebih mungkin untuk mengembangkan lichen sclerosus, meskipun perempuan usia berapa pun bisa mengalaminya.
Dalam kasus ini, dokter akan meresepkan krim steroid yang kuat untuk membantu mengurangi gejala. Dokter juga perlu memperhatikan komplikasi permanen seperti penipisan kulit dan bekas luka.
13. Menopause
Perubahan kadar hormon dalam tubuh perempuan sebelum memasuki masa menopause dapat memengaruhi vagina. Rasa terbakar di vagina adalah salah satu kemungkinan akibat perubahan ini, terutama saat berhubungan seks.
Gejala umum lainnya dari transisi menopause meliputi:
Wajah memerah.
Keringat malam.
Sulit tidur.
Gairah seks berkurang.
Vagina kering.
Sakit kepala.
Perubahan suasana hati.
Tidak semua perempuan yang memasuki masa menopause mencari perhatian medis untuk meredakan gejalanya. Namun, sering kali ada pilihan, seperti terapi hormon.
14. Vulvodinia

Vulvodinia adalah nyeri kronis atau ketidaknyamanan di vulva, area di luar organ intim perempuan. Kondisi ini digambar seperti rasa terbakar di bagian vulva.
Adanya kondisi ini dapat menyebabkan sensasi terbakar, perih, nyeri, luka, serta hubungan seksual yang menyakitkan. Karena ini merupakan kondisi kompleks, sebaiknya temui dokter jika mengalami gejala-gejala tersebut.
15. Dehidrasi
Dikatakan kalau kamu tidak minum cukup air, itu bisa membuat vagina kering. Jika vagina mengalami dehidrasi secara rutin, kamu dapat merasakan gatal, sensasi terbakar, dan nyeri di vagina. Selain itu, kondisi tersebut bisa menyebabkan atau memperburuk infeksi ragi.
Ini karena bagian dalam vagina biasanya bersifat asam dan sangat cocok untuk organisme pelindung yang hidup di sana. Apa pun yang mengganggu keseimbangan ini dapat menyebabkan masalah seperti infeksi, kekeringan, gatal, atau rasa terbakar. Infeksi ragi dan bakteri terjadi ketika ada gangguan keseimbangan pH normal yang disebabkan oleh kulit dehidrasi di dalam dan di sekitar bagian dalam vagina.
16. Tisu pembersih vagina
Mungkin kamu pernah melihat produk tisu pembersih vagina di pasaran, dengan klaim "kesegaran", "kebersihan", hingga "menghilangkan bau". Namun, produk tisu kewanitaan ini dapat berdampak buruk bagi vagina.
Beberapa tisu kewanitaan mengandung bahan kimia yang terkait dengan kanker, gangguan hormon, dan masalah kesuburan. Risiko kesehatan jangka panjang dari paparan bahan kimia ini dari penggunaan tisu belum pernah dipelajari dan sebagian besar tidak diketahui.
Pada tahun 2015, Women's Voices for the Earth meneliti pengalaman perempuan menggunakan tisu kewanitaan dengan mengumpulkan lebih dari 150 contoh ulasan produk online dari 11 merek tisu yang berbeda, serta merinci efek kesehatan merugikan yang terkait.
Secara khusus, keluhan gatal, rasa terbakar, iritasi, reaksi alergi, dan ruam berdarah sering dilaporkan. Selain itu, ada beberapa laporan terkait infeksi saluran kemih. Beberapa perempuan mencatat bahwa mereka menggunakan tisu untuk meringankan gejala, tetapi menemukan bahwa tisu hanya memperburuk masalah yang ada.
Beberapa penyebab rasa terbakar di vagina akan membaik dengan sendirinya. Namun, jika keluhan tersebut terus berlanjut dan mulai mengalami gejala lain, sebaiknya temui dokter. Dalam banyak kasus, dokter akan melakukan pemeriksaan dan meresepkan obat. Namun, di lain waktu dokter mungkin akan merencanakan perawatan jangka panjang.
Referensi
"Pants on Fire: What’s Up with Vaginal Burning?" Greatist. Diakses Juni 2025.
"What Causes Vaginal Burning, and How Is It Treated?" Healthline. Diakses Juni 2025.
"About Bacterial Vaginosis (BV)." Centers for Disease Control and Prevention. Diakses Juni 2025.
"What causes burning in the vagina?" Medical News Today. Diakses Juni 2025.
"Burning vagina: 12 reasons why you're dealing with the painful sensation, down there." Women's Health. Diakses Juni 2025.
"Do you have a dehydrated vagina? The subtle signs you do - and how it's affecting your life without you even realising." Glamour. Diakses Juni 2025.
"The Rub with Feminine Wipes." Women’s Voices for the Earth. Diakses Juni 2025.