- Inventarisasi nasional dan pemetaan risiko
Peringatan Pakar: Ancaman Asbes Tak Terlihat, tetapi Bisa Mematikan

- Asbes masih digunakan luas di Indonesia meski terbukti memicu penyakit mematikan seperti asbestosis, kanker paru, dan mesothelioma.
- Regulasi Indonesia tertinggal dibandingkan lebih dari 60 negara yang sudah melarang seluruh jenis asbes.
- Penguatan kebijakan nasional, termasuk inventarisasi, surveilans penyakit, substitusi bahan, dan pelarangan bertahap, diperlukan untuk mencapai Indonesia Bebas Asbes 2035.
Bahaya asbes sebenarnya sudah lama diketahui, tetapi hingga kini masih banyak digunakan di Indonesia. Serat asbes sangat kecil dan nyaris tak terlihat, tetapi bisa melayang di udara saat seseorang memotong, menggergaji, atau sekadar membersihkan atap yang menua. Begitu terhirup, serat ini masuk ke paru-paru dan menetap seumur hidup.
Menurut WHO (2024), tidak ada batas aman untuk paparan asbes karena material ini dapat memicu asbestosis, kanker paru, hingga mesothelioma.
Dalam sebuah tulisan di laman Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI (BKPK Kemenkes), Dr. Ir. Bambang Setiaji, SKM, M.Kes, Analis Kebijakan Ahli Madya di BKPK Kemenkes, menjelaskan bahwa gejala akibat paparan asbes sering muncul puluhan tahun setelahnya.
Bahkan, tinjauan global dan naratif menyatakan bahwa gambaran radiologis dan klinis penyakit paru akibat asbes—seperti penebalan pleura, efusi pleura, atau fibrosis interstisial—mudah menyerupai tuberkulosis (TBC) sehingga terjadi misdiagnosis dan under-reporting, terutama di negara berpenghasilan menengah-rendah.
Diperkirakan sekitar 1.600 kematian per tahun di Indonesia terkait penyakit akibat asbes.
Indonesia masih menjadi pengguna asbes besar dunia
Walau berbahaya, Indonesia masih menjadi salah satu importir asbes terbesar. Menurut The Observatory of Economic Complexity (OEC), pada 2023, Indonesia mengimpor asbes senilai US$60 juta, menjadikannya importir asbes terbesar kedua di dunia dari 83 negara. Pada tahun yang sama, asbes berada di urutan ke-434 dari 1.210 komoditas yang paling banyak diimpor Indonesia.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia tahun 2023 menunjukkan sekitar 8,1 persen rumah di seluruh negeri masih menggunakan atap asbes, meskipun distribusinya sangat bervariasi antarprovinsi. Di wilayah padat penduduk seperti Jakarta, atap asbes menutupi lebih dari 50 persen bangunan tempat tinggal.
Lebih dari 72 negara sudah melarang penggunaan asbestos menurut International Ban Asbestos Secretariat (IBAS), dan beralih ke bahan yang lebih aman seperti serat selulosa, PVA, dan material komposit.
Menurut Bambang Setiaji, regulasi Indonesia tergolong usang. Aturan seperti PP No. 74/2001 dan Permenaker No. 3/1985 baru melarang asbes biru (crocidolite), padahal jenis asbes putih (chrysotile) yang masih diperbolehkan juga memiliki risiko mematikan (WHO, 2024). Kondisi ini membuat masyarakat, baik pekerja industri maupun penghuni rumah, tetap terpapar serat berbahaya dari bangunan lama, pipa, hingga limbah konstruksi.
Mungkinkah Indonesia bebas asbes 2035?

Melihat ancaman serius ini, harus ada upaya serius untuk mendorong penguatan kebijakan pengendalian pajanan asbes sebagai kebijakan awal menuju Indonesia Bebas Asbes Tahun 2035. Beberapa kebijakan yang perlu didorong secara terintegrasi, menurut Bambang Setiaji, adalah sebagai berikut:
Melakukan pendataan bangunan publik, fasilitas industri, dan perumahan yang masih menggunakan asbes. Teknologi Geographic Information System (GIS) akan digunakan untuk memetakan wilayah berisiko tinggi (Suraya, 2024).
- Sistem surveilans dan registri penyakit
Membangun Registri Nasional Penyakit akibat Pajanan Asbes untuk mendeteksi dan mencatat kasus secara digital, sekaligus menjadi dasar pemberian kompensasi bagi pekerja terdampak.
- Program substitusi dan insentif industri
Memberi insentif fiskal, keringanan pajak, dan dukungan teknologi bagi industri agar beralih ke bahan pengganti yang aman dan ramah lingkungan. Ini sejalan dengan agenda ekonomi hijau (green industry) dalam RPJMN dan peta jalan Kemenperin.
- Reformasi regulasi dan pelarangan bertahap
Revisi PP No. 74/2001 dan Permenaker No. 3/1985 agar seluruh jenis asbes dikategorikan sebagai Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang dilarang penggunaannya secara bertahap. Targetnya, penghentian impor asbes dalam lima tahun dan pelarangan total dalam sepuluh tahun (U.S. Environmental Protection Agency/EPA, 2024).
- Edukasi publik dan kampanye nasional
Meluncurkan gerakan “Indonesia Bebas Asbes 2035”, dengan kampanye publik tentang bahaya asbes, pelatihan petugas teknis, dan sosialisasi pengelolaan limbah asbes secara aman.
Dari lima kebijakan di atas, ada tiga langkah strategis yang dapat dilakukan secara bersamaan dan saling melengkapi, yaitu:
- Inventarisasi dan surveilans nasional (langkah cepat dan mudah dilaksanakan).
- Substitusi bahan industri bebas asbes (transisi ekonomi menuju industri hijau).
- Revisi regulasi pelarangan total (dasar hukum jangka panjang).
Kombinasi ketiga langkah ini akan memperkuat posisi Indonesia dalam upaya global eliminasi penyakit akibat asbes dan mendukung pencapaian pembangunan berkelanjutan (SDGs).
Menghapus asbes bukan cuma persoalan kesehatan, tetapi juga masa depan lingkungan. Limbah asbes sulit dikelola dan dapat mencemari tanah, air, hingga udara. Dengan beralih ke bahan yang lebih aman, Indonesia bukan hanya melindungi warganya, tetapi juga berkontribusi pada upaya global mengurangi bahan kimia berbahaya.
Perjalanan menuju Indonesia bebas asbes tidak akan mudah karena ada tantangan industri, biaya transisi, dan kebutuhan edukasi publik yang besar. Namun, banyak negara telah membuktikan bahwa pelarangan asbes mampu menekan angka penyakit serius dan menghemat biaya kesehatan dalam jangka panjang. WHO sendiri menegaskan bahwa “satu-satunya cara aman mengelola asbes adalah dengan tidak menggunakannya sama sekali.”
Serat asbes memang tak terlihat, tetapi dampaknya nyata. Karena itu, saatnya pemerintah, industri, akademisi, dan masyarakat bergerak bersama menghentikan siklus bahayanya. Diharapkan dengan kebijakan yang kuat dan inovasi bahan pengganti, Indonesia bisa benar-benar "bernapas lega" pada 2035.
Referensi
"Saatnya Indonesia Menghirup Udara Bersih Tanpa Asbes: Mengakhiri Bahaya Yang Tak terlihat." BKPK Kemenkes RI. Diakses November 2025.
Priyanka Roy et al., “Challenges in Identifying and Diagnosing Asbestos-Related Diseases in Emerging Economies: A Global Health Perspective,” Annals of Global Health 91, no. 1 (September 18, 2025): 65, https://doi.org/10.5334/aogh.4871.
"Asbestos." World Health Organization. Diakses November 2025.
Ade Dwi Lestari, Nany Hairunisa, and Alvin Mohamad Ridwan, “Occupational Asbestos Related Diseases in Indonesia: A Call for Urgent Action and Awareness,” Jurnal Biomedika Dan Kesehatan 6, no. 2 (August 31, 2023): 224–34, https://doi.org/10.18051/jbiomedkes.2023.v6.224-234.
"Asbestos in Indonesia." The Observatory of Economic Complexity (OEC). Diakses November 2025.
Anna Suraya et al., “Mapping Asbestos Vulnerability in Indonesia Using Earthquake Vulnerability,” Journal of Preventive Medicine and Public Health 58, no. 5 (August 6, 2025): 475–83, https://doi.org/10.3961/jpmph.24.749.
"Current Asbestos Bans - compiled by Laurie Kazan-Allen (Revised September 29, 2025)." International Ban Asbestos Secretariat (IBAS). Diakses November 2025.

![[QUIZ] Ini Cara Diet Sehat yang Sesuai dengan Kepribadianmu](https://image.idntimes.com/post/20250226/quiz-ini-cara-diet-sehat-yang-sesuai-dengan-kepribadianmu-2-f19068380c227a6e323065641cb56293.jpg)
















