Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

PrEP Sangat Efektif Cegah HIV dengan Tingkat Kesuksesan 90 Persen

ilustrasi pita solidaritas HIV (pexels.com/Anna Shvets)
ilustrasi pita solidaritas HIV (pexels.com/Anna Shvets)

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 38,4 juta orang di seluruh dunia hidup dengan HIV pada akhir tahun 2021. Di Indonesia, jumlahnya tak kalah mengkhawatirkan. Bahkan, cenderung naik dari waktu ke waktu.

Berdasarkan studi yang dipublikasikan dalam jurnal Oral Diseases tahun 2020, kasus baru HIV di Indonesia meningkat dari 7.000 kasus per tahun pada tahun 2006 menjadi 48.000 kasus per tahun pada tahun 2017.

Memiliki HIV bukan akhir dari segalanya. Salah satu cara agar tidak tertular HIV adalah dengan mengonsumsi profilaksis pra pajanan atau pre-exposure prophylaxis (PrEP). Tidak main-main, tingkat kesuksesannya mencapai 90 persen!

Pada Jumat (9/9/2022), Health Talk by @idntimes mengadakan live streaming bertema “Cegah Penyebaran HIV dengan Langkah Tepat”. Pembicara yang dihadirkan ialah dr. Bagus Rahmat Prabowo, MscPH, Prevention Technical Officer UNAIDS. Serap ilmunya, yuk!

1. Virus HIV membuat kekebalan manusia menurun

Human immunodeficiency virus atau HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Jika tidak diobati, maka akan berkembang menjadi acquired immunodeficiency syndrome atau AIDS.

"Tubuh manusia punya kekebalan yang berfungsi untuk melawan berbagai macam infeksi yang masuk, baik itu infeksi bakteri atau virus. Kekebalan tubuh itu, kan, sistem yang holistik, ada di mana-mana. Nah, dia (HIV) perlu waktu untuk membuat kekebalan tubuh kita menurun," jelas dr. Bagus.

Setelah terinfeksi HIV, gejala tidak akan langsung muncul. Banyak orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang terlihat sehat selama bertahun-tahun pasca terinfeksi. Meskipun asimtomatik, mereka tetap bisa menularkan virusnya ke orang lain.

2. Tidak dapat disingkirkan dan menetap dalam tubuh seumur hidup

Berbeda dengan virus-virus lain yang hanya “numpang lewat”, virus HIV menetap di tubuh seseorang selamanya. Hingga saat ini, belum ditemukan obat yang bisa mengeradikasi virus HIV secara total.

"Kalau AIDS tentu bisa diatasi. AIDS itu, kan, kumpulan gejala. Misal, gejalanya tuberkulosis ditambah kandidiasis di mulut. Kita obati saja TBC dan jamur di mulutnya. Atau kalau terkena radang otak, kita berikan antibiotik untuk meningitisnya," ujar dr. Bagus.

3. Yang rentan terinfeksi adalah orang-orang yang melakukan perilaku berisiko

ilustrasi seks (pexels.com/Ketut Subiyanto)
ilustrasi seks (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Dokter Bagus menegaskan bahwa yang lebih rentan terinfeksi HIV adalah orang-orang yang melakukan perilaku berisiko, bukan karena orientasi seksualnya. Perilaku berisiko yang dimaksud antara lain:

  • Berhubungan seks tanpa kondom.
  • Berbagi jarum suntik dengan orang lain.
  • Melakukan anal seks.
  • Bergonta-ganti pasangan seks.

Perilaku itulah yang memperbesar risiko seseorang terinfeksi HIV. Siapa pun yang melakukannya, entah itu heteroseksual, homoseksual, atau biseksual, akan menghadapi risiko yang sama.

4. Jika pernah melakukan aktivitas berisiko, lakukan tes sesegera mungkin

Untuk mengetahui apakah kita positif HIV atau tidak, lakukan voluntary counseling and testing (VCT). Tidak harus ke rumah sakit, karena sebagian besar puskesmas menyediakannya.

Opsi lain adalah datang ke klinik komunitas yang lebih ramah terhadap komunitas tertentu. Seperti komunitas pekerja seks, waria, hingga lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki lainnya (LSL).

Menurut dr. Bagus, pemeriksaan ini tidak dipungut biaya alias gratis karena merupakan salah satu program pemerintah dalam menanggulangi HIV/AIDS. Pengecualian untuk rumah sakit atau klinik swasta yang rata-rata mematok tarif ratusan ribu rupiah.

5. PrEP terbukti efektif untuk mencegah HIV

ilustrasi obat (pixabay.com/stevepb)
ilustrasi obat (pixabay.com/stevepb)

Risiko terinfeksi setelah berhubungan seks dengan orang yang positif HIV adalah 0,0015 persen. Risikonya akan meningkat menjadi 15 persen kalau kita memiliki infeksi menular seksual, seperti sifilis, kencing nanah (gonore), atau klamidia.

Cara efektif untuk mencegah HIV adalah menghindari perilaku berisiko, memakai kondom, abstinensia (tidak berhubungan seksual sama sekali), dan setia dengan pasangan. Selain itu, bisa juga dengan mengonsumsi PrEP yang memiliki efektivitas di atas 90 persen.

Ada juga post exposure prophylaxis (PEP) yang diberikan setelah paparan. Ini biasanya diberikan kepada korban pemerkosaan atau orang yang baru tahu kalau ia telah berhubungan seks dengan ODHA.

"Terkadang juga diberikan ke tenaga kesehatan yang terkena jarum dari pasien yang diduga HIV, atau bidan yang menolong persalinan ibu yang HIV positif. Namun, ada batas waktunya, maksimal 72 jam dari paparan supaya virusnya tidak sempat berkembang biak atau bereplikasi," dr. Bagus menegaskan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nena Zakiah
Nuruliar F
Nena Zakiah
EditorNena Zakiah
Follow Us