Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Red Man Syndrome: Gejala, Penyebab, Faktor Risiko, dan Perawatan

ilustasi wanita sedang menatap (pexels.com/Engin Akyurt)
ilustasi wanita sedang menatap (pexels.com/Engin Akyurt)

Red man syndrome merupakan respons hipersensitif terhadap paparan antibiotik kategori vankomisin, Vankomisin sendiri sering kali diresepkan untuk pasien yang mengalami masalah medis serius terkait infeksi bakteri. Masalah medis tersebut dapat berupa infeksi darah, infeksi tulang, dan infeksi kulit.

Laporan bertajuk Red Man Syndrome dalam Critical Care memaparkan, selain digunakan untuk mengobati infeksi, vankomisin biasanya diberikan kepada pasien yang mengembangkan alergi terhadap antibiotik jenis penisilin atau sefalosporin.

Sementara itu, perkiraan kasus red man syndrome pada orang-orang yang diberikan vankomisin diperkirakan sebanyak 5 sampai 13 persen. Berikut adalah ulasan lebih mengenai red man syndrome yang sebaiknya kamu ketahui.

1. Gejala

Gejala red man syndrome (bmj.com)
Gejala red man syndrome (bmj.com)

Gejala utama red man syndrome ialah muncul ruam pada bagian wajah, leher, dan tubuh atas. Area kulit yang terdampak cenderung menimbulkan sensasi gatal dan terbakar. Sementara pada bagian wajah, seperti mata dan bibir bisa mengalami pembengkakan. Gejala lain yang mungkin mengikuti adalah demam, kedinginan, sakit kepala, pusing, atau gelisah.

Setelah 6 hari mengembangkan gejala red man syndrome, kulit penderita dapat menebal dan mengelupas terutama pada bagian telapak tangan dan kaki. Apabila sindrom memengaruhi area kepala, gejala kerontokan rambut bisa jadi ancaman yang mungkin muncul.

Adapun gejala potensial lain dari red man syndrome terdiri dari:

  • Mual dan muntah
  • Pingsan
  • Dehidrasi
  • Kelelahan dan kejang otot
  • Pembengkakan kelenjar getah bening
  • Tekanan darah rendah tidak normal
  • Peningkatan denyut jantung
  • Infeksi sekunder
  • Dalam kasus parah dapat menyebabkan nyeri dada dan kesulitan bernapas
  • Dalam kasus yang jarang dikaitkan dengan kerusakan pendengaran dan organ ginjal

2. Penyebab

ilustrasi pasien mendapatkan perawatan melalui infus (pexels.com/Anna Shvets)
ilustrasi pasien mendapatkan perawatan melalui infus (pexels.com/Anna Shvets)

Para dokter awalnya percaya bahwa red man syndrome disebabkan oleh semacam kotoran dari sediaan vankomisin. Selama itu, kondisi ini dilabeli dengan Mississippi Mud. Setelah melalui tahap pengujian lebih lanjut oleh para ahli, ditemukan fakta baru mengenai penyebab sindrom ini muncul.

Red man syndrome dikaitkan dengan stimulasi berlebih pada sel-sel kekebalan spesifik tubuh yang merespons vankomisin. Sel yang berhubungan dengan reaksi mirip alergi itu ialah sel mast, yakni salah satu jenis sel darah putih. Pada proses kerjanya, stimulasi berlebih menjadikan sel mast memproduksi lebih banyak senyawa histamin. Senyawa inilah yang menyebabkan gejala red man syndrome itu tampak.

3. Faktor risiko

ilustrasi penderita kanker (pexels.com/SHVETS production)
ilustrasi penderita kanker (pexels.com/SHVETS production)

Faktor utama seseorang dapat mengembangkan red man syndrome adalah pada saat dirinya menerima infus vankomisin dalam durasi yang terbilang cepat. Dengan demikian, untuk mengurangi risiko terjadinya sindrom ini, dokter biasanya akan memberikan rekomendasi pemberian infus secara perlahan setidaknya sampai 1 jam.

Faktor risiko lain adalah, bahwa sindrom ini dilaporkan lebih sering menjangkit orang yang berusia lebih muda di bawah 40 tahun dan terutama anak-anak. Kemudian bagi seseorang yang sebelumnya pernah mengembangkan red man syndrome, maka akan kembali berisiko mengembangkannya saat mendapatkan lagi perawatan vankomisin di kemudian hari.

Red man syndrome bisa memburuk terutama pada orang yang mendapatkan pengobatan lain secara bersamaan. Pengobatan lain yang dimaksud adalah obat relaksan otot, obat penghilang rasa sakit tertentu, serta obat antibiotik seperti rifampisin dan ciprofloxacin.

Secara umum, kasus red man syndrome dalam kaitannya dengan kondisi medis lain dapat menjangkit seseorang yang memiliki riwayat penyakit tertentu, seperti:

  • Kanker: umumnya kanker paru-paru
  • Penyakit graft-versus-host: bentuk reaksi tubuh setelah menerima prosedur transplantasi sumsum tulang
  • HIV: infeksi kemungkinan berdampak pada pengobatan antibiotik

4. Perawatan

ilustrasi anak kecil sedang tidur (pexels.com/Karolina Grabowska)
ilustrasi anak kecil sedang tidur (pexels.com/Karolina Grabowska)

Perawatan red man syndrome disesuaikan dengan penyebab yang mendasarinya. Untuk itu mengapa sangat diperlukan diagnosis yang akurat. Dalam kasus yang sudah dikatakan parah, individu yang bersangkutan harus dirawat inap di rumah sakit. Ini dilakukan guna membantu dokter memantau kondisi pasien dan memudahkan proses penanganan secara cepat.

Sementara jika penyebabnya adalah karena pemberian infus vankomisin, maka hal tersebut harus dihentikan sementara. Infus vankomisin dapat kembali diberikan dengan kecepatan lebih rendah setelah gejala red man syndrome hilang.

5. Kiat mencegah kemunculan sindrom

ilustrasi dokter akan memberikan obat (pexels.com/Karolina Grabowska)
ilustrasi dokter akan memberikan obat (pexels.com/Karolina Grabowska)

Penting untuk dipahami bahwa untuk meredakan dan mengobati gejala pada red man syndrome bisa dilakukan dengan pemberian kompres basah atau emolien. Adapun opsi meminimalkan kemunculan sindrom ini salah satunya dengan pemberian antihistamin terlebih dahulu sebelum vankomisin. Penelitian menemukan bahwa opsi tersebut dapat mengurangi kemungkinan gatal dan kemerahan pada kulit secara signifikan.

Gejala red man syndrome biasanya tidak terlalu serius, namun dampak yang ditimbulkan sangat mengganggu kehidupan. Ini ditunjukkan dengan sensasi kulit gatal dan terbakar khususnya pada bagian tubuh atas. Di sisi lain, sindrom ini biasanya akan berlangsung sekitar 20 menit sampai beberapa jam setelah gejala berkembang.

Red man syndrome paling sering terjadi akibat paparan antibiotik vankomisin yang diberikan melalui selang infus. Pada seseorang yang sebelumnya pernah mengembangkan gejala ini, maka akan berisiko mengembangkannya lagi saat perawatan yang sama diberlakukan.

Untuk itu, penting memberi tahu dokter mengenai riwayat reaksi tubuh yang pernah dialami saat mendapatkan vankomisin. Hal demikian dapat menjadi langkah pencegahan untuk menghalau perkembangan red man syndrome.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Indri yani
EditorIndri yani
Follow Us