Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Risiko Makan Gorengan Setiap Buka Puasa

ilustrasi gorengan (unsplash.com/Tyson)
Intinya sih...
  • Makanan yang digoreng dengan minyak dalam jumlah banyak mungkin dapat berisiko jika dimakan saat perut kosong.
  • Gorengan mengandung banyak lemak jenuh dan lemak trans, yang diketahui dapat meningkatkan kadar kolesterol darah dan merusak dinding arteri.
  • Makanan bertepung seperti produk kentang goreng dan produk panggangan/kue panggang biasanya memiliki konsentrasi akrilamida yang lebih tinggi. Akrilamida dapat menimbulkan risiko beberapa jenis kanker.

Makanan yang digoreng menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pola makan orang Indonesia. Kamu dapat menggoreng hampir semua makanan, dari daging, keju, hingga sayuran. 

Akan tetapi, gorengan masuk kategori makanan kurang sehat, yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan jika dimakan terlalu sering atau terlalu banyak. Lantas, apa dampaknya jika kamu makan gorengan setiap buka puasa? Yuk, ketahui bersama!

1. Kurang baik untuk pencernaan

Makanan yang digoreng dengan minyak dalam jumlah banyak mungkin dapat berisiko jika dimakan saat perut kosong.

Makanan yang tinggi lemak membutuhkan waktu lebih lama untuk dicerna. Ini artinya makanan tersebut berada di lambung dalam jangka waktu lebih lama, yang menyebabkan produksi asam lebih banyak. Hal ini dapat menyebabkan sakit perut, ketidaknyamanan, dan gangguan pencernaan secara keseluruhan.

Makanan berlemak tinggi juga mengurangi seberapa baik kontraksi sfingter esofagus bagian bawah, sehingga menciptakan celah yang mengakibatkan refluks asam.

Untuk mengurangi efek tersebut, kamu dapat mengombinasikan makanan berlemak dengan karbohidrat, seperti nasi, roti, dan kentang, serta sayuran bertepung lainnya. Makanan ini bekerja dengan menyerap kelebihan asam, yang berpotensi mencegah efek samping terkait pencernaan yang dapat diakibatkan oleh konsumsi gorengan yang berminyak.

2. Mengandung lemak trans yang buruk buat kesehatan

ilustrasi menggoreng (pixabay.com/ivabalk)

Lemak trans terbentuk ketika lemak tak jenuh mengalami proses hidrogenasi.

Produsen makanan sering menghidrogenasi lemak menggunakan tekanan tinggi dan gas hidrogen untuk meningkatkan masa simpan dan stabilitasnya, tetapi hidrogenasi juga terjadi ketika minyak dipanaskan hingga suhu yang sangat tinggi selama memasak. Proses ini mengubah struktur kimia lemak, membuatnya sulit dipecah oleh tubuh, yang pada akhirnya dapat merugikan kesehatan.

Lemak trans telah dikaitkan dengan peningkatan risiko banyak kondisi kesehatan, termasuk penyakit jantung, kanker, diabetes, dan obesitas.

Kalau gorengan yang kamu makan dimasak dalam minyak pada suhu yang sangat tinggi, makanan tersebut kemungkinan mengandung lemak trans. Terlebih lagi, makanan yang digoreng sering dimasak dalam minyak sayur atau minyak biji-bijian olahan, yang mungkin mengandung lemak trans sebelum dipanaskan. Ketika minyak ini dipanaskan hingga suhu tinggi, kandungan lemak transnya dapat meningkat.

Menurut penelitian, setiap kali minyak dipakai ulang untuk menggoreng, kandungan lemak transnya meningkat.

3. Berisiko buat jantung

Gorengan mengandung banyak lemak jenuh dan lemak trans, yang diketahui dapat meningkatkan kadar kolesterol darah dan merusak dinding arteri. Area yang rusak di pembuluh darah ini akhirnya membentuk plak, yang mempersempit arteri dan membuatnya lebih sulit untuk memompa darah.

Anggaplah arteri sebagai pipa dalam sistem perpipaan. Seiring waktu, pipa cenderung mengalami penumpukan kotoran dan serpihan, yang akhirnya menyebabkan penyumbatan. Ketika proses ini terjadi di arteri, ini disebut aterosklerosis. Aterosklerosis membuat kamu berisiko lebih tinggi terhadap berbagai masalah jantung.

Sebuah metaanalisis terhadap 19 penelitian, para peneliti meninjau data diet dan kesehatan pada lebih dari 1,2 juta orang. Mereka menemukan hubungan yang kuat antara makan gorengan dan peningkatan risiko penyakit arteri koroner, kejadian jantung serius seperti serangan jantung, gagal jantung, dan stroke.

Penelitian menunjukkan bahwa mengonsumsi makanan yang digoreng dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami kejadian kardiovaskular utama, seperti serangan jantung, hingga 28 persen.

4. Meningkatkan risiko stroke

ilustrasi stroke (IDN Times/Novaya Siantita)

Seperti halnya serangan jantung, penumpukan plak di arteri yang membawa darah ke otak dapat menyebabkan stroke. Jika pasokan darah ke otak terbatas, itu dapat menyebabkan kerusakan otak karena kekurangan oksigen dan nutrisi. Kamu juga dapat mengalami stroke jika sepotong plak pecah dan bergerak ke otak.

Konsumsi makanan yang digoreng dalam jumlah banyak dapat meningkatkan risiko terkena stroke sekitar 37 persen.

5. Kenaikan berat badan dan obesitas

Makanan yang digoreng mengandung lebih banyak kalori daripada makanan yang tidak digoreng. Jadi, mengonsumsinya dalam jumlah banyak dapat meningkatkan asupan kalori secara signifikan, sehingga dapat menyebabkan penambahan berat badan.

Menurut penelitian, lemak trans dalam makanan yang digoreng dapat berperan penting dalam penambahan berat badan, karena lemak tersebut dapat memengaruhi hormon yang mengatur nafsu makan dan penyimpanan lemak.

Terlepas dari apakah itu disebabkan oleh kandungan kalori yang tinggi atau kandungan lemak trans yang tinggi, beberapa penelitian observasional telah menunjukkan adanya hubungan positif antara asupan makanan yang digoreng dan obesitas.

6. Dapat mengandung akrilamida, berpotensi menyebabkan beberapa jenis kanker

ilustrasi gorengan (freepik.com/freestockcenter)

Akrilamida adalah zat beracun yang dapat terbentuk dalam makanan selama proses memasak dengan suhu tinggi seperti menggoreng, membakar, atau memanggang. Zat ini terbentuk melalui reaksi kimia antara gula dan asam amino yang disebut asparagin.

Makanan bertepung seperti produk kentang goreng dan produk panggangan/kue panggang biasanya memiliki konsentrasi akrilamida yang lebih tinggi.

Sebuah penelitian hewan terdahulu menunjukkan bahwa zat ini menimbulkan risiko beberapa jenis kanker. Namun, sebagian besar penelitian terdahulu ini menggunakan dosis akrilamida yang sangat tinggi, 1.000–100.000 kali lipat dari jumlah rata-rata yang akan terpapar pada manusia melalui makanan.

Meskipun beberapa penelitian pada manusia telah menyelidiki asupan akrilamida, tetapi buktinya masih beragam.

Satu tinjauan menemukan hubungan yang sederhana antara akrilamida dalam makanan pada manusia dan kanker ginjal, endometrium, dan ovarium.

Penelitian lain menunjukkan bahwa akrilamida dalam makanan pada manusia tidak berhubungan dengan risiko jenis kanker umum apa pun.

Cara meminimalkan risiko kesehatan dari gorengan

Rasanya sulit ya untuk mengucapkan selamat tinggal kepada gorengan untuk selamanya? Tenang, kamu dapat melakukan beberapa cara untuk konsumsi gorengan dengan risiko kesehatan yang lebih sedikit.

  • Menggoreng makanan dengan lemak tak jenuh, seperti minyak zaitun.
  • Membatasi penggunaan ulang minyak goreng.
  • Menambahkan cairan berkarbonasi atau soda kue ke adonan (ini akan mengurangi penyerapan minyak).
  • Memperpendek waktu menggoreng dengan memasak pada suhu 162–204 derajat Celcius (lebih sedikit waktu berarti lebih sedikit penyerapan minyak).
  • Meniriskan makanan yang sudah dimasak di atas tisu dapur untuk menghilangkan minyak berlebih.

Kamu juga dapat menggoreng dengan air fryer, yang "menggoreng" makanan dengan udara panas dan sedikit atau tanpa minyak.

Makan gorengan setiap buka puasa tidak disarankan, apalagi menu makan lainnya juga banyak mengandung gorengan. Jadi, sebaiknya hindari atau batasi.

Saat buka puasa, hindari makan berlebihan atau mengonsumsi makanan yang terlalu berlemak dan manis. Mulailah dengan minum air putih dan kurma untuk memulihkan kadar gula darah secara perlahan. Setelah itu, konsumsi makanan yang seimbang seperti sup sayuran, protein dari daging tanpa lemak atau tahu, dan karbohidrat kompleks.

Referensi

"8 Foods You Should Never Eat on an Empty Stomach, According to Dietitians." Real Simple. Diakses Maret 2025.
Juhee Song et al., “Analysis of Trans Fat in Edible Oils With Cooking Process,” Toxicological Research 31, no. 3 (September 30, 2015): 307–12, https://doi.org/10.5487/tr.2015.31.3.307.
Swati Bhardwaj et al., “Effect of Heating/Reheating of Fats/Oils, as Used by Asian Indians, on Trans Fatty Acid Formation,” Food Chemistry 212 (June 11, 2016): 663–70, https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2016.06.021.
"Why Are Fried Foods Bad for You?" Healthline. Diakses Maret 2025.
Pei Qin et al., “Fried-food Consumption and Risk of Cardiovascular Disease and All-cause Mortality: A Meta-analysis of Observational Studies,” Heart 107, no. 19 (January 19, 2021): 1567–75, https://doi.org/10.1136/heartjnl-2020-317883.
A K Thompson, A-m Minihane, and C M Williams, “Trans Fatty Acids and Weight Gain,” International Journal of Obesity 35, no. 3 (July 20, 2010): 315–24, https://doi.org/10.1038/ijo.2010.141.
"Mengatur Pola Makan Sehat Selama Ramadhan." Kemenkes Poltekkes Makassar. Diakses Maret 2025.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nurulia R F
EditorNurulia R F
Follow Us