Waspadai Bahaya Penyakit Leptospirosis, Bisa Berakibat Fatal

- Leptospirosis disebabkan oleh bakteri Leptospira. Bakteri ini menyebar lewat urine dan cairan tubuh hewan, serta dapat bertahan hidup berminggu-minggu hingga berbulan-bulan di air tawar atau tanah lembap.
- Kamu bisa tertular leptospirosis melalui kontak dengan air atau tanah yang terkontaminasi urine atau cairan tubuh hewan terinfeksi, serta mengonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi urine hewan pembawa bakteri.
- Leptospirosis terdiri dari dua fase: leptospiremik (akut) dan fase imun (tertunda). Kamu mungkin mengalami gejala ringan atau bahkan tanpa gejala pada fase leptospiremik. Beberapa orang mengalami gejala berat pada fase imun.
Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Leptospira. Kamu bisa terinfeksi Leptospira melalui lecet atau luka di kulit, atau melalui mata, hidung, atau mulut. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, yang artinya ditularkan antara hewan dan manusia.
Angka kejadian leptospirosis di dunia diperkirakan antara 0,1 sampai 10 kasus per 100.000 orang setiap tahun. Namun, saat terjadi wabah atau paparan tinggi pada kelompok yang berisiko, angka kejadiannya bisa melonjak hingga lebih dari 50 kasus per 100.000 orang.
Indonesia termasuk negara tropis dengan tingkat kematian akibat leptospirosis yang tergolong tinggi, yaitu sekitar 2,5–16,45 persen, dengan rata-rata 7,1 persen. Pada tahun 2014, kasus leptospirosis di Indonesia tercatat 519 kasus, turun dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 640 kasus. Meski begitu, angka kematiannya justru meningkat dari 9,36 persen pada 2013 menjadi 11,75 persen di 2014.
Di Indonesia, ada enam provinsi yang melaporkan kasus leptospirosis, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Banten. Peningkatan kasus paling besar terjadi di Jawa Tengah. Berdasarkan Profil Kesehatan Jawa Tengah, angka kesakitan leptospirosis di provinsi ini terus naik, dari 0,43 per 100.000 penduduk pada 2015, menjadi 0,47 pada 2016, 0,92 pada 2017, dan 1,24 per 100.000 penduduk pada 2018.
Di Jawa Tengah, kasus leptospirosis tersebar di 21 kabupaten/kota. Daerah dengan jumlah kasus tertinggi adalah Demak (IR 7,91), Klaten (IR 5,38), Kota Semarang (IR 2,25), Pati (IR 1,91), dan Banyumas (IR 1,79) (Andriani & Sukendra, 2020).
1. Penyebab leptospirosis
Leptospirosis disebabkan oleh bakteri bernama Leptospira. Bakteri ini:
Bentuknya panjang, tipis, dan bisa bergerak (berkelok seperti spiral).
Menyebar lewat urine dan cairan tubuh hewan yang terinfeksi.
Dapat bertahan hidup berminggu-minggu hingga berbulan-bulan di air tawar atau tanah lembap, terutama di daerah beriklim hangat.
Leptospira punya lebih dari 300 jenis (serovar) yang berbahaya, yang dikelompokkan berdasarkan sifat antigen (bagian yang dikenali sistem imun). Namun, sifat antigen ini tidak selalu menentukan jenis spesiesnya. Jenis Leptospira bisa berbeda-beda di setiap wilayah.
Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, tetapi lebih sering terjadi di daerah tropis atau beriklim sedang.
2. Cara penularan leptospirosis
Kamu bisa tertular leptospirosis melalui:
Kontak dengan air atau tanah yang terkontaminasi urine atau cairan tubuh hewan terinfeksi.
Kontak dengan air atau tanah yang tercemar, terutama setelah bencana seperti badai, banjir, atau hujan deras.
Menyentuh langsung urine atau cairan tubuh hewan yang terinfeksi.
Mengonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi urine hewan pembawa bakteri.
3. Gejala leptospirosis

Leptospirosis biasanya muncul dalam empat bentuk utama:
Gejala ringan seperti flu: demam, sakit kepala, nyeri otot.
Sindrom Weil: ditandai oleh kulit dan mata yang menguning (penyakit kuning/jaundice), gagal ginjal, pendarahan, gangguan jantung.
Peradangan selaput otak (meningitis atau meningoensefalitis): bisa menyebabkan sakit kepala hebat dan gangguan saraf.
Pendarahan paru-paru yang parah: menyebabkan kesulitan bernapas, bisa sangat berbahaya.
Gejala yang paling umum termasuk:
Demam tiba-tiba.
Sakit kepala.
Nyeri otot (terutama di bagian betis).
Mata memerah tanpa keluar cairan (konjungtiva merah/conjunctival suffusion).
Kulit dan mata menguning.
Merasa tidak enak badan, lemas.
Masa inkubasi (waktu dari terinfeksi hingga muncul gejala) adalah sekitar 5–14 hari, bisa juga dari 2–30 hari.
Penting untuk diingat: gejala leptospirosis sangat mirip dengan penyakit tropis lainnya seperti demam berdarah atau demam berdarah virus lain, jadi mudah tertukar.
Waspadai jika kamu atau orang di dekatmu mengalami demam mendadak, menggigil, mata memerah, sakit kepala, nyeri otot, dan kulit menguning, apalagi jika ada riwayat kontak dengan hewan (terutama tikus) atau lingkungan yang mungkin terkontaminasi oleh urine hewan.
Dua fase leptospirosis
Fase leptospiremik. Kamu akan tiba-tiba merasakan gejala mirip flu, seperti demam, badan pegal, atau menggigil. Gejala ini muncul beberapa hari sampai beberapa minggu setelah pertama kali terpapar bakteri leptospira. Biasanya, gejala ini bisa bertahan sampai 10 hari.
Fase imun. Bakteri Leptospira sudah masuk ke organ tubuh, terutama ginjal. Bakteri bisa terdeteksi lewat tes urine, dan tubuh mulai membentuk antibodi untuk melawan bakteri. Pada fase ini, bisa juga muncul sindrom Weil, yaitu kondisi serius yang bisa menyebabkan pendarahan di dalam tubuh, kerusakan ginjal, dan jaundice.
4. Faktor risiko leptospirosis
Ada beberapa kondisi atau profesi yang berisiko terinfeksi leptospirosis, di antaranya:
Individu yang rumah dan tempat tinggalnya memiliki sanitasi (kebersihan) yang buruk.
Individu yang berenang di danau atau sungai.
Pekerja pertambangan.
Petani.
Peternak dan pekerja di pemotongan hewan.
Anggota militer.
Hal ini dikaitkan dengan peningkatan risiko terpaparnya dengan cairan yang kemungkinan terinfeksi dengan bakteri leptospirosis.
Leptospirosis lebih mungkin muncul di:
Asia Selatan dan Asia Tenggara.
Australia.
Karibia dan Amerika Tengah.
Andes dan daerah tropis Amerika Selatan.
Afrika Sub-Sahara dan Afrika Timur.
Tempat wisata di mana leptospirosis kadang terjadi termasuk Selandia Baru, Australia, Hawaii, dan Barbados.
Banjir juga meningkatkan risiko terjadinya wabah. Bila perubahan iklim menyebabkan lebih banyak kasus banjir di seluruh dunia, kemunculan leptospirosis mungkin akan lebih banyak.
5. Leptospirosis bisa dicegah
Mencegah lebih baik mengobati. Beberapa hal dapat dilakukan untuk mencegah terinfeksi leptospirosis, di antaranya:
- Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan rumah.
- Hindari tertelannya air sungai atau danau saat berenang.
- Mengenakan sepatu pelindung ataupun baju pelindung saat bekerja atau berada di genangan air.
- Hindari bermain di genangan banjir.
- Segera membersihkan diri setelah berkontak dengan air banjir ataupun genangan air kotor setelah bekerja.
6. Pengobatan leptospirosis

Pengobatan leptospirosis bergantung pada tingkat keparahannya.
Untuk kasus ringan, kebanyakan ahli menyarankan agar antibiotik tidak langsung diberikan. Biasanya, orang yang terinfeksi cukup mendapatkan cairan yang cukup, istirahat, serta pengendalian demam dan nyeri. Jika diperlukan, dokter dapat meresepkan antibiotik oral seperti doxycycline, amoxicillin, atau ampicillin.
Pada kasus yang lebih serius, penanganan intensif diperlukan dan antibiotik diberikan secara intravena, misalnya penicillin G, sefalosporin generasi ketiga, atau erythromycin.
Pasien dengan bentuk berat seperti sindrom Weil biasanya membutuhkan perawatan di unit intensif karena risiko gangguan banyak organ dan kemungkinan memburuk secara cepat. Jika terjadi gagal ginjal, kortikosteroid kadang digunakan meski masih menjadi perdebatan. Gangguan pernapasan akibat infeksi di paru dapat menyebabkan kesulitan bernapas, bahkan perlu bantuan ventilator.
Selain itu, terapi tambahan bisa meliputi obat tetes mata, diuretik, serta obat pendukung jantung seperti dopamin dosis khusus ginjal.
Walaupun bentuk ringan dari leptospirosis jarang berakibat fatal, tetapi bentuk berat seperti sindrom Weil memiliki tingkat kematian yang tinggi jika tidak ditangani segera dan tepat.
Leptospirosis adalah penyakit yang bisa menyerang manusia maupun hewan. Penularannya paling sering terjadi melalui urine hewan yang terinfeksi, tetapi bisa juga menyebar lewat air atau tanah yang tercemar.
Meski kebanyakan kasus tergolong ringan, tetapi penyakit ini bisa menyebabkan komplikasi serius dan bahkan mengancam nyawa. Jadi, pengobatan sedini mungkin sangat penting agar tidak terjadi hal-hal yang membahayakan.
Untuk mencegah infeksi, hindari kontak langsung dengan urine hewan dan air tawar, terutama setelah banjir. Bagi yang bekerja dengan hewan, seperti di peternakan atau rumah potong, sangat dianjurkan memakai alat pelindung diri.
Segera konsultasikan ke dokter jika kamu mengalami gejala seperti demam, muntah, diare, leher kaku, atau sakit kepala.
Referensi
Farhang Babamahmoodi and Abdolreza Babamahmoodi, “Leptospirosis: New Insights and Researches,” in IntechOpen eBooks, 2025, https://doi.org/10.5772/intechopen.1008892.
Widodo, Tanri Yunanto, and Laura Zhevania Florenti Edison. Risk Factors and Prevention of Leptospirosis in Indonesia: A Review. Faculty of Public Health, University of Halu Oleo, Indonesia. Journal of Health Science and Pharmacy 2, no. 1 (January–April 2025). ISSN: 3090-6148.
"About Leptospirosis." Centers for Disease Control and Prevention. Diakses Juli 2025.
"Leptospirosis." Pan American Health Organization. Diakses Juli 2025.
W. W. Stiles, “Leptospiral Infection (Weil's Disease) As an Occupational Hazard,” JAMA 118, no. 1 (January 3, 1942): 34, https://doi.org/10.1001/jama.1942.02830010036009.
Federico Costa et al., “Global Morbidity and Mortality of Leptospirosis: A Systematic Review,” PLoS Neglected Tropical Diseases 9, no. 9 (September 17, 2015): e0003898, https://doi.org/10.1371/journal.pntd.0003898.
"Leptospirosis: Symptoms, Causes, and Treatment." WebMD. Diakses Juli 2025.
Wang S, Dunn N. Leptospirosis. [Updated 2024 Sep 10]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2025 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441858/