Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Keluhan Sistemik setelah Banjir: Bahaya Endotoksin dalam Lumpur

Alat berat melakukan pembersihan lumpur yang mengendap di halaman SMA Swasta ST Fransiskus, Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sabtu (20/12/2025).
Alat berat melakukan pembersihan lumpur yang mengendap di halaman SMA Swasta ST Fransiskus, Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sabtu (20/12/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)
Intinya sih...
  • Lumpur pascabanjir dapat mengandung endotoksin bakteri Gram-negatif yang memicu respons inflamasi sistemik.
  • Paparan inhalasi atau aerosol endotoksin dapat menyebabkan gejala mirip flu, termasuk demam ringan dan rasa lelah.
  • Risiko paparan ini paling besar terjadi saat membersihkan lumpur tanpa peralatan pelindung serta di area berdebu atau beraerosol.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Banjir besar yang melanda wilayah seperti Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat bukan hanya menyisakan genangan, tetapi juga lapisan lumpur tebal yang mengendap di jalan, rumah, lahan pertanian, dan lainnya.

Bagi warga yang terdampak, lumpur ini menjadi bagian dari rutinitas harian pascabenca: dibersihkan, diinjak, bahkan tertiup angin saat kering, atau bertambah banyak akibat hujan atau banjir susulan. Di balik teksturnya, lumpur menyimpan mikroba yang kompleks—termasuk bakteri Gram-negatif yang menghasilkan endotoksin.

Endotoksin adalah fragmen lipopolisakarida dari dinding sel bakteri Gram-negatif yang terlepas saat bakteri mati atau terurai—misalnya setelah banjir merendam tanah dan sampah organik. Ketika partikel kecil dari lumpur menjadi aerosol atau terhirup bersama debu, endotoksin bisa memasuki saluran pernapasan dan memicu respons inflamasi tubuh. Ini bukan infeksi aktif, tetapi aktivasi sistem imun yang membuat tubuh bereaksi seolah menghadapi ancaman.

Dalam studi tentang lingkungan pascabanjir di New Orleans, Amerika Serikat, para ilmuwan menemukan bahwa rumah dan permukaan yang terendam banjir masih menyimpan endotoksin dan mikroba lain bahkan bertahun-tahun setelah peristiwa banjir. Ini memberi gambaran bahwa paparan terhadap komponen bakteri ini bisa berulang ketika lumpur kering dan menjadi debu yang terhirup.

Dari mana endotoksin berasal dan apa dampaknya pada tubuh?

Abdul Halim Ishak, warga Gampong Meunasah Raya, Kecamatan Meurah Dua, Kabupaten Pidie Jaya, melintas di depan rumahnya yang tertimbun lumpur akibat banjir bandang.
Abdul Halim Ishak, warga Gampong Meunasah Raya, Kecamatan Meurah Dua, Kabupaten Pidie Jaya, melintas di depan rumahnya yang tertimbun lumpur akibat banjir bandang. (IDN Times/Muhammad Saifullah)

Endotoksin secara alami terdapat di lingkungan yang kaya bakteri Gram-negatif—termasuk lumpur, tanah basah, dan limbah organik. Ketika lumpur banjir mengering atau terganggu, partikel ini bisa terangkat ke udara sebagai aerosol halus dan terhirup oleh orang yang beraktivitas di sekitar area terdampak.

Penelitian dalam konteks lain—seperti industri pertanian atau kerja di fasilitas pengolahan limbah—telah menunjukkan bahwa inhalasi endotoksin memicu inflamasi saluran pernapasan dan gejala sistemik. Ini termasuk batuk, penurunan fungsi paru dalam jangka pendek, demam ringan, kepala berat, nyeri sendi, dan rasa tidak enak badan (malaise). Endotoksin memicu pelepasan sitokin inflamasi—molekul sinyal yang memberi tahu sistem imun tubuh bahwa ada “ancaman”, sehingga tubuh merespons dengan gejala yang mirip dengan virus atau infeksi bakteri tanpa adanya patogen aktif.

Gejala yang muncul akibat paparan endotoksin biasanya bersifat nonspesifik, artinya mirip flu atau kelelahan umum, seperti demam ringan, menggigil, sakit kepala, nyeri otot, dan kelelahan. Ini berbeda dari infeksi bakteri seperti leptospirosis—yang memang menjadi kekhawatiran pascabanjir di Aceh dan Sumatra—karena endotoksin tidak berarti bakteri hidup menginfeksi tubuh, melainkan sistem imun bereaksi terhadap komponen bakteri yang terhirup atau tersentuh.

Kenapa gejala sistemik bisa terjadi tanpa infeksi aktif

Penyintas banjir mulai membersihkan rumah ari lumpur di Desa Menang Gini, Kecamatan Karang Baru, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, Rabu (9/12/2025).
Penyintas banjir mulai membersihkan rumah ari lumpur di Desa Menang Gini, Kecamatan Karang Baru, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, Rabu (9/12/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Endotoksin memicu jalur inflamasi melalui reseptor sel imun yang sensitif terhadap lipopolisakarida. Ketika terpapar; makrofag dan sel imun lain melepaskan sitokin inflamasi, seperti interleukin dan tumor necrosis factor (TNF), yang memicu respons tubuh termasuk demam dan rasa lelah. Ini adalah respons pertahanan tubuh yang sama yang terjadi saat kita menghadapi infeksi aktif, meskipun dalam kasus paparan endotoksin tidak ada bakteri yang berkembang biak di dalam tubuh.

Gejala ini sering ringan dan bersifat sementara, tetapi bisa mengganggu, terutama bagi orang-orang yang sudah kelelahan, kekurangan nutrisi, atau memiliki kondisi pernapasan sebelumnya. Ketika warga terus-menerus mengaduk lumpur, membersihkan rumah, atau menginjak permukaan yang kering dan berdebu, paparan endotoksin dapat berulang, sehingga tubuh merespons inflamasi berkali-kali.

Selain itu, paparan endotoksin sering terjadi bersamaan dengan paparan lain (virus, jamur, atau alergen) yang semuanya bisa saling memperkuat respons imun tubuh, membuat gejala terasa lebih nyata. Oleh karena itu, meskipun demam tetap ringan dan bakteri tidak aktif, tubuh tetap bisa “merasakan” paparan ini sebagai ancaman dan bereaksi secara sistemik.

Cara membatasi paparan endotoksin saat membersihkan lumpur

Seorang warga melintasi endapan lumpur usai banjir bandang untuk membantu proses evakuasi di Palembang, Kabupaten Agam.
Seorang warga melintasi endapan lumpur usai banjir bandang untuk membantu proses evakuasi di Palembang, Kabupaten Agam. (IDN Times/Halbert Caniago)

Paparan endotoksin sebaiknya diminimalkan, terutama ketika warga terdampak masih harus bekerja membersihkan rumah dan lingkungan setelah banjir:

  • Gunakan sarung tangan, masker respirator N95, dan pelindung mata saat bekerja dengan lumpur atau debu. Ini membantu mengurangi inhalasi aerosol kecil yang membawa endotoksin.
  • Basahi lumpur sebelum dibersihkan untuk mengurangi debu yang terangkat ke udara; disarankan menyiram sedikit air agar partikel tidak mudah mengudara.
  • Cuci tangan dan mandi setelah aktivitas membersihkan lumpur atau tanah basah, untuk mengurangi paparan endotoksin yang menempel di kulit atau pakaian.
  • Ventilasi ruang tertutup dengan baik untuk membantu mengurangi konsentrasi partikel aerosol di udara.

Langkah-langkah sederhana ini penting karena paparan berulang dan lama lebih mungkin memicu gejala sistemik bahkan tanpa infeksi yang nyata.

Banjir membawa tantangan besar bagi warga, termasuk paparan terhadap lumpur yang mengandung mikroba. Ketika bagian dinding sel bakteri (endotoksin) terlepas dan terhirup, tubuh bereaksi seolah menghadapi “ancaman”, sehingga muncul gejala sistemik seperti demam ringan, kelelahan, sakit kepala, dan nyeri otot, meskipun tidak ada bakteri hidup yang berkembang biak.

Memahami mekanisme ini membantu warga dan petugas kesehatan membedakan antara reaksi inflamasi terhadap paparan lingkungan dan infeksi aktif seperti leptospirosis atau ISPA. Tindakan pencegahan, seperti pakai masker dan mengurangi paparan debu dapat membantu menurunkan beban inflamasi tubuh akibat paparan endotoksin di lingkungan pascabanjir.

Referensi

Douwes, J., Thorne, P., Pearce, N., & Heederik, D. “Airborne Endotoxin: Sources and Health Effects.” Environmental Health Perspectives (2003).
H. S. Jose et al. “Exposure to High Endotoxin Concentration Increases Wheezing Prevalence among Laboratory Animal Workers.” BMC Pulmonary Medicine (2016).
K. Rylander & K. Carvalheiro. “Airborne Mold and Endotoxin Concentrations in New Orleans, Louisiana, after Flooding.” Environmental Health Perspectives (2005).
Nereyda L. Sevilla. “Germs on a Plane: The Transmission and Risks of Airplane-Borne Diseases.” Transportation Research Record 2672 (2018).
RSC Publishing. “Exposure to Inhalable Dust and Endotoxins in Agricultural Industries.” Journal of Environmental Monitoring (2006).

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us

Latest in Health

See More

7 Tips Lari pada Usia 50 Tahun, Tetap Bugar dan Aman

27 Des 2025, 10:39 WIBHealth