David Zeevi et al., “Personalized Nutrition by Prediction of Glycemic Responses,” Cell 163, no. 5 (November 1, 2015): 1079–94, https://doi.org/10.1016/j.cell.2015.11.001.
Sarah E. Berry et al., “Human Postprandial Responses to Food and Potential for Precision Nutrition,” Nature Medicine 26, no. 6 (June 1, 2020): 964–73, https://doi.org/10.1038/s41591-020-0934-0.
Patrick J Stover and Janet C King, “More Nutrition Precision, Better Decisions for the Health of Our Nation,” Journal of Nutrition 150, no. 12 (August 25, 2020): 3058–60, https://doi.org/10.1093/jn/nxaa280.
Scott M. Grundy et al., “Diagnosis and Management of the Metabolic Syndrome,” Circulation 112, no. 17 (September 13, 2005): 2735–52, https://doi.org/10.1161/circulationaha.105.169404.
Rachel P. Wildman et al., “The Obese Without Cardiometabolic Risk Factor Clustering and the Normal Weight With Cardiometabolic Risk Factor Clustering,” Archives of Internal Medicine 168, no. 15 (August 11, 2008): 1617, https://doi.org/10.1001/archinte.168.15.1617.
"Biomarkers predict weight loss, suggest personalized diets." Stanford Medicine. Diakses Desember 2025.
Panda, Satchidananda. "The Circadian Code." New York: Rodale Books, 2018.
Chaix, Amandine, et al. “Time-Restricted Eating to Prevent and Manage Chronic Metabolic Diseases.” Annual Review of Nutrition 39 (2019): 291–315.
https://doi.org/10.1146/annurev-nutr-082018-124320.Valdes, Ana M., et al. “Role of the Gut Microbiota in Nutrition and Health.” BMJ 361 (2018): k2179.
https://doi.org/10.1136/bmj.k2179Sonnenburg, Erica D., and Justin L. Sonnenburg. The Good Gut. New York: Penguin Press, 2015.
“The Microbiome and Diet.” Harvard T.H. Chan School of Public Health. Diakses Desember 2025.
Calder, Philip C., et al. “Dietary Factors and Low-Grade Inflammation.” British Journal of Nutrition 106, no. S3 (2011): S5–S78.
https://doi.org/10.1017/S0007114511005460.Galland, Leo. “Diet and Inflammation.” Nutrition in Clinical Practice 25, no. 6 (2010): 634–640.
https://doi.org/10.1177/0884533610385703.“Foods That Fight Inflammation.” Harvard Health Publishing. Diakses Desember 2025.
Piwek, Lukasz, et al. “The Rise of Consumer Health Wearables.” PLOS Medicine 13, no. 2 (2016): e1001953.
https://doi.org/10.1371/journal.pmed.1001953.Steinhubl, Steven R., et al. “Digital Medicine and Consumer Wearables.” NPJ Digital Medicine 1 (2018): 32.
https://doi.org/10.1038/s41746-018-0020-1.Topol, Eric. "Deep Medicine: How Artificial Intelligence Can Make Healthcare Human Again." New York: Basic Books, 2019.
Tren Diet 2026: Lebih Pintar, Lebih Personal, Lebih Manusiawi

- Tren diet terbaru makin meninggalkan pendekatan seragam dan ekstrem.
- Teknologi medis dan riset nutrisi menjadi fondasi.
- Fokus bergeser dari penurunan berat badan ke kesehatan metabolik jangka panjang.
Beberapa tahun terakhir, makin banyak orang yang sadar bahwa pola makan atau diet ketat untuk menurunkan berat badan dalam waktu cepat jarang bertahan lama. Dengan makin terkininya informasi nutrisi, teknologi kesehatan, dan temuan medis, pola makan sehat mulai dipandang bukan sebagai proyek sebulan, melainkan bagian dari gaya hidup jangka panjang.
Pendekatan berbasis bukti ilmiah, personalisasi, dan keberlanjutan mulai menggantikan diet ekstrem yang menuntut disiplin tidak realistis. Fokusnya bukan cuma berat badan, tetapi juga fungsi metabolik, kesehatan mental, dan kualitas hidup.
Berikut ini perkiraan tren diet sehat 2026 yang kemungkinan akan menguat.
1. Nutrisi presisi: diet berdasarkan respons tubuh
Pola makan tahun 2026 diperkirakan makin bergerak ke arah nutrisi presisi (precision nutrition)—pendekatan yang menyesuaikan pola makan berdasarkan respons biologis individu. Bukan hanya usia dan berat badan, tetapi juga respons gula darah, profil lipid, hingga pola inflamasi/peradangan.
Kemajuan continuous glucose monitor (CGM) yang kini tak lagi eksklusif untuk pasien diabetes membuat orang bisa melihat langsung bagaimana tubuh merespons nasi, roti, buah, atau makanan olahan. Data ini membantu seseorang menyadari bahwa makanan sehat secara umum belum tentu cocok untuk tubuhnya.
Dari sisi medis, pendekatan ini sejalan dengan riset yang menunjukkan bahwa respons glikemik antarindividu bisa sangat berbeda meski mengonsumsi makanan yang sama. Diet personal terbukti lebih efektif dalam memperbaiki kontrol gula darah dan metabolisme dibanding diet generik.
Ke depannya, diharapkan ahli gizi dan dokter tidak lagi hanya memberi daftar pantangan, tetapi membantu pasien membaca data tubuhnya sendiri.
2. Diet untuk kesehatan metabolik, bukan cuma demi menurunkan berat badan
Tahun 2026, tren diet diprediksi makin menempatkan kesehatan metabolik sebagai tujuan utama. Artinya, keberhasilan diet tidak lagi diukur dari angka timbangan, tetapi juga dari stabilitas gula darah, tekanan darah, lemak darah, dan sensitivitas insulin.
Banyak orang dengan berat badan yang tampaknya ideal punya masalah metabolik tersembunyi, sementara sebagian orang dengan berat badan di atas rata-rata justru metaboliknya relatif stabil. Kesadaran ini mengubah cara pandang terhadap diet sehat.
Pola makan tinggi protein berkualitas, serat, lemak sehat, dan minim makanan ultraproses menjadi fondasi. Diet rendah kalori secara ketat mulai ditinggalkan karena dapat merusak metabolisme dalam jangka panjang.
Pendekatan ini juga lebih inklusif untuk orang dewasa yang sudah berkali-kali gagal diet, karena fokusnya bukan mengurangi makan terus-menerus, melainkan membuat tubuh bekerja lebih efisien.
3. Puasa yang lebih fleksibel

Jika sebelumnya puasa intermiten (intermittent fasting) sering dipraktikkan secara kaku, tahun 2026 mungkin praktiknya akan lebih fleksibel. Fokusnya bukan pada puasa panjang, melainkan ritme makan yang selaras dengan jam biologis.
Penelitian menunjukkan bahwa makan terlalu larut malam berkaitan dengan gangguan metabolik, terlepas dari total kalori. Karena itu, tren diet mungkin bergeser ke jendela makan yang lebih awal dan konsisten, tanpa perlu ekstrem.
Pendekatan ini lebih ramah bagi orang dengan rutinitas kerja padat, keluarga, atau kondisi medis tertentu. Tidak ada lagi glorifikasi puasa panjang yang dapat memicu binge eating.
Dalam konteks medis, pola makan dengan pembatasan waktu (time-restricted eating) moderat terbukti membantu perbaikan tekanan darah, sensitivitas insulin, dan kualitas tidur.
4. Pola makan ramah mikrobiota usus
Kesehatan usus akan makin diperhatikan. Pola makan sehat bukan cuma memperhatikan makronutrien, tetapi juga bagaimana makanan memengaruhi mikrobiota usus yang berperan besar dalam imunitas, metabolisme, dan kesehatan mental. Ini akan mendorong konsumsi serat beragam, makanan fermentasi, dan pengurangan zat aditif tertentu. Fokusnya adalah variasi makanan utuh yang mendukung ekosistem usus.
Riset menunjukkan hubungan kuat antara mikrobiota usus dengan peradangan kronis, obesitas, hingga depresi. Karena itu, diet berbasis kesehatan usus menjadi makin relevan secara klinis.
Tahun 2026 mungkin istilah seperti “gut-friendly eating” akan lebih sering kamu dengar.
5. Diet antiinflamasi yang lebih praktis dan terjangkau
Konsep diet antiinflamasi bukan hal baru, tetapi mungkin tahun 2026 praktiknya akan lebih nyata. Mungkin saja makanan pendukung diet ini tak lagi semuanya mahal karena impor, melainkan adaptasi lokal dan kontekstual.
Prinsip utamanya adalah mengurangi makanan ultraproses, gula tambahan, dan lemak trans, sambil memperbanyak makanan kaya akan antioksidan dan lemak sehat. Namun, implementasinya lebih fleksibel sesuai budaya makan.
Dari sisi medis, peradangan kronis tingkat rendah kini diakui sebagai akar berbagai penyakit degeneratif. Diet antiinflamasi menjadi bagian dari pencegahan, bukan cuma terapi.
Tren ini menarik bagi orang dewasa yang ingin sehat tanpa harus diet ketat atau merasa terasing dari budaya makannya sendiri.
6. Integrasi diet dengan teknologi wearable dan AI

Diet kini tak lagi berdiri sendiri, banyak hal yang bisa mendukungnya. Smartwatch, aplikasi nutrisi berbasis akal imitasi (AI), dan perangkat kesehatan rumahan membantu orang memahami dampak pola makannya secara real time.
Teknologi ini membantu membaca tren tidur, stres, aktivitas fisik, hingga respons fisiologis terhadap makanan tertentu. Diet menjadi bagian dari ekosistem kesehatan personal.
Pendekatan ini juga mengurangi beban mental diet, karena keputusan makan didukung data, bukan rasa bersalah atau mitos.
Dalam praktik medis, integrasi data ini membuka peluang intervensi nutrisi yang lebih presisi dan preventif.
Diet sehat makin ke sini makin menjauhi pola ekstrem/ketat, seragam, dan penuh pantangan. Tujuan utamanya adalah personalisasi, keberlanjutan, dan kesehatan metabolik jangka panjang, bukan hasil instan. Pola makan sehat esensinya adalah kolaborasi antara tubuh, sains, dan gaya hidup. Teknologi dan riset medis membantu membuat proses ini lebih rasional dan manusiawi.
Jika resolusi sehat kamu berkali-kali gagal, pola makan di atas mungkin bisa kamu coba. Akan lebih personal lagi jika kamu berkonsultasi dengan dokter atau ahli gizi, sehingga kamu tahu pola makan seperti apa yang paling cocok buat kamu.
Referensi










.jpg)






