5 Fakta Film The Paradise of Thorns, Angkat Bermacam Isu Sosial!

Kamu suka film yang mengangkat isu sosial masyarakat? The Paradise of Thorns sepertinya akan sangat cocok untuk kamu tonton. Pasalnya film Thailand ini mengangkat banyak isu sosial yang sangat related. The Paradise of Thorns sendiri merupakan film produksi GDH yang dirilis pada 22 Agustus 2024. Menariknya, film bergenre drama-thriller ini dikonfirmasi akan tayang di bioskop Indonesia dalam waktu dekat, lho.
The Paradise of Thorns sendiri menceritakan tentang perebutan harta warisan berupa tanah dan kebun durian antara seorang ibu, menantu, serta anak angkatnya. Penasaran dengan fakta lainnya The Paradise of Thorns? Simak lima fakta menariknya berikut ini, yuk!
1.Karya film pertama sutradara dan penulis naskah Boss Naruebet Kuno

Boos Naruebet Kuno atau lebih akrab disapa Boss Kuno merupakan sutradara dan penulis naskah asal Thailand yang lahir pada 19 Maret 1991. Pria berusia 33 tahun lulusan Chulalongkorn University ini, terkenal karena karyanya dengan GDH 559 dan Nadao Bangkok. Karir Boss Kuno dimulai saat ia menjadi bagian dari penulis naskah untuk musim ketiga dari serial populer Hormones (2016).
Selama karirnya bermacam drama populer dilahirkan oleh Boss Kuno. I Hate You, I Love You (2016), Project S: Side by Side (2017), My Ambulance (2019), dan I Told Sunset About You (2020) adalah beberapa drama yang disutradarai oleh Boss Kuno. Tahun 2024 ini ia pun memulai debutnya sebagai sutradara film layar lebar, ia dipercaya untuk menggarap The Paradise of Thorns oleh GDH 559.
Boss Kuno mengaku bahwa saat mempunyai kesempatan untuk menyutradarai sebuah film, isu terkait equal marrige yang tengah ramai diperbincangan di Thailand menjadi premis atau ide pokok yang sangat menarik untuk dikembangkan. Ia juga mengungkapkan bahwa menggarap film sangatlah berbeda dengan drama. Boss Kuno mengaku bahwa menggarap film lebih mempunyai banyak tantangan, salah satunya ialah merangkum sebuah cerita panjang hanya dalam waktu 2 jam dan bagaimana membuat orang tertarik unuk menonton filmnya di bioskop. Namun berbagai tantangan berhasil ia lalui, The Paradise of Thorns berhasil menjadi salah satu film Thailand yang banyak ditonton dan menjadi karya sukses selanjutnya dari Boss Kuno.
2.The Paradise of Thorns menjadi debut film tiga artis

The Paradise of Thorns bukan hanya menjadi film layar lebar pertama dari sang sutradara, melainkan juga menjadi ajang debut para artis. Bahkan tiga dari empat artis utamanya menjadikan The Paradise of Thorns sebagai film bioskop dan proyek akting pertama mereka, lho. Tiga artis tersebut ialah Jeff Satur, Engfa Waraha, dan Keng Harit.
Nama Jeff Satur dan Engfa Waraha mungkin sudah tidak asing, sebab kedua artis tersebut telah berperan dalam beberapa drama populer. Apalagi Jeff Satur juga merupakan seorang penyanyi dengan bermacam lagu populernya. Sedangkan, Engfa Waraha merupakan Miss Grand Thailand 2022 yang kini merambah dunia akting. Keng Harit sendiri merupakan aktor pendatang baru di bawah naungan agensi DomundiTV. Tak hanya sebagai film pertamanya, The Paradise of Thorns juga menjadi debutnya dalam dunia akting Thailand.
3.Angkat isu ketimpangan sosial, kesetaraan gender, dan hukum

Sinopsis The Paradise of Thorns sendiri menceritakan tentang Thongkam (Jeff Satur) dan Sek (Toey Pongsakorn), pasangan gay yang telah lama hidup bersama. Pernikahan secara lisan telah mereka lakukan dan mereka bekerja sama untuk menciptakan taraf kehidupan yang stabil dengan membangun rumah dan menginvestasikan uangnya dengan membeli tanah yang disulap menjadi kebun durian. Namun sebuah tragedi buruk terjadi, Sek meninggal secara mendadak.
Equality marriage atau pernikahan sesama jenis di Thailand yang belum dilindungi oleh undang-undang menjadi petaka pertama bagi Thongkam setelah ditinggal oleh Sek. Dia tidak memiliki hak atas properti yang dia dan Sek kumpulkan bersama. Oleh karena itu, kepemilikan rumah dan kebun durian jatuh kepada Mae Saeng (Seeda Puapimon) yang secara hukum merupakan ibu Sek.
Selain isu hukum terkait equality merriage, The Paradise of Thorns juga menyinggung budaya patriarki. Kesetaraan gender seringkali diabaikan untuk seorang perempuan, sebab masyarakat menganggap bahwa perempuanlah yang selalu mengurus anggota keluarganya, bahkan tidak boleh dibantu oleh laki-laki. Selain itu, ketimpangan sosial antara si miskin dan kaya juga menjadi alasan awal mengapa perebutan warisan terjadi dalam film The Paradise of Thorns. Taraf kehidupan yang begitu rendah di desa menciptakan manusia serakah yang ingin memperbaiki taraf hidupnya meskipun harta yang ia miliki adalah hasil rampasan.
4.Syuting film The Paradise of Thorns dilakukan di provinsi termiskin Thailand

Boss Kuno mengungkapkan bahwa untuk menemukan tempat yang cocok dengan film The Paradise of Thorns ia harus menjelajahi banyak kebun durian dari berbagai provinsi di Thailand. Setelah perjalanan panjang, akhirnya salah satu wilayah di Provinsi Mae Hong Son terpilih menjadi tempat syuting The Paradise of Thorns. Mae Hong Son sendiri merupakan provinsi yang berada di wilayah utara Thailand dan berbatasan dengan Provinsi Chiang Mai dan Provinsi Tak.
Mae Hong Son sendiri mendapat julukan “Kota Tiga Kabut” karena wilayahnya yang dikelilingi oleh pegunungan tinggi dan selalu dihiasi oleh kabut selama 3 musim. Provinsi ini terkenal dengan keindahan alamnya yang menakjubkan, sehingga cocok dijadikan destinasi wisata. Namun berdasarkan laporan Dewan Perencanaan dan Pembangungan Ekonomi Nasional Thailand, pada tahun 2023 Mae Hong Son masuk dalam daftar provinsi termiskin di Thailand. Hal ini karena wilayahnya berada di kawasan hutan dan pegunungan, sehingga masyarakatnya terisolasi dari dunia luar. Wilayahnya yang terpencil pun membuat pembangunan infrasturuktur di Mae Hong Son tidak dapat dibangun dan dikembangkan.
5.Merupakan salah satu film terlaris Thailand di tahun 2024

Kesuksesan dari The Paradise of Thorn ditandai dengan banyaknya penonton yang menonton film ini di bioskop. Bahkan pendapatan yang diraup oleh film ini mencapai 151 juta baht dan masuk dalam jajaran film terlaris Thailand pada tahun 2024. Pendapatan The Paradise of Thorns sendiri terus bertambah karena film ini ditayangkan oleh berbagai negara seperti Australia, Selandia Baru, Filipina, Kamboja, Laos, Singapura, Vietnam, Indonesia, Taiwan, dan banyak lainnya.
The Paradise of Thorns juga telah ditayangkan dalam berbagai festival film internasional. Diantaranya ialah Toronto International Film Festival, Jakarta World Cinema, Hawai’I International Film Festival, dan Asian Film Festival Barcelona. Selain itu, soundtrack dari The Paradise of Thorns yang berjudul “Rain Wedding” juga mendulang kesuksesan. Video musik dari lagu yang dinyanyikan oleh Jeff Satur tersebut telah meraih puluhan juta penonton dan masih terus bertambah.
Penayangan The Paradise of Thorns di bioskop Indonesia dijadwalkan mulai tanggal 6 November 2024. Jadi, tunggu apalagi? Siapkan dirimu untuk menonton film yang penuh dengan isu sosial ini. Ketimpangan sosial yang diceritakan dalam The Paradise of Thorns ini dijamin membuat kamu dongkol. So, selamat menonton!