Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Sutradara Barat Beraliran Realisme, Mari Menapak Tanah

Sean Baker di set film Tangerine (dok. Flim4/Tangerine)
Sean Baker di set film Tangerine (dok. Flim4/Tangerine)

Menemukan diri ini bosan nonton film rom com dan action yang ceritanya jauh dari realitas? Kamu sepertinya butuh film-film yang menapak tanah. Ada banyak rekomendasinya di luar sana, tetapi kalau boleh merangkumnya dengan cara lain, kamu bisa pakai kurasi sutradara beraliran realisme berikut. 

Datang dari negara-negara Barat yang dianggap lebih maju, karya-karya mereka bisa jadi cerminan kalau negara dengan ekonomi kuat pun tak lepas dari masalah. Isunya saja yang beda dengan yang kita hadapi di sini. Seperti apa sih karya sutradara yang beraliran realisme? Mari bahas satu per satu. 

1. Sean Baker, sutradara indie yang ungkap sisi gelap Amerika

Take Out (dok. Cre Film/Take Out)
Take Out (dok. Cre Film/Take Out)

Baru saja memenangkan Palme d'Or 2024 lewat Anora, Sean Baker mengonfirmasi spesialisasinya sebagai sutradara realis Amerika. Hampir semua filmnya mengikuti perjuangan orang-orang yang tak berprivilese, bahkan cenderung terpinggirkan. Anora (2024) berlakonkan penari striptis, Tangerine (2015) mengikuti dua transpuan, dan The Florida Project (2017) merupakan kisah ibu tunggal yang kerja serabutan. Salah satu film terawalnya yang berjudul Take Out (2004) adalah sehari dalam hidup pekerja migran ilegal asal China di New York. 

2. Ken Loach, empunya genre British-realism

Kes (dok. Kestrel Film/Kes)
Kes (dok. Kestrel Film/Kes)

Kalau Amerika punya Sean Baker, Inggris punya Ken Loach yang sampai sekarang masih aktif berkarya pada usia senjanya. Ken Loach pertama kali dikenal lewat film Kes (1969) yang mengikuti perspektif bocah dari keluarga kelas pekerja Inggris yang tak digubris orangtuanya. Sejak itu, ia tak berhenti memasukkan kelas pekerja dan kritik terhadap kapitalisme di film-filmnya. Itu pula yang membuat Loach sering disebut pelopor genre British-realism. Silakan cek Sweet Sixteen (2002), Tickets (2005), The Angels’ Share (2012), I, Daniel Blake (2016), dan Sorry We Missed You (2019). Terbaru, ia merilis The Old Oak (2023) yang berkutat di sebuah pub tua yang tergerus zaman. 

3. Andrea Arnold gemar dapuk perempuan kelas pekerja sebagai lakon

imdb.com
imdb.com

Seolah jadi penerus Ken Loach, sutradara Inggris Andrea Arnold sering menggunakan kacamata yang sama dengan seniornya ketika berkarya. Bedanya Arnold lebih peka saat membahas isu gender. Lakon-lakonnya tak hanya datang dari kelas pekerja, tetapi secara spesifik merupakan perempuan. Ini yang membuat filmnya tak kalah kompleks dan memperkaya wawasan. Coba saja tonton Fish Tank (2008), Wasp (2003), Red Road (2006), dan American Honey (2016). 

4. Tantangan hidup di Belgia dari era ke era dirangkum apik Jean-Pierre dan Luc Dardenne

Two Days, One Night (dok. Wild Bunch/Two Days, One Night)
Two Days, One Night (dok. Wild Bunch/Two Days, One Night)

Dikenal sebagai salah satu negara maju, Belgia pun tak lepas dari masalah yang membelit warganya. Ini yang berhasil diungkap duo sineas Dardenne Bersaudara lewat karya-karya sinematik mereka. Two Days, One Night (2014) adalah salah satu yang paling direkomendasikan. Namun, jangan abaikan karya brilian lain miliknya seperti Rosetta (1999), Lorna's Silence (2008), The Kid with a Bike (2011), Tori and Lokita (2022), La Promesse (1996), The Son (2002), dan The Unknown Girl (2016). Aktif sejak 1990-an, mereka berhasil memotret realitas Belgia dari era ke era, termasuk menyertakan fakta kehadiran imigran Afrika dan Timur Tengah. 

5. Kelly Reichardt, gayanya minimalis dan tak banyak umbar keindahan belaka

Wendy and Lucy (dok. Field Guide Films/Wendy and Lucy)
Wendy and Lucy (dok. Field Guide Films/Wendy and Lucy)

Selain Sean Baker, realitas pahit di Amerika Serikat juga bisa kamu temukan dalam film-filmnya Kelly Reichardt. Wendy and Lucy (2008) salah satu yang wajib ditonton. Kalau ada waktu luang, tonton juga River of Grass (1994), First Cow (2019), Showing Up (2022), dan Old Joy (2006). Dijamin nonton filmnya bakal bikin kadar empatimu bertambah. Namun, hati-hati mayoritas film Reichardt ending-nya nyesek.

6. Thomas Vinterberg, spesialis psikodrama Denmark yang imersif

The Hunt (dok. Zentropa Entertainments/The Hunt)
The Hunt (dok. Zentropa Entertainments/The Hunt)

Sebenarnya banyak sutradara Skandinavia yang pakai aliran realisme. Namun, konsistensi Thomas Vinterberg cukup superior saat bicara drama-drama realistis. Film pertama yang direkomendasikan orang adalah Festen (1999), yakni psikodrama soal keluarga pebisnis yang chaotic. Lanjutkan dengan nonton The Hunt (2012) dan Another Round (2020) yang meski lajunya lebih kalem tak kalah gereget. Kalau ada waktu, silakan coba The Commune (2016) dan Submarino (2010). 

Realisme adalah aliran yang mulai sekarang bisa jadi rujukan saat butuh hiburan antimainstream. Puas nonton action dan rom com yang bersifat eskapis, saatnya kamu kembali menapak tanah lewat film-film karya enam sutradara di atas. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwi Ayu Silawati
EditorDwi Ayu Silawati
Follow Us