Apakah Film tentang Zombie Masih Diminati?

- Asal-usul zombi: Legenda tentang zombi berasal dari Haiti abad ke-18, kaitannya dengan praktek ilmu sihir dan budak gratis.
- Sejarah film zombi di sinema Hollywood: Zombi pertama kali diperkenalkan oleh H. P. Lovecraft pada 1922, kemudian berkembang menjadi genre horor modern lewat Night of the Living Dead (1968).
- George A. Romero sebagai pelopor film zombi modern: Romero menghadirkan zombie otentik dalam Night of the Living Dead (1968) dan mengukuhkan namanya lewat Dawn of the Dead yang meledak di pasaran.
Memasuki penghujung 2025, horor masih menjadi primadona di sinema Indonesia. Trope-nya beragam, dari kisah mistis yang berakar pada budaya klenik, horor religi sarat pesan moral, remake film horor ikonik luar maupun dalam negeri, hingga adaptasi dari utas populer di jejaring sosial. Subgenre tersebut berhasil meraup ratusan ribu hingga jutaan penonton.
Netflix Indonesia turut meramaikan kancah perfilman horor lewat Abadi Nan Jaya (2025). Mengusung tema zombie, hasil kolaborasi dengan sutradara Kimo Stamboel ini memperluas spektrum genre horor di industri perfilman lokal.
Ketika sineas lokal mulai menggeluti tema yang relatif baru di sinema Indonesia, tentu tersirat sebuah pertanyaan, apakah film zombi masih diminati? Bisakah memenuhi ekspektasi para penggemarnya mengingat subgenre horor satu ini telah eksis lebih dari setengah abad lamanya? Cari tahu jawabannya lewat penjelasan di bawah ini.
1. Asal-usul zombi

Sebelum masuk ke pembahasan utama, ada baiknya kita berkenalan terlebih dahulu dengan sosok mengerikan satu ini. Dilansir No Film School, eksistensinya dapat ditelusuri kembali pada abad ke-18 di Haiti, di mana dongeng tentang zombi lahir dan kental kaitannya dengan praktek ilmu sihir.
Legenda menyebutkan ada sekelompok orang yang melakukan cara ekstrem demi mendapatkan budak gratis dan penurut untuk dipekerjakan di ladang maupun peternakan. Dengan bantuan Bokor atau penyihir, mereka menggali kuburan untuk membangkitkan kembali jasad seseorang dan menjadikannya sebagai pekerja.
Uniknya, jasad tersebut tidak benar-benar mati. Sang Bokor melumpuhkan korbannya terlebih dahulu menggunakan ramuan khusus hingga masuk dalam keadaan koma dan tidak ada pilihan lain selain menguburnya hidup-hidup. Usai proses pemakaman rampung, korban digali kembali dan dijadikan sebagai budak lewat ramuan khusus yang membuat mereka patuh dan tunduk pada sang majikan.
Setiap penyakit tentu ada penawarnya. Mitos mengatakan garam dapat meluruhkan pengaruh sihir dari Bokor. Untuk mengembalikan jiwa yang hilang kembali ke raganya sekaligus menghilangkan mantranya, Pendeta akan menggelar upacara pembaptisan menggunakan garam.
2. Sejarah film zombi di sinema Hollywood

Zombi pertama kali diperkenalkan di dataran Amerika oleh penulis H. P. Lovecraft pada 1922. Dalam cerpennya, Herbert West-Reanimator, Lovecraft berkisah tentang seorang ilmuwan gila yang terobsesi membangkitkan mayat dari kematian. Tujuh tahun berselang, konsep zombi mulai menemukan popularitasnya lewat The Magic Island karya William Seabrook. Jika Lovecraft menggunakan pendekatan ilmiah melalui genre sci-fi, maka Seabrook mengadopsi mitos zombi yang mengakar pada praktek ilmu hitam.
Kesuksesan The Magic Island kemudian menarik perhatian Hollywood. Cerita ini diangkat ke layar lebar melalui film White Zombie (1932) garapan sutradara Victor Halperin. Film ini seketika menjadi komodistas panas pada masanya. Penonton rela mengantri di bioskop demi menyaksikan kengerian ilmu sihir dari tanah Haiti yang mampu mengubah manusia menjadi mayat hidup.
Sejumlah film bertema serupa terus bermunculan pada tahun 1940-an. Sebut saja Revolt of the Zombies (1936), King of the Zombies (1941), hingga I Walked with a Zombie (1943). Pada masa ini, zombi masih tergolong dalam kategori supernatural horror, karena kental kaitannya dengan praktek sihir.
Memasuki 1950-an, zombi yang semula lekat dengan hal mistis bertransisi pada fiksi ilmiah. Hal tersebut berangkat dari ketakutan akan kemajuan teknologi yang pesat dan ancaman perang nuklir yang dapat meledak sewaktu-waktu pada masanya. Hal tersebut dapat ditelusuri dalam Creature with the Atom Brain (1955) dan Invisible Invaders (1959).
Baru pada 1968, zombi menemukan identitasnya berkat kejeniusan George A. Romero lewat Night of the Living Dead. Kala itu, industri film baru saja lepas dari cengkeraman Hays Code, yakni sistem sensor ketat di bawah pengawasan Gereja Katolik yang melarang keras segala bentuk kekerasan, seksualitas, hingga isu sosial di industri perfilman Hollywod 3 dekade lamanya. Lepas dari aturan tersebut, Night of the Living Dead hadir dengan aksi kekerasan yang brutal pada masanya, menandai kelahiran sinema zombi modern yang kita kenal hingga saat ini.
3. George A. Romero sebagai pelopor film zombi modern

Bertepatan dengan lahirnya gerakan New Hollywood, di mana para sineas muda tengah gencar-gencarnya menghadirkan perspektif baru yang inovatif sekaligus provokatif, George A. Romero lantas memanfaatkan momentum tersebut. Bermodalkan pakaian bekas, berliter-liter sirup cokelat kedaluwarsa, dan berkilo-kilo lilin yang diaplikasikan pada tubuh para aktornya, Romero sukses menghadirkan zombie yang otentik dalam Night of the Living Dead (1968).
Kala itu, zombi dipresentasikan sebagai mayat hidup yang bergerak lambat, tak berakal, dan mudah untuk dikalahkan. Yang membuatnya mengerikan adalah mereka tidak pernah datang sendirian dan memiliki insting layaknya ketika mereka masih hidup. Dari sinilah lahir formula zombi yang digunakan oleh film-film zombi di tahun 1970-an hingga 1990-an.
Selang 10 tahun, Romero mengukuhkan namanya sebagai pelopor film zombi modern lewat Dawn of the Dead yang meledak di pasaran. Baginya, zombi bukan hanya inovasi genre horor semata melainkan alegori dari fenomena konsumerisme di Amerika. Ia lantas menginterpretasikan obsesi manusia terhadap uang dan kekuasaan melalui sosok zombi yang rakus dan berakal.
4. Mati suri di tahun 1990-an

Era 1970-an hingga 1980-an menjadi masa keemasan bagi film zombi. Dengan biaya produksi yang relatif terjangkau, film-film ini mampu meraup keuntungan yang fantastis. Melihat peluang yang begitu menjanjikan, studio-studio besar mulai berlomba mengeksploitasi tren ini.
Semuanya berawal dari kesuksesan Dawn of the Dead (1978) yang berhasil mengumpulkan pendapatan lebih dari 66 julta dolar AS di box office hanya bermodalkan 1,5 juta dolar. Melihat angka yang menggiurkan, para eksekutif studio mulai memberikan suntikan dana untuk proyek film zombi yang dinilai potensial. Tentunya dengan catatan kontrol penuh atas proses editing berada di tangan mereka.
Mulanya, semua berjalan dengan lancar. Para pembuat film antusias dengan bujet produksi yang memadai sementara pihak studio puas dengan hasil box office yang memuaskan. Kesuksesan The Evil Dead (1981) dan Evil Dead II (1987) garapan sutradara Sam Raimi menjadi buktinya.
Namun, pepatah mengatakan, segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Memasuki 1990-an, penonton yang mulai jenuh lambat laun meninggalkan film zombi. Demi menjaga tren tetap hidup, pihak studio mendorong para pegiat film untuk bereksperimen.
Mulai dari mendaur ulang formula komedi zombie dari Evil Dead II hingga campuran sci-fi absurd lengkap dengan alien dan adegan nudity yang membuat darah berdesir. Upaya remake pun turut dilakukan. Sayangnya, penghasilan remake Night of Living Dead (1990) arahan sutradara Tom Savini tidak mampu menaikkan kembali popularitas film zombi di bioskop.
5. Era baru film zombie di awal 2000-an

Sempat mati suri, film zombi memasuki era baru di awal 2000-an berkat Resident Evil (2002) dan 28 Days Later (2002). Keduanya sama-sama membawa inovasi revolusioner dengan menghadirkan zombi yang lebih cepat dan menakutkan dari versi klasik. Berhasil memperbarui citra zombi menjadi ancaman nyata yang lebih cerdas, agresif, dan menakutkan.
Diadaptasi dari gim legendaris garapan Capcom, Resident Evil menggunakan pendekatan yang dapat dijelaskan secara ilmiah. Zombie di sini adalah manusia yang terinfeksi T-virus yang semula dirancang sebagai senjata biologis. Para korbannya tidak sepenuhnya mati, tapi berevolusi menjadi mutan mengerikan yang haus darah.
Sementara 28 Days Later (2002) menawarkan sesuatu yang jauh lebih mengerikan. Wabah zombi berasal dari virus rabies yang mengubah siapa saja yang terjangkit menjadi mayat hidup yang agresif dan sangat berbahaya. Tidak hanya fokus pada sosok zombi, sutradara Danny Boyle dan penulis naskah Alex Garland turut menaruh perhatian khusus pada para penyintas untuk tetap bertahan hidup. Sederhana, tapi efektif, mengingat ancaman di sini begitu dekat dengan keseharian kita dan bisa saja terjadi di kehidupan nyata.
6. Tren film zombie saat ini

Setelah kebangkitannya lewat Resident Evil (2002) dan 28 Days Later (2002), film zombi terus berevolusi hingga saat ini. Seiring berjalannya waktu, fokus cerita mulai bergeser dari horor dan aksi ke sisi drama dimana kita mengeksplorasi sisi kemanusiaan dan dinamika sosial di tengah situasi pelik.
Pengaruh sinema Korea Selatan menjadi salah satu faktor utamanya. Berangkat dari kepemilikan senjata terutama senjata api yang sangat dibatasi dan cenderung ilegal bagi warga sipil, adegan kekerasan brutal cukup sulit untuk ditampilkan di layar lebar. Untuk mengakali hal tersebut, para sineas menekankan emosi, hubungan antarmanusia, dan kompleksitas moral dalam krisis sebagai konflik utama. Hasilnya, pendekatan ini sangat efektif dalam menghasilkan tensi yang lebih intens serta manusiawi hingga diadopsi oleh sineas dari luar negeri.
Selain itu, adaptasi gim populer menjadi faktor penting dalam menjaga eksistensi film zombi terus berlangsung. Sebut saja waralaba Resident Evil yang telah menghasilkan ratusan juta dolar dari penayangan di layar lebar. Meskipun sejumlah pihak menilai studio serakah dengan terus memeras popularitas waralaba tersebut, namun suka tidak suka hal tersebut ampuh untuk terus menarik penonton tetap datang ke bioskop di tengah maraknya layanan streaming.
Jadi, apakah film zombi masih diminati saat ini? Jawabannya, film zombi tetap relevan dan terus beradaptasi seiring berkembangnya jaman. Subgenre horor satu ini bukan hanya tentang wabah penyakit yang mengubah manusia menjadi mayat hidup yang agresif dan berbahaya. Film zombi juga menjadi sebuah refleksi umat manusia dalam menghadapi krisis moral.


















