Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Resensi Buku Titipan Kilat Penyihir, Petualangan Kiki di Kota Koriko

Cover depan Titipan Kilat Penyihir (dok. pribadi/Mia Namira)
Cover depan Titipan Kilat Penyihir (dok. pribadi/Mia Namira)

Buku Titipan Kilat Penyihir merupakan versi bahasa Indonesia dari Kiki’s Delivery Service yang ditulis oleh penulis Jepang ternama, Eiko Kadono, dan diterbitkan pertama kali tahun 1985. Sang penulis dikenal luas berkat karyanya yang mengangkat tema anak-anak dan remaja dengan sentuhan magis serta humanis. 

Dalam buku Titipan Kilat Penyihir, Kadono mengajak pembaca lintar generasi menyelami dunia magis yang sederhana namun kaya makna, dengan bahasa ringan dan ilustrasi untuk menambah daya tarik cerita. Kadono berhasil menciptakan dunia yang dekat dengan kehidupan sehari-hari namun tetap memikat lewat imajinasi dan nilai-nilai universal yang diangkat, menjadikan novel ini relevan hingga kini dan layak mendapat tempat di rak buku pembaca Indonesia melalui edisi terjemahan yang telah diterbitkan oleh Penerbit Gramedia Pustaka Utama.

Ingin menjadikan buku Titipan Kilat Penyihir sebagai referensi terbaru hingga koleksi di rak buku? Baca terlebih dahulu resensi buku Titipan Kilat Penyihir berikut ini, yuk!

1. Perjalanan mandiri Kiki dan adaptasi di kota baru

cover depan Titipan Kilat Penyihir (dok. pribadi/Mia Namira)
cover depan Titipan Kilat Penyihir (dok. pribadi/Mia Namira)

Kiki, gadis penyihir berusia 13 tahun, harus meninggalkan rumah dan keluarganya sesuai tradisi penyihir untuk hidup mandiri di kota baru. Meski ibu Kiki melarangnya menetap di kota besar, Kiki memilih kota Koriko yang ramai dan penuh gedung tinggi karena tertarik pada menara jam yang menjulang di sana. Namun, kedatangannya tidak disambut hangat oleh warga yang skeptis dan menganggap penyihir sebagai sosok menakutkan. Kiki menghadapi kesulitan di awal, serta merasa kesepian dan hampir putus asa, bahkan sempat ingin meninggalkan kota tersebut.

Keberuntungan datang dari Nyonya Osono, pemilik toko roti yang ramah, yang memberinya tempat tinggal di ruang penyimpanan gandum dan menyarankan Kiki membuka jasa pengiriman barang. Dengan hanya menguasai satu sihir, yaitu terbang dengan sapu, Kiki mulai membangun kehidupannya di kota baru. Adaptasi Kiki menggambarkan perjuangan seorang remaja yang mencoba mandiri sekaligus mencari tempat dan penerimaan di lingkungan yang asing dan penuh prasangka.

2. Rangkaian misi antar barang yang menguji keberanian dan kreativitas

cover belakang Titipan Kilat Penyihir (dok. pribadi/Mia Namira)
cover belakang Titipan Kilat Penyihir (dok. pribadi/Mia Namira)

Kiki memanfaatkan kemampuan terbang sapu ajaibnya untuk membuka usaha "Titipan Kilat Penyihir," sebuah jasa pengiriman barang yang unik dan praktis. Dalam menjalankan usahanya, Kiki menghadapi berbagai tantangan yang menguji keberanian, ketekunan, dan kreativitas nya. Ia harus mengantarkan berbagai barang, mulai dari dot bayi yang tertinggal hingga membantu warga dengan tugas khusus seperti mencuri suku cadang menara jam untuk tradisi tahun baru.

Setiap misi menjadi pengalaman berharga yang mengajarkan Kiki tentang tanggung jawab dan pentingnya kepercayaan. Meskipun hanya menguasai satu sihir, Kiki harus memutar otak untuk menyelesaikan masalah yang muncul, termasuk menghadapi sikap skeptis warga kota. Cerita ini juga dipenuhi humor segar dan interaksi menarik antara Kiki, Jiji, dan para warga Koriko, membuat petualangan Kiki terasa hidup dan menghibur.

3. Pertumbuhan emosional dan hubungan dengan orang sekitar

preview chapter 1 buku Titipan Kilat Penyihir dan bookmarknya (dok. pribadi/Mia Namira)
preview chapter 1 buku Titipan Kilat Penyihir dan bookmarknya (dok. pribadi/Mia Namira)

Selain kaya akan petualangan, novel ini juga menyoroti perkembangan emosional Kiki selama masa transisi menuju kedewasaan. Ia belajar memahami nilai-nilai dan pesan ibunya, meskipun awalnya sempat menolak ajaran tersebut. Hubungan Kiki dengan Jiji, serta interaksi dengan warga kota seperti Nyonya Osono dan teman-teman barunya, memperlihatkan bagaimana Kiki mulai membangun ikatan sosial yang bermakna dan menemukan tempatnya di dunia.

Perjalanan pendewasaan Kiki digambarkan realistis dengan segala keraguan, kegagalan, dan kelelahan emosional yang dialaminya. Namun, melalui pengalaman dan dukungan orang-orang di sekitarnya, Kiki mampu bangkit dan menemukan jati diri serta makna kemandirian sejati. Novel ini menyajikan refleksi mendalam tentang pentingnya ketahanan, empati, dan keberanian dalam menghadapi perubahan hidup.

Dengan gaya bahasa yang hangat dan penuh semangat, buku Titipan Kilat Penyihir mengajak pembaca untuk menghargai proses pertumbuhan dan pentingnya membangun hubungan sosial. Sebuah bacaan yang menginspirasi dan menghibur, serta dipercantik dengan ilustrasi-ilustrasi yang lucu sehingga sangat layak untuk dibaca oleh pembaca segala usia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Debby Utomo
EditorDebby Utomo
Follow Us