Disebut sebagai Film Paling Berbahaya, Ini 5 Fakta tentang Roar

Setiap tahun, kita sering melihat ajang penghargaan untuk berbagai macam film. Ada penghargaan sinematografi terbaik, film dengan naskah terbaik, bahkan film dengan kostum terbaik. Namun, apakah kamu pernah mendengar tentang titel “film paling berbahaya”?
Walaupun tidak mendapat pengakuan secara resmi, banyak orang menyebut film Roar (1981) sebagai film yang paling berbahaya. Fakta-fakta menarik apa yang ada di balik film ini? Yuk, simak penjelasannya!
1. Tentang keluarga dan hewan-hewan mereka
Roar disutradarai dan ditulis oleh Noel Marshall dengan bantuan istrinya, Tippi Hedren. Mereka berdua mendapat inspirasi mengenai film ini ketika tengah melakukan kunjungan ke Mozambik. Di sana mereka menemukan sebuah rumah yang dihuni 30 singa. Marshall dan Hedren berpikir bahwa akan menarik untuk membuat film tentang kehidupan di tengah-tengah binatang buas.
Akhirnya, mereka membuat Roar. Filmnya bercerita tentang seorang naturalis bernama Hank yang tinggal di cagar alam di Tanzania. Istri dan anak-anak Hank yang selama ini tinggal di Chicago datang mengunjunginya dan mendatangi tempat tinggalnya yang dipenuhi binatang buas. Mayoritas pemeran utama dalam film ini adalah keluarga Marshall sendiri. Marshall memerankan Hank, sementara istrinya memerankan istri Hank.
2. Membesarkan hewan buas sendiri

Proses produksi film memakan total waktu 11 tahun. Lima tahun digunakan untuk proses shooting dan editing, sementara 6 tahun digunakan untuk membesarkan hewan-hewan yang akan digunakan di film.
Yap, Hedren dan Marshall membesarkan hewan-hewan buas sendiri. Mereka membawa singa-singa ke rumah mereka di California untuk membiasakan hewan-hewan buas itu dengan manusia sebelum proses shooting dimulai. Mereka juga akhirnya memelihara macan, gajah, macan tutul, macan kumbang, dan puma. Dalam autobiografinya, Hedren menulis bahwa ia sering mendapat gigitan dari hewan-hewan itu.
3. Melukai banyak orang

Gigitan yang didapat Hedren tersebut tidak menjadi satu-satunya luka dalam proses pembuatan film ini. Pada proses shooting, hewan yang diperlukan di lokasi bertambah menjadi lebih dari 130 hewan buas.
Sebanyak lebih dari 70 orang terluka akibat hewan-hewan itu. Salah satu aktor diserang di bagian mata dan membutuhkan operasi plastik. Hedren membutuhkan cangkok kulit. Marshall terlalu sering diserang hingga akhirnya mengalami keracunan darah. Sinematografer Jan de Bont terluka parah di bagian kepalanya hingga membutuhkan 20 jahitan.
4. Tidak mendapat banyak uang

Pada awal penayangan, Roar meraih kesuksesan di Jepang dan Jerman. Sayangnya, kesuksesan itu tidak cukup untuk menutup anggaran mereka.
Anggaran Roar adalah sebesar $17 juta, sementara mereka hanya mendapat $2-3 juta. Salah satu penyebab besarnya anggaran mereka tentunya adalah untuk merawat dan memberi makan para hewan. Banjir yang disebabkan rusaknya sebuah bendungan pada lokasi shooting juga membuat anggaran membengkak secara drastis.
5. Ada buku, fans, dan kritik

Hedren membuat buku The Cats of Shambala yang diterbitkan di tahun 1985. Buku itu berisi cerita-cerita mengenai pembuatan film Roar. Para fans, atau tepatnya cult following, yang kagum akan proses pembuatan film Roar pastinya senang membaca buku itu.
Walaupun Roar memiliki banyak penggemar, tapi banyak juga yang tidak senang dengan film itu. Mereka tidak setuju dengan teknik yang digunakan Marshall dan Hedren dalam membuat film. Mereka berpikir bahwa masih ada banyak cara yang lebih baik untuk membuat film tanpa harus memaksa hewan tinggal di California dan membahayakan para kru film.
Roar dibuat Marshall dan Hedren untuk menunjukkan kepada para penonton bahwa manusia dapat tinggal dengan hewan buas secara harmonis. Sayang, film ini justru terkenal karena sebaliknya. Apakah kamu sendiri sudah menonton Roar? Menurutmu, apakah semua perjuangan Marshall dan Hedren serta kru film sepadan dengan hasil filmnya?