11 Film yang Buktikan Kehebatan Teknik Static Shot

Sering menemukan dirimu lelah setelah nonton video pendek padat dan sarat transisi di media sosial? Ini bisa jadi tanda kalau otakmu sedang kelebihan stimulasi. Bayangkan saja, dalam waktu beberapa detik, kamu disuguhi sebuah video yang dinamis dan dipaksa mencerna beberapa informasi sekaligus. Bukannya rileks, kamu justru jengah dan pening.
Boleh, nih, coba alternatif hiburan yang sebenarnya gak baru. Lebih dulu eksis sebelum tren video pendek menjamur, film fitur atau film panjang bisa jadi cara ideal melepas penat. Salah satu cara pilih film yang dijamin gak bikin makin pusing ialah cari yang didominasi static shot. Itu merupakan teknik pengambilan gambar yang minim transisi. Dengan teknik ini, penonton serasa sedang mengamati orang sambil terdiam di satu tempat. Benar-benar melegakan, tetapi tetap terasa menghibur.
Penasaran seperti apa? Coba tonton sebelas film berikut. Ini bukti kalau keindahan bisa datang dari hal sederhana.
1. Code Unknown (2000)

Code Unknown adalah film garapan Michael Haneke yang berlatarkan Paris. Filmnya mengikuti beberapa karakter sekaligus yang mengalami pertemuan maupun momen tak menyenangkan di tempat umum. Menariknya, secara tak langsung hidup mereka saling bertautan satu sama lain. Provokatif dan kaya komentar sosial, Haneke menambah keunikan karyanya dengan teknik static shot yang bikin penonton seolah sedang menyaksikan sendiri kejadian di dalam film itu dari jarak tertentu.
2. Maborosi (1995)

Disebut salah satu film terbaik Hirokazu Koreeda yang membahas isu dukacita, Maborosi juga didominasi static shot. Film mengikuti perspektif seorang ibu muda yang dikejutkan oleh kematian mendadak suaminya. Mayoritas filmnya fokus menemani sang lakon mencerna dan mengenang memori-memori terakhir bersama suaminya sambil berusaha tetap melanjutkan hidup. Untuk mendukung tema kontemplatif yang jadi nyawa filmnya, Koreeda banyak menggunakan teknik static shot yang brilian dan menenangkan.
3. Columbus (2017)

Columbus bisa dibilang salah satu film yang menenangkan. Sekuen tiap adegannya cenderung lambat dan banyak gambar yang diambil dari kejauhan untuk mengekspos lanskap alam serta bangunan. Plot pun cukup sederhana, yakni pertemuan tak sengaja dua orang di sebuah kawasan kompleks perkantoran dan rumah sakit. Masing-masing punya masalah sendiri dan lewat berbagilah mereka menemukan kelegaan.
4. Good Morning (1959)

Yasujirō Ozu sering disebut sebagai maestronya teknik geometric dan static shot. Menonton filmnya benar-benar bikin melek karena estetika dan keteraturannya. Salah satu film yang tak boleh kamu lewatkan untuk menikmati kepiawaian Ozu bercerita adalah Good Morning. Filmnya mengikuti kehidupan beberapa keluarga di kawasan pemukiman. Ada yang sibuk bekerja, tak sedikit yang gemar bergosip, ada pula yang ngebet ingin punya televisi.
5. The Grand Budapest Hotel (2014)

Ingin menonton film setipe karya-karyanya Ozu, tetapi dengan pendekatan yang lebih modern? Coba pantengi film-filmnya Wes Anderson. Dengan prinsip yang kurang lebih sama, karya sinematik Anderson pun memanjakan mata semua penontonnya. Bedanya, Anderson lebih sering membuat cerita yang whimsical dan kaya satire ketimbang realistis. Pada dasarnya, semua film Anderson selalu menyertakan teknik static shot, tetapi salah satu yang tak patut terlewat tentu The Grand Budapest Hotel.
6. The Zone of Interest (2023)

Meski bergenre thriller dan berlatarkan Perang Dunia II, Jonathan Glazer selaku empu film ini memilih bercerita dengan teknik static shot. Ini dilakukannya hampir pada tiap pergantian adegan dengan tujuan menunjukkan betapa tak terganggu dan teraturnya kehidupan keluarga petinggi Nazi di tengah peperangan. Taktiknya efektif, film ini sukses merebut penghargaan Film Fitur Internasional Terbaik pada Oscar 2024.
7. Hunger (2008)

Mengikuti 6 bulan terakhir dalam hidup aktivis kemerdekaan Irlandia Bobby Sands (Michael Fassbender), film Hunger memang suram dan menyedihkan. Bagaimana tidak, di dalam penjara, Sands memilih untuk menginisiasi gerakan mogok makan yang membuat kondisi fisiknya memburuk. Dalam beberapa adegan, sutradara Steve McQueen membiarkan penonton mengamati penurunan kondisi Sands secara perlahan lewat static shot. Pada adegan sarat dialog, McQueen juga mendramatisasinya dengan teknik pengambilan gambar itu.
8. The Wind Will Carry Us (1999)

Kehebatan static shot juga bisa kamu amati lewat karya-karya sinematiknya Abbas Kiarostami. Coba film bertajuk The Wind Will Carry Us, deh. Film dimulai dengan kedatangan seorang jurnalis dan kameramen ke sebuah desa. Tujuannya bikin liputan soal pemakaman tradisional, tetapi berita kematian yang mereka tunggu-tunggu justru tak kunjung tiba. Selama menunggu itu, kita diajak menyelami kehidupan warga desa dari posisi dan jarak tertentu.
9. Ida (2013)

Film pemenang Oscar, Ida, juga banyak menggunakan teknik static shot. Film kontemplatif dengan dialog minim ini mengikuti seorang biarawati yang mengunjungi satu-satunya kerabat tersisa sebelum mengambil sumpah untuk gereja. Tak disangka, perjalanan itu justru membawanya menyelami masa lalu keluarganya tak pernah tebersit di benaknya.
10. Play (2011)

Superioritas static shot untuk mendampingi plot bisa pula kamu temukan dalam film Play karya Ruben Östlund. Kamera dalam film ini sering diposisikan pada tempat dan jarak yang sama dalam waktu lama untuk mengikuti sekelompok anak laki-laki. Awalnya hanya bertiga, tiba-tiba sekelompok anak lain masuk ke dalam frame dan mulai merundung ketiganya. Biasanya, film-film macam ini akan menggunakan tracking shot untuk menambah kesan dramatis dan urgensi, tetapi ternyata static shot tetap bisa menghadirkan kengerian dengan cara beda.
11. Paradise: Love (2012)

Digarap Ulrich Seidl sebagai bagian dari trilogi Paradise, film ini mengikuti momen liburan perempuan asal Austria berusia 50-an ke sebuah negara Afrika dan mengalami beberapa kejadian menarik. Seidl terinspirasi fenomena sugar mama, yakni wisatawan perempuan Eropa yang memacari pria muda asal Afrika dan menghujani mereka dengan hadiah. Alasan mereka macam-macam, mulai dari fetisisme sampai faktor kesepian. Teknik static shot sendiri dipilih untuk mendukung beberapa sekuen yang ingin menonjolkan kecanggungan dan humor lempeng.
Ada banyak alasan mengapa static shot dipilih sutradara untuk filmnya, salah satunya tentu untuk mendukung plot yang sudah mereka ramu. Ini Bukti kalau kadang sesuatu yang sederhana bisa jadi nilai tambah buat sebuah karya seni. Jadi, film mana yang pernah kamu tonton?