Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Film yang Kisahkan Buruh Perempuan, Ada Nomine Oscar

The Girl with the Needle (dok. MUBI/The Girl with the Needle)
Intinya sih...
  • Diskriminasi gender berdampak pada ketimpangan gaji dan kenaikan jabatan pekerja perempuan.
  • Film "The Girl with the Needle" dan "The Match Factory Girl" menggambarkan kehidupan buruh perempuan yang terpinggirkan.
  • Film-film seperti "Made in Dagenham", "Dust Cloth", "Ayka", dan "Made in Bangladesh" menyoroti isu buruh perempuan dari berbagai negara.

Diskriminasi gender yang berdampak terhadap ketimpangan gaji dan kenaikan jabatan adalah problem yang paling sering dirasakan pekerja atau buruh perempuan. Setidaknya, itu berdasar survei Pew Research Center pada 2022 di Amerika Serikat. Namun, sebenarnya ini adalah problem global. 

Risiko-risiko lain seperti ketidakseimbangan relasi kuasa, ketiadaan perwakilan yang proporsional, sampai pelecehan seksual juga masih sering kita dengar. Ini yang kiranya bikin film-film yang kisahkan buruh perempuan jadi punya peran esensial dalam masyarakat. Mereka bisa pengingat kalau isu ini belum benar-benar terselesaikan.

1. The Girl with the Needle (2024)

The Girl with the Needle (dok. MUBI/The Girl with the Needle)

Baru saja meraih nominasi Oscar 2025 untuk kategori Film Fitur Internasional Terbaik, The Girl with the Needle mendapuk buruh perempuan bernama Karoline (Vic Carmen Sonne) yang harus bertahan hidup sendiri setelah suaminya tak kunjung pulang dari medan perang. Apalagi pendapatannya sebagai buruh pabrik tak seberapa di tengah krisis ekonomi yang menghantui Denmark saat itu.

Usaha Karoline untuk mengajukan tunjangan pemerintah pun tertolak, karena tak ada sertifikat yang membuktikan kalau suaminya tewas. Dari sini, perjalanan hidupnya jadi tak tertebak. Ia bertemu beberapa orang yang menawarkan jalan pintas atas masalahnya, tetapi ternyata hanya memanipulasi dan memanfaatkan dirinya saja. 

2. The Match Factory Girl (1990)

The Match Factory Girl (dok. Criterion/The Match Factory Girl )

Jadi salah satu film paling dekoratif dalam karier Aki Kaurismaki, The Match Factory Girl bisa disebut salah satu sinema terbaik yang memotret kehidupan buruh perempuan. Ia mengikuti Iris (Kati Outinen), perempuan muda yang jadi tulang punggung keluarganya. Penghasilannya secara rutin ia serahkan ke orangtuanya yang sudah tak bekerja.

Merasa dimanfaatkan dan terkungkung, Iris tergoda mengicip kebebasan setelah bertemu pria yang memberinya perhatian. Namun, seperti nasib Karoline di film The Girl with the Needle, pria ini ternyata tak benar-benar tulus kepadanya. Revelasi ini mendorongnya mengambil langkah nekat. 

3. Made in Dagenham (2010)

Made in Dagenham (dok. Sony Pictures Classics/Made in Dagenham)

Terinspirasi aksi mogok kerja nyata yang pernah terjadi di Inggris pada 1968, Sally Hawkins didapuk memerankan Rita. Ia adalah tokoh fiktif yang diciptakan sebagai titik fokus film ini. Bersama rekan-rekannya sesama buruh, ia menginisiasi protes besar-besaran menuntut kelayakan dan kesetaraan upah dengan para buruh pria.

Aksi mereka berhasil membuahkan sebuah undang-undang baru di Inggris yang berjudul Equal Pay Act 1970. Made in Dagenham cukup sukses di mata kritikus. Mereka berhasil dapat beberapa nominasi di BAFTA dan British Independent Film Awards. 

4. Dust Cloth (2015)

Dust Cloth (dok. Berlin International Film Festival/Dust Cloth)

Tayang perdana di Berlin International Film Festival 2015, Dust Cloth adalah potret realitas yang harus dihadapi para buruh lepas perempuan di Turki. Bekerja sebagai pembersih panggilan untuk klien dari kelas menengah, Nesrin (Asiye Dinçsoy) dan Hatun (Nazan Kesal) punya motif dan latar belakang berbeda. Satu baru saja jadi orangtua tunggal setelah berpisah dari suaminya dan satu lagi ingin keluar dari kemiskinan.

Fakta bahwa keduanya datang dari etnik Kurdi membuat film ini makin dalam dan dinamis. Selain ketimpangan kelas, isu minoritas pun ikut dibahas. Kalau suka genre realisme sosial, Dust Cloth berpotensi jadi film favoritmu. 

5. Ayka (2018)

Ayka (dok. Kinodvor/Ayka)

Rusia adalah salah satu negara tujuan utama para pencari kerja asal Asia Tengah. Ini yang kemudian diekspos lewat film Ayka. Samal Yeslyamova, sang pemeran lakonnya bahkan merebut penghargaan Aktris Terbaik di Cannes Film Festival 2018. Ia memerankan Ayka, pekerja migran perempuan asal Kyrgyztan di Moskow yang hidupnya penuh masalah. 

Sudah dikejar-kejar debt collector, ditipu pemberi kerja, dilecehkan sampai hamil dan melahirkan, Ayka adalah bukti kalau buruh migran perempuan rawan dapat opresi ganda di tempat kerjanya. Tak hanya didiskriminasi secara rasial, mereka juga sering kali dituntut tetap produktif dengan menekan berbagai isu biologis yang sebenarnya di luar kuasa mereka. Dengan teknik tracking shot, film ini makin imersif. Rasa lelah dan panik Ayka serasa menembus layar. 

6. Made in Bangladesh (2019)

Made in Bangladesh (dok. Les Films de l'Après-Midi/Made in Bangladesh)

Made in Bangladesh gak kalah gereget. Ia berorbit pada Shimu (Rikita Nandini Shimu), perempuan 23 tahun yang bekerja di sebuah pabrik tekstil di Dhaka, Bangladesh. Muak dengan kondisi kerja yang tak layak, ia mengorganisasi serikat buruh dan menuntut perbaikan. Namun, Shimu justru diintimidasi berbagai pihak, termasuk suaminya sendiri. 

Tayang perdana di  Toronto International Film Festival (TIFF), banyak yang menyandingkan Made in Bangladesh dengan film Norma Rae (1979). Gak hanya bercerita tentang perempuan, para kru film ini juga didominasi perempuan. Sutradaranya saja Rubaiyat Hossain, satu dari sedikit sutradara perempuan Bangladesh yang diboikot di negaranya karena pandangan feminis dan pasifisnya.  

Meningkatnya film-film dari sudut pandang perempuan wajib diapresiasi dan disambut baik. Secara tak langsung, mereka meningkatkan kesadaran soal isu perempuan, termasuk yang berhubungan dengan tempat kerja. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Naufal Al Rahman
EditorNaufal Al Rahman
Follow Us