Kenapa Kisah The Wizard of Oz Masih Eksis sampai Sekarang?

Jauh sebelum J.K. Rowling menerbitkan novel Harry Potter (1997—2016) dan J.R.R. Tolkien dengan novel The Lord of the Rings (1954), dunia fiksi dihebohkan dengan novel karya mendiang Frank Baum berjudul The Wonderful Wizard of Oz (1900). Selama satu abad lebih, novel ini berhasil mempertahankan eksistensinya.
Pasalnya, kisah The Wizard of Oz diadaptasi puluhan kali, terbaru adalah Wicked (2024). The Wonderful Wizard of Oz tidak hanya dianggap sebagai cerita anak yang menghibur, melainkan karya revolusioner yang berkontribusi bagi perkembangan dunia fantasi.
Beberapa orang mungkin bertanya-tanya alasan di balik eksistensi The Wonderful Wizard of Oz yang dapat bertahan hingga saat ini. Kenapa kisah The Wizard of Oz masih eksis sampai sekarang, ya? Temukan jawabannya melalui artikel ini!
1.Mengangkat cerita yang relevan dan sederhana, sehingga dapat menjangkau semua kalangan

Alih-alih mengangkat tema yang berat, The Wonderful Wizard of Oz mengusung tema sederhana, yaitu persahabatan dan pencarian jati diri. Novel ini berfokus pada Dorothy yang berusaha mencari jalan pulang dari dunia magis Oz, tapi ia harus menghadapi penyihir bernama the Wicked Witch of the West yang jahat. Kisah ini terus berkembang menurut kreativitas sineas di balik layar.
Pemilihan tema yang ringan inilah yang menyebabkan kisah klasik tersebut masih dapat dinikmati sampai sekarang. Selain ringan dikonsumsi anak, tema persahabatan dan pencarian jati diri selalu relevan dengan zaman.
2.Karakter The Wonderful Wizard of Oz menjadi ikon yang menginspirasi dunia perfilman modern

Kita tak dapat memungkiri pengaruh karakter fiksi karya Frank Baum berhasil mengubah sejarah dunia fantasi hingga detik ini. Dalam The Wonderful Wizard of Oz, kita bertemu karakter ikonik, seperti Scarecrow, Tin Man, Cowardly Lion, Wicked Witch of the West, dan Glinda. Mereka selalu menghiasi dalam berbagai adaptasinya, termasuk Wicked yang berfokus kepada persahabatan Glinda dan Wicked Witch sebelum bermusuhan.
Karakter-karakter fiksi ini menjadi bagian dari sejarah cerita fiksi yang terus memberikan inspirasi bagi para sineas. Misalnya, Joaquin Phoenix mengaku mengambil inspirasi dari almarhum Ray Bolger, pemeran Scarecrow dalam film klasik The Wizard of Oz (1939), ketika Phoenix mendapat peran Joker. Berkat karyanya, Frank Baum menetapkan standar baru untuk cerita fiksi ke depannya.
3.The Wonderful Wizard of Oz menyimpan pesan tersembunyi, mengkritik situasi sosial saat itu

Kisah Dorothy Gale dan temannya-temannya lebih dari sebatas hiburan anak-anak. Dilansir Grunge, The Wonderful Wizard of Oz mencerminkan dukungan Frank Baum terhadap pemberian hak suara bagi perempuan. Tin Man dianggap sebagai representansi para pekerja pada 1893 yang kehilangan pekerjaan dan Wicked Witch melambangkan tokoh jahat yang menjadi dalang di balik penderitaan mereka.
Sejarawan lulusan Universitas Colombia, Henry Littlefield, menerbitkan artikel ilmiah berjudul The Wizard of Oz: Parable of Populism (1964). Artikel tersebut menjelaskan hubungan antara paham populisme dengan film klasik adaptasi novel karya Frank Baum.
Littlefield menyatakan The Wizard of Oz merupakan bentuk kritik terhadap isu sosial yang terjadi pada 1893—1896 secara halus. Referensi ini memperlihatkan The Wonderful Wizard of Oz bukan sekadar cerita anak-anak, melainkan berguna sebagai media penyampaian kritik terhadap isu sosial yang terjadi saat itu.
4. The Wonderful Wizard of Oz telah diadaptasikan menjadi film sejak zaman film bisu

Banyak yang mungkin mengira The Wizard of Oz merupakan film pertama yang mengadaptasikan cerita klasik karya Frank Baum. Jauh sebelumnya, sang novelis telah lebih dulu mengadaptasikan karyanya dalam bentuk film bisu hitam putih berjudul The Patchwork Girl of Oz, The Magic Cloak of Oz, dan His Majesty, the Scarecrow of Oz pada 1914 yang diproduksi The Oz Film Manufacturing Company. Kemudian, sutradara Larry Semon mengadaptasikan cerita karya Baum ini dengan judul The Wizard of Oz (1925).
The Wizard of Oz (1939) bisa dibilang sebagai adaptasi terbaik dari novel The Wonderful Wizard of Oz. Salah satu momen ikoniknya adalah transisi layar hitam putih yang berlatar di Kansas ke layar berwarna warni yang berlatar di dunia Oz. Para pemeran berhasil menghidupkan karakter buatan Frank Baum dengan baik, salah satunya almarhumah Margaret Hamilton sebagai Wicked Witch yang masih melekat dalam ingatan penggemar.
Tiga puluh sembilan tahun kemudian, Sidney Lumet menggarap film The Wiz (1978) menggaet aktor dan aktris berdarah Afrika-Amerika. The Wizard of Oz diadaptasikan lagi menjadi film animasi berjudul sama yang diproduksi Toho. Mereka hadir kembali dalam Return to Oz (1985) dengan penggambaran yang cukup gelap dan menyeramkan.
5. Kesuksesan Wicked memperpanjang umur kisah klasik yang bertahan selama 1 abad lebih

Setelah Return to Oz, adaptasi The Wonderful Wizard to Oz jarang mencapai kualitas bagus seperti pendahulunya. Namun, Wicked (2024) sukses menepis pandangan tersebut. Film ini adaptasi novel Wicked: The Life Times of the Wicked Witch of the West (2005) sebagai penggambaran ulang The Wonderful Wizard of Oz dengan lebih dewasa.
Wicked berhasil menampilkan performa akting Ariana Grande sebagai Glinda dan Cynthia Erivo sebagai Elphaba alias Wicked Witch yang mantap. Film bergenre musikal jarang mendapat apresiasi lebih, tapi Wicked membantah anggapan ini dengan meraih pemasukan 165 juta dolar Amerika Serikat (Rp2,6 triliun) dengan anggaran produksi 150 juta dolat Amerika Serikat (Rp2,3 triliun). Film ini mendapat rating 8,2/10 dari 30 ribu ulasan di IMDb dan 90 persen dari kritikus serta 96 persen dari penonton di Rotten Tomatoes.
The Wonderful Wizard of Oz merupakan warisan industri hiburan yang layak dipertahankan. Tema yang sederhana dan relevan dengan berbagai generasi menjadikan kisah fiksi klasik ini masih bisa dinikmati setelah melewati puluhan tahun lebih. Apakah kamu sudah menyaksikan Wicked?