Kritik Terhadap Sistem Pemerintahan yang Tersirat di One Piece

- Keadilan yang bias dan tergantung siapa yang memegang kuasa
- Manipulasi sejarah dan informasi oleh pemerintah
- Elitisme dan ketimpangan sosial yang disengaja
Di balik dunia fantasi penuh petualangan dan kekuatan unik, One Piece secara konsisten menyampaikan kritik sosial dan politik yang relevan dengan kehidupan nyata. Pemerintah dunia sebagai otoritas tertinggi dalam cerita tidak hanya digambarkan sebagai penguasa global, tetapi juga sebagai simbol sistem yang represif, manipulatif, dan anti-kebenaran. Melalui dunia fiksi yang dibangun Eiichiro Oda, kita diajak melihat bagaimana struktur kekuasaan yang tidak adil melahirkan penderitaan bagi rakyat biasa.
Kritik terhadap sistem pemerintahan dalam One Piece tidak bersifat langsung atau vulgar, namun dibalut dalam narasi cerdas yang menyentuh banyak isu nyata. One Piece dengan cerdik menggunakan metafora bajak laut sebagai pihak yang bisa lebih bermoral dibandingkan penguasa global. Berikut adalah empat kritik terhadap sistem pemerintahan yang tersirat di One Piece.
1. Keadilan yang bias dan tergantung siapa yang memegang kuasa

Dalam dunia One Piece, keadilan bukanlah prinsip yang berdiri sendiri, melainkan alat yang bisa dimanipulasi oleh pihak berwenang. Angkatan Laut yang seharusnya menjaga ketertiban justru sering kali menegakkan hukum secara sepihak. Misalnya, mereka melindungi para bangsawan dunia atau Tenryuubito dari segala bentuk tuduhan, bahkan ketika mereka melakukan pelanggaran kemanusiaan. Sebaliknya, siapa pun yang mengusik struktur kekuasaan langsung dianggap sebagai penjahat berbahaya, tanpa proses hukum yang adil.
Kondisi ini mencerminkan situasi nyata di banyak negara, di mana hukum digunakan sebagai instrumen politik, bukan sebagai pelindung keadilan. Ketika satu pihak memiliki kekuasaan penuh untuk menentukan siapa yang bersalah, maka konsep keadilan kehilangan maknanya. Dalam One Piece, keadilan bersifat fleksibel bagi para penguasa, tetapi mutlak dan menghukum bagi yang melawan, sebuah sindiran terhadap sistem hukum yang tidak netral dan hanya berpihak pada pemilik kuasa.
2. Manipulasi sejarah dan informasi oleh pemerintah

Salah satu aspek paling gelap dalam dunia One Piece adalah keberadaan abad kekosongan, sebuah periode sejarah yang dihapus sepenuhnya dari pengetahuan umum oleh Pemerintah Dunia. Siapa pun yang mencoba mengungkap kebenaran sejarah ini akan dianggap sebagai ancaman dan diburu. Contoh paling jelas adalah tragedi di Ohara, di mana sekelompok ilmuwan dibasmi karena berusaha membaca Poneglyph dan mengungkap sejarah yang disembunyikan.
Manipulasi informasi ini mencerminkan realitas sejarah dunia, di mana banyak kekuasaan menggunakan propaganda, penyensoran, dan penghapusan dokumen untuk mempertahankan narasi dominan. Pemerintah Dunia menolak pembelajaran sejarah bukan karena takut pada masa lalu, tetapi karena sadar bahwa kebenaran bisa menjadi ancaman bagi legitimasi mereka. Dengan membatasi akses informasi, sistem otoriter menciptakan generasi yang dibesarkan dalam kebohongan yang dilembagakan.
3. Elitisme dan ketimpangan sosial yang disengaja

Tenryuubito atau “Naga Langit” adalah kelompok elite dalam One Piece yang menempati posisi tertinggi dalam struktur sosial. Mereka hidup dalam kemewahan dan menganggap semua orang selain mereka sebagai makhluk rendah yang tak layak diperlakukan setara. Sistem ini dijaga dan dilindungi oleh kekuatan militer global yang memastikan status quo tetap berlangsung, meskipun bertentangan dengan nilai-nilai keadilan dan kesetaraan.
Ketimpangan sosial dalam cerita ini tidak terjadi secara alami, melainkan dipertahankan secara sistematis. Ini mencerminkan bagaimana kelas elite dalam dunia nyata sering menggunakan sistem politik, ekonomi, dan hukum untuk menjaga posisi mereka. Alih-alih membangun masyarakat yang merata, sistem ini justru menciptakan ketergantungan dan ketidakberdayaan. One Piece menunjukkan bahwa ketimpangan bukan hanya akibat kegagalan ekonomi, tetapi pilihan politik yang disengaja untuk mempertahankan dominasi.
4. Labelisasi oposisi sebagai ancaman negara

Karakter-karakter seperti Nico Robin, Monkey D. Dragon, dan kelompok revolusioner diposisikan sebagai musuh besar pemerintah dunia, bukan karena mereka melakukan kekerasan, tetapi karena berani mempertanyakan dan menentang sistem yang korup. Robin bahkan diburu sejak kecil hanya karena memiliki kemampuan membaca teks kuno yang bisa mengungkap sejarah terlarang. Label “kriminal” dan “teroris” disematkan kepada siapa pun yang mencoba menantang pemerintah dunia.
Labelisasi ini adalah strategi umum dalam dunia nyata, di mana pemerintah kerap menyamakan kritik atau perlawanan damai dengan ancaman terhadap keamanan nasional. Dalam cerita One Piece, oposisi terhadap pemerintah seringkali bersifat intelektual dan moral, namun tetap dianggap membahayakan. Hal ini menyampaikan pesan bahwa dalam sistem yang rapuh, kekuasaan tidak gentar pada senjata, tetapi takut pada pikiran bebas dan suara yang berani.
One Piece bukan hanya cerita tentang bajak laut yang mencari harta karun, melainkan juga refleksi tentang bagaimana kekuasaan bisa membentuk, mengontrol, dan menindas. Eiichiro Oda menyisipkan kritik sosial yang tajam terhadap sistem pemerintahan yang otoriter, elitis, dan manipulatif. Melalui narasi ini, penonton diajak untuk memahami bahwa perjuangan bukan hanya melawan tokoh antagonis, tetapi juga melawan sistem yang tidak memberi ruang bagi keadilan, kebenaran, dan kesetaraan. Sebagai penggemar, apakah kamu juga menyadari poin-poin kritik terhadap sistem pemerintahan yang tersirat di One Piece?