Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mengenal Grindhouse, Bukan Sembarang Genre Film Horor Murahan

Texas Chain Saw Massacre (dok. Henkel Productions/Texas Chain Saw Massacre)
Texas Chain Saw Massacre (dok. Henkel Productions/Texas Chain Saw Massacre)

Sebagai penggemar film, khususnya genre horor, kurang lengkap rasanya jika belum menonton satu judul film yang membuat kening berkerut di sepanjang durasinya. Entah itu karena premisnya yang di luar akal sehat, mengandung konten eksplisit yang kuat, seperti dibuat oleh amatiran, atau bahkan gabungan dari itu semua. Nah, bisa jadi film yang kamu tonton tersebut masuk dalam kategori grindhouse.

Terdengar cukup familiar, bukan? Kerap kali muncul dalam ulasan film maupun disebut oleh para pegiat film dalam wawancara, ada segudang cerita menarik di balik genre film satu ini. Kini saatnya kamu mengenal grindhouse yang termasuk dalam genre film horor.

1. Apa itu film grindhouse?

The Psychic (dok. Cinecompany/The Psychic)
The Psychic (dok. Cinecompany/The Psychic)

Film grindhouse mengacu pada kategori B movies atau film-film dengan biaya produksi rendah. Populer pada 1970-an, film grindhouse identik dengan genre horor dan action dengan kualitas seadanya. Tidak sedikit juga yang bereksperimen dengan menggabungkan banyak genre sekaligus, mulai dari horor, thriller, hingga eksperimental.

Dikenal juga sebagai Action House Cinema, grindhouse begitu lekat dengan muatan konten eksplisitnya yang provokatif. Mulai dari tema yang berani, adegan gore yang sangat kuat dan cenderung berlebihan, hingga mengeksploitasi konten seksual secara terang-terangan.

2. Asal-usul terciptanya film grindhouse

I Spit on Your Grave (dok. Cinemagic Pictures/I Spit on Your Grave)
I Spit on Your Grave (dok. Cinemagic Pictures/I Spit on Your Grave)

Istilah grindhouse pertama kali digunakan pada 1920-an untuk mendeskripsikan tingkah laku yang tidak pantas dilakukan di muka umum. Seiring berjalannya waktu, grindhouse mulai menjadi sebutan untuk film-film kelas B yang identik dengan konten eksplisit yang diproduksi pada 1950-an hingga 1970-an.

Dilansir Movieweb, sejarawan film, David Church, menjelaskan bahwa istilah grindhouse berasal dari Grind Policy, sebuah teknik pemasaran film yang berlaku pada 1920-an. Teknik tersebut berfokus pada upaya pemutaran film secara terus-menerus selama 24 jam lewat opsi film yang bervariasi dengan harga tiket yang murah. Dengan begitu, gedung bioskop tetap ramai setiap saat dan mampu mengeruk lebih banyak lagi keuntungan.

Church turut menyebutkan bahwa film grindhouse hanya tayang di bioskop-bioskop berskala kecil di 42nd Street, New York, Amerika Serikat. Lebih tepatnya di area yang berdekatan dengan burlesque house–teater yang menampilkan hiburan berupa tarian dengan unsur teatrikal dan komedi dengan kostum yang provokatif–dan rumah teater lainnya yang menampilkan pentas berbau sensual dan erotis.

Tidak hanya tayang di bioskop, film grindhouse turut menjadi komoditas panas bagi para pelaku usaha rental film pada 1960-an berkat penemuan VCR atau Video Cassette Recorder. Dengan begitu, orang-orang dapat menikmati tontonan eksplisit dengan nyaman dan lebih menjaga privasi penontonnya.

3. Karakteristik film grindhouse

Ms. 45 (dok. Navaron Films/Ms. 45)
Ms. 45 (dok. Navaron Films/Ms. 45)

Film grindhouse memiliki sederet karakteristik unik dan menjadi ciri khas tersendiri. Mengingat ongkos produksinya yang pas-pasan, hal tersebut memaksa para pembuat film grindhouse lebih kreatif untuk membawa visi mereka ke layar lebar.

Kalau kamu sadar, kebanyakan film grindhouse mempekerjakan aktor dan aktris amatiran, mengorbankan set yang layak dan mumpuni, serta naskah yang ditulis dengan apa adanya. Hal tersebut sejalan dengan tema sensasional serta gaya penceritaan yang melenceng jauh dari pakem pembuatan film pada umumnya.

Mengeksploitasi konten sensual serta mengangkat subjek yang tabu dan adegan gore yang brutal merupakan salah satu upaya untuk menutupi minimnya konflik dalam film grindhouse. Penggunaan warna norak, editing kasar, serta sounds effects dramatis dan menggelegar berpadu sempurna dengan gaya penggarapan layaknya amatiran. Secara tidak langsung menjadi nilai estetika tersendiri dengan mencerminkan seni dari film independen itu sendiri.

4. Pengaruh film grindhouse di industri perfilman modern

Grindhouse (dok. Big Talk Studios/Grindhouse)
Grindhouse (dok. Big Talk Studios/Grindhouse)

Pamor film grindhouse mulai memudar pada 1980-an berkat menjamurnya acara sitkom di televisi dan layanan TV kabel yang menyediakan tontonan eksklusif di rumah para pelanggannya. Kemudian, pada pertengahan 1990-an, bioskop di New York, Los Angeles, dan sederet kota besar lainnya berhenti menayangkan filmgrindhouse secara permanen.

Meskipun begitu, sejumlah pegiat film Hollywood berusaha untuk melestarikan film grindhouse. Mulai dari Quentin Tarantino yang bekerja sama dengan Robert Rodriguez untuk menggarap film yang diberi judul Grindhouse. Dibagi ke dalam dua bagian–Planet Terror dan Death Proof–film yang dirilis pada 2007 tersebut merupakan bentuk penghormatan sekaligus upaya untuk tetap menjaga film grindhouse tetap eksis di industri perfilman modern. Kemudian, ada Robert Rodriguez yang menggarap film Sin City (2005) dan Sin City 2: A Dame to Kill For (2014) yang digarap sesuai formula film grindhouse.

Meskipun film grindhouse telah berhenti diproduksi puluhan tahun lalu, tetapi pengaruhnya dapat kita temui dengan mudah khususnya dalam film bergenre horor. Sebut saja Thanksgiving (2023) karya Eli Roth dan The X Trilogy besutan Ti West yang mendapatkan sambutan positif baik dari kritikus maupun penonton. Keduanya sama-sama sukse menghidupkan kembali film gore brutal ala Texas Chainsaw Massacre (1974) yang merupakan salah satu film grindhouse terbaik sepanjang masa.

Lekat dengan citra negatif dan murahan berkat muatan konten yang brutal dan berbujet rendah, film grindhouse memiliki tempat khusus di hati para penggemarnya. Meskipun telah lama hilang dari industri perfilman Hollywood, jejak peninggalan film grindhouse dapat kita temui dengan mudah dalam film horor maupun thriller modern.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Naufal Al Rahman
EditorNaufal Al Rahman
Follow Us