5 Novel Populer tentang Rezim Otoriter, Relevan Saat Ini?

- Novel 1984 karya Orwell mengkritik totalitarianisme dan bahaya negara yang mencampuri kehidupan manusia
- The Handmaid's Tale karya Atwood menyoroti ekstremisme, ketidaksetaraan, dan kontrol politik terhadap tubuh perempuan
- Animal Farm sindir Stalinisme dengan menunjukkan bagaimana kekuasaan bisa berubah menjadi alat penindasan baru
Di tengah dinamika sosial dan politik Indonesia yang makin kompleks, isu-isu seperti pembatasan kebebasan berekspresi, represi terhadap kritik, dan sentimen terhadap masa lalu otoriter kembali mencuat. Banyak orang mulai membicarakan bahaya kekuasaan yang terlalu besar dan bagaimana sejarah bisa berulang jika masyarakat lengah.
Di momen-momen seperti ini, karya sastra sering kali menjadi cermin yang membantu kita memahami dampak kekuasaan yang menindas, tidak hanya secara politik, tapi juga dalam kehidupan pribadi. Lima rekomendasi novel berikut menyuarakan keresahan terhadap rezim otoriter dari berbagai sudut dunia, termasuk Indonesia. Kira-kira apa saja, ya?
1. 1984 – George Orwell

Novel klasik ini menjadi simbol paling kuat dalam menggambarkan dunia di bawah rezim otoriter. Orwell menciptakan dunia distopia, di mana semua gerak-gerik warga diawasi oleh "Big Brother", dan bahkan pikiran pun bisa dianggap sebagai kejahatan. Pemerintah mengendalikan kebenaran, sejarah, hingga bahasa untuk memastikan rakyat tidak pernah memiliki kebebasan berpikir.
Tokoh utamanya perlahan mulai mempertanyakan sistem tersebut dan mencoba memberontak meski hanya secara pribadi. Namun, dalam dunia yang dibangun Orwell, pemberontakan pribadi sekalipun tak pernah benar-benar aman. 1984 bukan hanya kritik terhadap totalitarianisme, tapi juga peringatan akan bahaya ketika negara mencampuri segala aspek kehidupan manusia.
2. The Handmaid's Tale – Margaret Atwood

Di dunia fiksi Gilead yang diciptakan Atwood, perempuan kehilangan seluruh haknya dan hanya dihargai dari kemampuan mereka untuk melahirkan anak. Negara dijalankan oleh kekuasaan agama dan militer, dan para "handmaid", seperti Offred dipaksa menjadi alat reproduksi bagi elite penguasa
Dengan narasi tajam dan mengerikan, novel ini mengeksplorasi bagaimana kekuasaan bisa menggunakan tubuh perempuan sebagai objek kontrol politik. The Handmaid’s Tale menyampaikan pesan kuat tentang bahaya ekstremisme dan ketidaksetaraan, yang terasa makin relevan di zaman sekarang.
3. Animal Farm – George Orwell

Meskipun ditulis dalam bentuk fabel dengan tokoh-tokoh hewan, Animal Farm adalah novel berisi sindiran tajam terhadap rezim otoriter, khususnya Stalinisme di Uni Soviet. Kisahnya dimulai dengan revolusi para hewan melawan peternak manusia yang dianggap menindas, tetapi perlahan para pemimpin revolusi, khususnya si babi bernama Napoleon, justru menjadi tiran baru.
Novel ini menunjukkan bagaimana kekuasaan yang awalnya diperjuangkan demi kebebasan bisa dengan cepat berubah menjadi alat penindasan baru. Slogan “semua hewan setara, tapi beberapa hewan lebih setara daripada yang lain” menjadi kutipan ikonik yang menggambarkan munafiknya sistem otoriter yang mengklaim keadilan.
4. Pulang – Leila S. Chudori

Novel ini membawa kita ke masa kelam Orde Baru di Indonesia. Berkisah tentang para eksil politik Indonesia yang terpaksa hidup di luar negeri setelah peristiwa 1965, Pulang menggambarkan bagaimana sistem otoriter bisa menghancurkan kehidupan pribadi, keluarga, dan identitas seseorang.
Lewat tokoh Dimas dan putrinya, novel ini menelusuri pengalaman hidup di bawah bayang-bayang trauma politik dan represi negara. Leila S. Chudori menulis dengan penuh empati dan kekuatan emosional. Ia memperlihatkan sisi manusia dari tragedi politik yang selama ini kerap dibungkam.
5. The Plot Against America – Philip Roth

Novel ini menggambarkan sejarah alternatif, di mana Charles Lindbergh, tokoh nyata yang dikenal sebagai pahlawan penerbangan. Ia terpilih sebagai presiden AS dan membawa negara itu ke arah fasisme. Lewat mata seorang anak Yahudi, Roth menunjukkan bagaimana perubahan politik bisa sangat cepat merusak rasa aman dan menghancurkan komunitas.
Meski fiksi, novel ini menimbulkan ketegangan, karena terasa sangat nyata dan masuk akal. Roth tidak hanya mengkritik ekstremisme, tetapi juga menggambarkan bagaimana ketakutan dan kebencian bisa dengan mudah tumbuh di tengah masyarakat biasa ketika dipicu oleh kekuasaan yang manipulatif.
Dari Inggris, Amerika, hingga Indonesia, kisah-kisah ini menjadi pengingat bahwa kebebasan tak pernah bisa dianggap remeh. Jadi, mana dari kelima cerita ini yang paling membuatmu merenung?