Obsesi Hollywood Terhadap Cinta Beda Usia

Hollywood belum berhenti memproduksi film romantis beda usia. Beberapa bahkan tertangkap jelas meromantisasinya. Lolita (1997), Pretty Woman (1990), dan Manhattan (1979) adalah beberapa contohnya. Pada masa lalu, isu perbedaan usia ini memang tak dapat sorotan setajam sekarang. Barulah saat muncul gerakan #MeToo pada akhir 2017, orang mulai melihat problem dalam film romantis dengan trope beda usia.
Namun, mengapa Hollywood enggan berhenti memproduksi film cinta beda usia? Apa alasan dari obsesi itu? Coba kupas, yuk!
1. Cinta beda usia dalam film adalah cerminan dari kenyataan?

Argumen yang mungkin paling masuk akal adalah fakta kalau perbedaan usia dalam urusan percintaan adalah hal yang kerap dan masih dinormalisasi. Apalagi pada masa lalu, sebelum istilah grooming (proses pembentukan relasi romantis yang dilakukan orang dewasa menyasar anak-anak secara terencana) belum begitu digubris dan perjodohan perempuan muda dengan pria yang lebih tua masih lumrah. Tradisi ini mulai ditinggalkan seiring berkembangnya peradaban manusia.
Namun, bukan berarti benar-benar hilang. Dalam industri hiburan, cinta beda usia justru banyak diterapkan sendiri oleh para pegiatnya. Kasus yang paling santer adalah hubungan romantis Aaron Johnson dengan sutradara Sam Taylor yang sudah berlangsung sejak Johnson masih berusia 18 tahun. Mereka menikah beberapa tahun kemudian dan sepakat menggabungkan nama belakang mereka jadi Taylor-Johnson.
Belum lagi Woody Allen yang menikahi anak angkatnya sendiri. Leonardo Dicaprio dan Jake Gyllenhaal yang kekasihnya selalu berusia 20-an meski mereka sudah paruh baya. Hingga musisi Lorde sempat menjalin hubungan romantis jangka panjang dengan produser musik Alex Warren. Tak pelak film-film romantis beda usia bak cerminan dari realitas, terutama di industri hiburan.
Pertama, ini didukung fakta bahwa kebanyakan pegiat industri hiburan terutama yang punya kuasa lebih tinggi (sutradara, produser, penulis naskah) adalah pria paruh baya. Menurut data yang disadur dari beberapa riset yang dihimpun Center for the Study of Women in Television and Film San Diego State University, perempuan hanya mengisi sekitar 20-30 persen posisi dalam proses produksi film dan tayangan TV di Amerika Serikat pada 2022-2024. Tak pelak, film pun seperti cara mereka menghidupkan kembali imajinasi masa muda yang belum atau tak terwujud.
Kedua, ini bisa juga didorong oleh fakta bahwa kebanyakan perempuan direkrut jadi aktris pada usia belia, sementara pria tidak. Namun, rentang karier pemeran pria di industri pun lebih panjang. Ini terbukti dari usia median aktor dan aktris yang dapat nominasi Oscar dalam 25 tahun terakhir berdasar publikasi University of Victoria pada 2017, yakni 48,0 tahun untuk pria dan 41,2 tahun untuk perempuan.
2. Upaya membalik gender tidak selamanya efektif

Hollywood kemudian mencoba membalik gender, yakni menempatkan karakter perempuan sebagai pihak yang lebih tua. Misalnya saja dalam film The Graduate (1970), The Boy Next Door (2015), The Reader (2008), dan lain sebagainya. Niatnya sih mendobrak stigma dan mendiskusikan insekuritas perempuan ketika menghadapi penuaan dan seksualitas mereka. Namun, bukannya memberikan pencerahan, yang terjadi justru sebaliknya.
Kebanyakan perempuan dalam film-film tadi justru kehilangan agensinya (menjadi pihak yang pasif atau menderita). Tak sedikit pula yang melihat ini hanya pergeseran komodifikasi. Kalau sebelumnya aktor perempuan yang diobjektifikasi, kini giliran aktor pria. Beberapa aktris yang didapuk memerankan karakter dengan usia lebih tua atau memang terlihat lebih muda dari usianya sehingga tampak tak realistis. Anne Hathaway dalam The Idea of You sebenarnya memerankan karakter dengan usia yang sama dengan dirinya. Namun, Hathaway dinilai tak terlihat seperti perempuan 40 tahun pada umumnya.
3. Horornya cinta beda usia dalam film

Di sisi lain, kita disuguhi Call Me By Your Name (2017) yang sensasional, tetapi sebenarnya cukup problematik dari beberapa sisi. Terutama soal usia salah satu lakonnya yang bisa dibilang minor meski secara legal dianggap mampu memberikan persetujuan (age of consent). Lewat film itu, sebenarnya kita dibikin merenungkan kembali apakah age of consent yang berlaku sudah tepat, mengingat prefrontal cortex pada otak manusia yang berperan dalam proses regulasi emosi, pembuatan keputusan dan pengendalian diri baru berkembang sempurna pada usia 25 tahun.
Kalau boleh merangkum, hanya beberapa film yang berhasil menyajikan cerita cinta beda usia dengan lebih berimbang. May December (2023) sukses menyertakan adegan ketika korban grooming menyesali nasibnya dalam diam. Priscilla (2024) juga dianggap deskripsi cinta beda usia yang lebih akurat. Lewat balada Priscilla Presley, Sofia Coppola berhasil memotret berbagai ketidaknyamanan yang harus dilalui seorang perempuan belia ketika menjalin hubungan dengan pria yang lebih tua dan punya kuasa lebih.
Apa pendapatmu soal trope cinta beda usia dalam film? Kriteria apa yang menurutmu bikin film-film seperti ini sepertinya masih bisa ditoleransi? Haruskah mereka hilang dari peredaran?